Apakah Arasy di atas Allah Saat ke Langit Dunia?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sangat sulit bagi para Taymiyun alias Wahabi , bila ditanyakan saat Allah nuzul ke langit dunia, apakah arasy ada di atas Allah?
Berbeda jika pertanyaan itu dilontarkan kepada Ahlussunnah wal Jamaah, maka mereka akan sangat mudah menjawabnya dan sebaliknya bagi Wahabi yang biasanya mengaku sebagai pengikut salaf ini.
Nuzul dalam perspektif Ahlussunnah wal Jamaah bukanlah suatu pergerakan atau perpindahan Dzat Allah dari atas ke bawah.
Nuzul dalam makna semacam itu adalah nuzulnya makhluk di mana ada tiga jisim yang terlibat.
Di antaranya yakni, jisim yang menjadi tempat atas, jisim yang menjadi tempat bawah dan jisim yang berpindah dari jisim atas ke arah jisim bawah.
Sebab Allah bukan jisim dan Allah tidak bertempat, maka otomatis bukan itu makna Nuzul bagi Allah.
Nuzul adalah tindakan Allah pada bagian bumi yang sedang mengalami sepertiga malam terakhir.
Di mana Allah membuka pintu rahmat dan pintu ampunan yang lebih lebar serta memberi peluang yang lebih besar bagi terkabulnya doa.
Maksud utama dari hadis yang menjelaskan nuzul adalah agar seorang mukmin semangat untuk beribadah malam di saat orang lain tertidur pulas.
Dengan demikian pada hakikatnya tidak ada kaitannya antara nuzul dengan posisi Allah dengan Arasy atau pun dengan langit dunia.
Ungkapan seolah Allah mendekat dari atas ke bawah adalah ungkapan untuk memudahkan orang untuk memahami betapa Allah di saat sepertiga malam terakhir memperlakukan hambanya yang bermunajat secara lebih spesial.
Tiga Dasar Keyakinan Taymiyun
Hal ini sama seperti ungkapan bahwa Allah berlari pada hambanya yang berjalan ke arah-Nya atau ungkapan bahwa Allah dekat dengan orang-orang salih.
Ini adalah tentang kedekatan spiritual, bukan kedekatan jarak antar dua jisim.
Dengan demikian, maka pertanyaan di atas sama sekali tidak relevan dalam perspektif Ahlussunnah wal Jamaah.
Pertanyaan semacam itu sama dengan pertanyaan apakah posisi knalpot mobil listrik ada di sebelah kiri atau kanan? Pertanyaan tidak relevan sebab mobil listrik tidak punya knalpot.
Adapun dalam perspektif ahli bid’ah seperti Taymiyun, pertanyaan di atas akan sulit dijawab sebab adanya tiga kredo:
(1) Mereka mengasosiasikan keberadaan Allah dengan tempat tertentu di atasnya Arasy sedangkan Nuzul diasosiasikan dengan tempat di atas langit dunia.
(2) Dzat Allah harus di posisi yang lebih tinggi secara fisikal dari semua makhluk.
(3) Dilarang keras mentakwil atau memahami teks secara konotatif sehingga semua harus serba literal-denotatif.
Akhirnya terjadilah kontradiksi yang tidak bisa terselesaikan. Bila mereka menjawab “Ya, Arasy lebih tinggi secara fisikal dari Allah di saat nuzul”, maka runtuhlah kredo kedua.
Bila menjawab “Tidak, Arasy tetap di bawahnya Allah setiap saat”, maka runtuhlah kredo ketiga sebab artinya tidak turun secara literal-leksikal tetapi dimaknai secara takwil.
Bila menjawab bahwa sebagian Dzat Allah tetap di atas Arasy dan sebagian lainnya di bawah Arasy.
Maka ini adalah pengakuan tajsim yang gamblang yang membuat mereka takkan bisa mengelak lagi dari anggapan sebagai mujassim tulen.
Semoga bermanfaat.