Kaidah untuk Memahami Kesamaan dalam Penafian
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Orang Wahabi seperti yang sering berseliweran di kolom komentar sosial media ini jangankan membahas Allah, membahas kentut pun salah.
Kentut jelas punya bentuk sebagai gas. Kandungannya terdiri dari hidrogen, karbondioksida, metana dan sulfur.
Benda yang tersusun dari beberapa unsur atau bagian fisik dalam ilmu kalam disebut sebagai jisim.
Jadi kentut adalah jisim menurut bahasa ilmiah para mutakallim, meskipun menurut orang Arab klasik kata jisim hanya terbatas untuk benda padat saja.
Allah bukan jisim adalah akidah ulama Ahlussunah wal Jamaah. Sedangkan Taimiyun atau Wahabi selalu kebingungan atas wujud yang bukan jisim ini.
Sebab mereka selalu mau menyamakan wujud Allah dengan wujud makhluk.
Sebab makhluk yang diindera manusia di dunia adalah jisim dan aradl semua, maka Allah pun mereka haruskan berupa jisim dan punya aradl juga.
Kalau tidak begitu, maka mereka menganggapnya tidak ada. Ini adalah nalar mujassim dan filsafat materialisme.
Ada satu kaidah sederhana tentang ini yang tidak pernah dapat dicerna oleh Wahabi secara umum, baik yang unyu-unyu sampai yang disebut Syaikh sekalipun. Kaidahnya adalah sebagai berikut:
“Kesamaan dalam penafian atau penegasian bukanlah berarti menyamakan.”
Contoh aplikasi atau penerapan kaidah ini:
– Manusia dan batu sama-sama TIDAK cair. Dalam kalimat ini bukan berarti manusia disamakan dengan batu.
– Plastik dan kaleng sama-sama BUKAN sampah organik. Dalam kalimat ini bukan berarti plastik disamakan dengan kaleng.
– Allah dan semesta sama-sama TIDAK bertempat. Dalam kalimat ini bukan berarti menyamakan antara Tuhan dan semesta.
– Allah dan manusia sama-sama TIDAK buta. Dalam kalimat ini bukan berarti menyamakan antara Tuhan dan manusia.
– Allah dan ‘aradl sama-sama BUKAN jisim. Dalam kalimat ini bukan berarti menyamakan antara Tuhan dan ‘aradl.
– Allah dan ketiadaan sama-sama TIDAK punya bentuk fisik. Dalam kalimat ini bukan berarti menyamakan antara Tuhan dan ketiadaan.
Semua hal dalam contoh di atas yang dinyatakan ‘sama-sama tidak’ atau ‘sama-sama bukan’ keduanya tetaplah berbeda jauh secara hakikat.
Sehingga tidak bisa disamakan. Masing-masing punya sifat dan karakternya masing-masing yang berbeda.
Hanya saja ada satu sisi yang sama dalam contoh tersebut, yakni sisi penafian atau penegasian yang secara logika, kesamaan dalam hal ini sama sekali tidak bisa disimpulkan sebagai kias/analogi/penyamaan. Yang bisa dianggap sebagai penyamaan adalah seperti dalam kalimat, “Khamr memabukkan dan narkotika juga memabukkan.”
Sehingga kesimpulannya keduanya punya hukum keharaman yang sama sebagai sesuatu yang memabukkan. Ini yang disebut kias atau analogi atau penyamaan.
Adapun ketika kalimatnya seperti, “Khamr BUKAN gorengan dan narkotika juga BUKAN gorengan.”
Maka anda tidak bisa menyimpulkan analogi apa pun dari kalimat ini.
Kalau anda malah memaksa membuat kesimpulan dari kalimat itu semisal khamr dan narkotika berarti sama-sama dipanggang atau dikukus sebab sama-sama bukan gorengan, maka artinya nalar anda error.
Demikian juga sama error-nya ketika seorang mujassim memahami kalimat, “Allah bukan jisim” sebagai Allah bukan benda padat lalu nalar error-nya menyimpulkan bahwa berarti Allah sama dengan kentut sebab sama-sama bukan benda padat.
Ketika kita bilang pada mujassim itu bahwa Allah bukan gas, bisa jadi pikirannya langsung melayang menyimpulkan berarti Allah sama dengan kursi sebab sama-sama bukan gas.
Ruwet bicara dengan mujassim sebab di antara semua aliran sesat, merekalah yang paling bodoh. Kaidah sesimpel di atas pun mereka tidak akan paham. []