Kalau Tidak Paham Perbedaan Makna Yad dan Ayd, Maka Kembalilah ke Kuttab Saja

 Kalau Tidak Paham Perbedaan Makna Yad dan Ayd, Maka Kembalilah ke Kuttab Saja

Membincang Sanad Dzikir Thariqah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Syaikh Ibnu Khuzaimah (lahir 233 H) termasuk di antara tokoh yang mengingkari bahwa kata يد dalam bahasa Arab bisa bermakna “kekuasaan/kekuatan/kemampuan.”

Menurut teman baik dari Muhammad Bin Karram (pendiri sekte Mujassimah Karramiyah) ini, yang bermakna sebagai kekuatan/kuasa adalah kata أيد.

Kalau tidak dapat membedakan antara kedua kata tersebut, sebaiknya kembali ke kuttab saja daripada berdebat, katanya.

Ledekan seperti itu lumrah ditemui dalam khazanah kitab klasik yang bertema perdebatan.

Jangan dikira ulama tidak saling ledek, banyak dari mereka yang menyisipkan ledekan pada lawannya di tengah argumen mereka.

Ledekan Syaikh Ibnu Khuzaimah ini tanpaknya dilanjutkan oleh sebagian Taymiyun di FB ini hingga beberapa kali ada kawan yang meminta saya menanggapinya.
Oke sekarang kitab bahas.

Apakah benar dalam khazanah bahasa Arab kata يد tidak ada yang bermakna kekuatan/kuasa?

Jawabannya adalah ada. Seorang penyair ternama yang hidup di masa awal islam, yakni Urwah bin Hizam pernah bersyair demikian:
فقالا شفاك الله والله ما لنا … بما ضمنت منك الضلاع يدان

Artinya:
“Maka keduanya berkata, semoga Allah menyembuhkanmu. Demi Allah, aku tidak punya kuasa untuk apa yang ada di balik tulang rusukmu.”

Kata يدان secara literal bermakna kedua tangan. Tapi dalam syair Urwah di atas bermakna kuasa.

Urwah bin Hizam, penyair yang menyatakan itu menurut kitab Mu’jam asy-Syu’ara’ al-Arab adalah penyair yang lahir pada tahun 30 H.

Artinya dia adalah tokoh yang hidup hampir dua abad sebelum Syaikh Ibnu Khuzaimah. Tentu saja sebagai penyair generasi awal dia menjadi rujukan dalam hal penggunaan kata bahasa Arab dan pemaknaannya.

Sebab itu, Syaikh Ibnul Jauzi dalam kitabnya yang berjudul Daf’u Syubah at-Tasybih menjadikan bait syair Urwah tersebut sebagai salah satu bukti bahwa dalam bahasa Arab pemaknaan يد sebagai kekuasaan/kekuatan benar-benar ada. (lihat Daf’u Syubah at-Tasybih yang juga saya sertakan SS-nya).

Kemudian pakar bahasa lainnya yang mempunyai karya kamus monumental, Ibnu Mandhur, dalam masterpiecenya yang berjudul Lisan al-Arab menjelaskan bahwa salah satu makna yad memang al-Quwwah (kekuatan). Ia menulis agak panjang dan berhujjah dengan syair Ka’ab bin Saad al-Ghanawi dan dengan beberapa ayat al-Qur’an sebagai berikut:
واليَدُ: القُوَّةُ. وأيَّدَه اللَّهُ أي قَوّاه. وما لِي بِفُلانٍ يَدانِ أي طاقةٌ. وفِي التَّنْزِيلِ العَزِيزِ: والسَّماءَ بَنَيْناها بِأيْدٍ
؛ قالَ ابْنُ بَرِّيٍّ: ومِنهُ قَوْلُ كَعْبُ بْنُ سَعْدٍ الغَنَويِّ:
فاعمِدْ لِما يَعْلُو، فَما لكَ بِالَّذِي … لا تستَطِيعُ مِنَ الأُمورِ يَدانِ
وفِي التَّنْزِيلِ العَزِيزِ: مِمّا عَمِلَتْ أيْدِينا
، وفِيهِ: فَبِما كَسَبَتْ أيْدِيكُمْ.

Artinya:
“Yad adalah kekuatan. Kata “ayyadahu” artinya semoga Allah menguatkan. Istilah “Aku tidak punya dua tangan terhadap fulan” maksudnya aku tidak punya kekuatan. Dalam al-Qur’an: Langit kami bangun dengan kekuatan (ayd).
Ibnu Barri berkata, termasuk hal ini adalah perkataan Ka’ab bin Saad al-Ghanawi:
“Maka peganglah apa yang muncul, engkau bukanlah orang yang tidak mempunyai kuasa (yadani) atas berbagai perkara”
Dan dalam al-Qur’an: “Dari apa yang dikerjakan oleh tangan-tangan (kekuasaan) kami” dan “Di dalam apa yang dikerjakan oleh tangan-tangan (kekuasaan) kalian. “ (Lisan al-Arab)
Ka’ab bin Saad al-Ghanawi yang dikutip di atas menurut Mu’jam asy-Su’ara’ lahir pada tahun 5 Hijriah, lebih dua abad sebelum kelahiran Ibnu Khuzaimah. Syairnya menjadi hujjah di kalangan ahli bahasa Arab.

Ibnu Mandhur sendiri jelas sekali memakmani yad sebagai kekuasaan/kekuatan, demikian juga dengan bentuk gandanya, yakni kata “yadani” dan bentuk pluralnya, yakni “ayd.”

Semuanya dapat bermakna kekuasaan, bukan hanya bermakna satu tangan, dua tangan atau tangan-tangan sebagai organ fisik.

Lalu kalau kita kembali ke ledekan di atas, siapa sebenarnya yang perlu kembali ke kuttab? Ibnu Khuzaimah yang ahli hadis (bukan pakar bahasa Arab) atau para penyair generasi awal yang menjadi rujukan bahasa Arab dan pakar bahasa Arab seperti Ibnu Mandhur.  []

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *