9 Nilai KUPI sebagai Cerminan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Lima tahun silam, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pertama kali diselenggarakan di Cirebon, bertempat di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy. Sebuah lembaga pendidikan agama yang dipimpin oleh seorang ulama perempuan, Nyai Hj. Masriyah Amva.
Momentum KUPI kala itu berhasil melahirkan fatwa keagamaan yang berkeadilan gender dengan mempertimbangkan pengalaman sosial serta biologis perempuan.
Perspektif yang dihadirkan KUPI ini amatlah penting untuk menggambarkan wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Rahmat serta anugerah bagi semesta.
Di tengah-tengah era disruptif serta masifnya narasi keagamaan mainstream, 9 nilai KUPI dapat menjadi sumber pemahaman Islam yang lebih rahmah pun maslahah.
Adapun 9 nilai KUPI di antaranya:
Pilar 1: Ketauhidan
Nilai pertama yakni ketauhidan. Mengimani bahwa Allah Swt bersifat rahman dan rahim, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Keyakinan akan hal ini menjadi fondasi untuk bersikap bajik dengan mengamalkan nilai-nilai yang luhur, di mana terkandung dalam asma-Nya.
Ketauhidan pada level tertinggi dalam diri hamba akan mencerminkan karakter yang berbudi pekerti luhur karena tidak ada satupun sifat Tuhan yang buruk. Ia sungguh indah dan mencintai keindahan.
Jika ada pemeluk agama yang menormalisasi perilaku buruk atau kekerasan atas nama firman Tuhan atau agama, sudah dapat dipastikan bahwa pemikiran tersebut tidak berasal dari ketauhidan yang hakiki.
Pilar 2: Kerahmatan
Konsep kerahmatan dijelaskan oleh Dr. KH. Faqihuddin Abdul Kadir dalam buku Metodologi Fatwa KUPI ialah mewujudkan kebaikan-kebaikan di muka Bumi, memakmurkan kehidupan di dalamnya, untuk seluruh umat manusia dan segenap alam semesta.
Pengertian di atas berkorelasi dengan misi kenabian yakni membentuk umat yang memiliki moralitas mulia, akhlaqul karimah.
Terlebih, pandangan ulama KUPI semakin dalam memaknai frasa akhlaqul karimah. Secara konkretnya ialah perilaku yang terbentuk untuk saling mewujudkan kemaslahatan, sebagaimana tugas manusia sebagai khalifah atau pemimpin di muka Bumi.
Pilar 3: Kemaslahatan
Nilai kemaslahatan yang digagas KUPI tentunya mendorong terwujudnya karakter manusia terbaik.
Seperti yang telah didawuhkan Nabi Muhammad saw bahwasanya sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi sesamanya, khoirunnas anfa’uhum linnas.
Berangkat dari nilai kemaslahatan ini melahirkan nilai-nilai lainnya seperti nilai kesalingan, nilai kesetaraan, dan nilai keadilan untuk kepentingan bersama.
Sehingga fatwa-fatwa yang dihasilkan KUPI benar-benar mencerminkan esensi Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Pilar 4: Kesetaraan
Masih diambil dari buku karya Kyai Faqih, nilai kesetaraan memposisikan semua manusia dari berbagai entitas yang berbeda secara setara.
Artinya, setiap individu memiliki hak yang sama serta harus terlibat pun dilibatkan dalam mewujudkan misi yang dibawa KUPI.
Tidak lain dan tidak bukan ialah menyebar luaskan paham Islam yang progresif.
Dalam pengamalan nilai kesetaraan ini, tidak menafikan kebutuhan khusus bagi sebagian pihak.
Mengingat pengalaman biologis serta sosial yang dialami perempuan dan laki-laki sangatlah berbeda.
Oleh karenanya, nilai kesetaraan ini penting untuk dipahami secara kontekstual bukan secara tekstual.
Pilar 5: Kesalingan
Makna dari nilai kesalingan ialah sikap untuk saling mendukung, bekerja sama, melengkapi, juga menguatkan untuk mewujudkan relasi yang baik.
Nilai kesalingan ini tentunya bertujuan agar semua pihak sama-sama bisa menikmati kemaslahatan.
Ketika nilai kesalingan ini diterapkan dalam segala lini kehidupan manusia, maka akan tercipta keadilan bagi semua pihak.
Mencegah terjadinya ketimpangan yang merugikan salah satu pihak.
Pilar 6: Keadilan
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap manusia memiliki identitas dan kapasitas yang beragam pun berbeda satu sama lain.
Dan hal tersebut merupakan mutlak suatu keniscayaan, ciptaan Allah Swt, yang tidak bisa diubah. Apalagi diperdebatkan.
Oleh karenanya, nilai keadilan menuntut seseorang untuk tidak meremehkan orang lain, melainkan menguatkan.
Tidak pula memperdayakan, namun memberdayakan. Tidak pula mencundangi, tetapi melindungi.
Pilar 7: Kebangsaan
Relevansi dari nilai-nilai yang telah disebutkan di atas, melahirkan nilai-nilai lainnya yang saat ini tengah menjadi sebuah tantangan bagi masyarakat dunia.
Adalah nilai kebangsaan dimana untuk memastikan misi kemaslahatan dirasakan oleh setiap warga negara. Tidak primordial, pun tidak rasial.
Nilai kebangsaan ini juga meneguhkan kebudayaan serta tradisi leluhur tiap bangsa. Tanpa mengurangi, apalagi menghilangkan jati diri suatu bangsa.
Sekalipun tiap bangsa memiliki karakter yang berbeda-beda, tetapi tetap saja misi kemaslahatan yang dijunjung tinggi ialah atas nama kemanusiaan.
Pilar 8: Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan ini memastikan misi baik KUPI tidak ada unsur dominasi maupun tendensi pada salah satu pihak.
Semua pihak menjadi subjek penuh kehidupan. Artinya, nilai ini juga menuntut setiap orang, bahkan setiap bangsa untuk dapat saling mengambil peran dan bertanggung jawab untuk menciptakan peradaban dunia yang lebih baik.
Peradaban yang baik ini lahir dari sosok manusia yang tentunya berperikemanusiaan, sehingga pantas menjadi pemimpin di muka Bumi, seperti yang difirmankan oleh Allah Swt.
Lebih detail lagi, tidak hanya bagi sesama manusia, melainkan untuk kemaslahatan alam sekitar juga.
Pilar 9: Kesemestaan
Manusia dan alam merupakan bagian dari semesta. Memprioritaskan kemaslahatan alam sama halnya dengan mementingkan keberlangsungan hidup umat manusia.
Oleh karenanya, menjaga keseimbangan dan kelestarian alam juga menjadi unsur penting dalam peradaban dunia. Terkandung dalam nilai kesemestaan yang dibawa KUPI.
Hal ini juga untuk mendorong terbentuknya kepemimpinan umat manusia, pun eksistensinya di muka bumi yang tidak egois pun etnosentris.
Sehingga, tidak hanya membangun relasi hablun min-allah dan hablun mina-nnas, tetapi juga hablun minal ‘alam.
9 nilai yang digaungkan KUPI ini akan selalu dan terus disebarluaskan tidak hanya dalam ranah nasional di Indonesia, melainkan masyarakat dunia.
Pun tidak cukup pada perhelataan KUPI I saat April 2017 silam, tetapi kembali diperkuat dalam serangkaian KUPI II pada 23-26 November mendatang.
Akan ada International Conference, Post-graduate Forum, Kongres KUPI dan halaqah lainnya.
Gerakan ini terus digemakan berkat dukungan dari berbagai pihak, seperti AMAN Indonesia, Rahima, Fahmina, Jaringan GUSDURian, Alimat, Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara, UIN Walisongo, serta pemerintah pusat, provinsi juga daerah.
Terlebih, dukungan dari pihak internasional serta para ulama perempuan dunia sebagai bentuk nyata upaya bersama-sama mewujudkan wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin melalui gerakan KUPI. []