Antara Akal dan Hati ; Filsafat dan Tasawuf

 Antara Akal dan Hati ; Filsafat dan Tasawuf

Generasi Syaikhona Kholil dan Murid-muridnya (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Sejak dulu para filosof memisahkan antara akal dan hati. Akal lebih berkaitan dengan logika. Berpikir, berdalil, mengkaji berbagai cabang ilmu dan filsafat; ini semua adalah domain akal.

Sementara hati lebih berkaitan dengan rasa dan seni. Menggubah puisi, menciptakan karya seni dan sebagainya ; ini masuk dalam domain hati.

Benarkah akal dan hati bisa dipisah? Benarkah keduanya memiliki fungsi yang berbeda? Ada baiknya kita melihat bagaimana Alquran membicarakan hal ini.

Tidak ditemukan dalam Alquran kata ‘akal’ (العقل) dalam bentuk isim Adapun yang ada, kata akal selalu disebutkan selalu dalam bentuk fi’il (kata kerja) seperti : تعقلون , نعقل .

Ini menjadi indikasi bahwa akal bukanlah benda atau alat, melainkan fungsi atau aktivitas. Dari sini tampak beda antara akal dengan otak (الدماغ/المخ).

Kalau akal adalah fungsi dan aktivitas, lalu apa alat yang menjadi medianya? Itulah hati.

☆☆☆

Coba perhatikan ayat berikut :

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ (الحج : 46)

“Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi sehingga mereka punya hati yang dengan hati itu mereka berakal (berpikir), atau telinga yang mereka gunakan untuk mendengar, karena sesungguhnya bukan mata yang buta, melainkan hati yang ada di dada.”

Fokuskan pada kalimat : قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا “hati yang dengannya mereka berpikir…”.

Ternyata berpikir itu menggunakan hati.

Ada yang mencoba mentakwil kata ‘hati’ di sini, dan mengatakan bahwa boleh jadi yang dimaksud dengan hati dalam ayat ini adalah otak. Bagian akhir ayat membantah takwil ini, karena dengan tegas disebutkan: “hati yang di dada…” bukan yang di kepala.

☆☆☆

Hakikat hati, rasa, akal, pikiran dan hubungannya dengan otak dan jantung, tentu tidak sesederhana itu. Para ilmuwan terus mengkaji hal ini. Tentu dengan latarbelakang keilmuan dan ideologi masing-masing.

Hanya, melihat hati hanya sebagai alat yang bertugas memompa darah semata, tidaklah tepat.

Seorang ilmuwan bernama Paul Pearsall, melakukan penelitian yang ia tuangkan dalam bukunya berjudul The Heart’s Code, menyimpulkan bahwa hati sesungguhnya memiliki otak tersendiri (brain of heart). Jumlah sel ‘otaknya’ tak kurang dari 40.000 sel.

Ini menjadi bukti tersendiri bahwa otak (yang ada di kepala) bukanlah organ satu-satunya yang memainkan peran penting dalam diri manusia.

Dalam khazanah keilmuan Islam, ada orang yang berusaha ‘menemukan’ Allah dengan mempertajam pikirannya (akal), dan ada yang dengan cara mempertajam mata hatinya. Cara pertama banyak ditempuh para filosof.

Sementara cara kedua banyak ditempuh para sufi. Kedua cara tersebut memiliki kelebihan masing-masing karena, baik hati maupun akal, dua-duanya adalah hibah dari Allah yang dikaruniakan kepada makhluk paling mulia bernama manusia.

☆☆☆

Suatu kali Abu Ali Ibnu Sina (filosof) bertemu Abu Sa’id Ibnu Abil Khair (sufi) di Nisabur. Pertemuan itu berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Keduanya berdiskusi dalam banyak hal. Setelah tiga hari berlalu mereka pun berpisah.

Murid-murid Ibnu Sina bertanya kepada sang guru tentang sosok Abu Sa’id Ibnu Abil Khair. Ibnu Sina menjawab dalam kalimat pendek nan padat :

ما أعلمه يراه

“Apa yang aku ketahui, ia ‘melihatnya’.”

Di sisi lain, murid-murid Abu Sa’id Ibnu Abil Khair juga bertanya kepada guru mereka tentang sosok Ibnu Sina. Abu Sa’id juga menjawab dengan kalimat pendek nan padat :

ما أراه يعلمه

“Apa yang aku ‘lihat’, ia mengetahuinya.”

☆☆☆

Imam al-Ghazali pernah memberikan sebuah perumpamaan yang sangat menginspirasi :

Seseorang membuat kolam. Untuk mengisi kolam itu dengan air, orang ini bisa menempuh dua cara. Cara pertama, ia gali parit menuju sungai terdekat lalu ia alirkan air sungai itu ke dalam kolam. Cara kedua, kolam tersebut ia gali lebih dalam lagi sampai menemukan sumber mata air.

Kolam adalah perumpamaan untuk hati. Air yang dicari adalah perumpamaan untuk ilmu dan pengetahuan. Parit yang digali untuk mendapatkan air dari sungai terdekat adalah perumpamaan untuk panca indera. Sementara menggali kolam lebih dalam untuk mendapatkan sumber mata air yang jernih adalah perumpaan untuk penyucian hati.

Manakah dari kedua cara itu yang lebih bisa mendatangkan air yang jernih?

اللهم آت نفوسنا تقواها وزكها أنت خير من زكاها أنت وليها ومولاها

 

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *