Suamiku Ustadz Ganteng Part 2

 Suamiku Ustadz Ganteng Part 2

Assalamu’alaikum, kekasih halalku.

Tak pernah terbayang akan seperti ini dengan takdirku.

Dinikahi oleh lelaki yang selalu kusebut dalam doa.

Kau memang tak tahu dan tak akan pernah tahu betapa seringnya namamu terucap dalam do’a

Mas Zafran, kekasihku

Lelaki pertama selain ayah yang menyentuhku, mengecup lembut wajah ini hingga menimbulkan desiran hebat.

Mas Zafran, kekasihku

Terima kasih telah bersedia menitipkan janin dalam rahim ini.

Benar-benar suatu keberkahan hanya dalam hitungan minggu Allah langsung mengamanahi hal ini.

Mas Zafran, kekasihku

Terima kasih telah menjadikanku ratu dalam hati dan rumah kita.

Tak pernah mengeluh dengan kecerobohanku, tak pernah bosan untuk menasehatiku, dan tak segan membantu membereskan rumah kita.

Sungguh aku mencintaimu karena Allah.

Mas Zafran, kekasihku ….

Aku menyeka air mata yang mulai turun. Tak kusangka sesulit ini merangkai kata cinta untuk Mas Zafran berbeda dengan menulis novel.

Kutarik napas dalam untuk melanjutkan semua.

Tahukah kau betapa nyeri hati ini melihat beberapa santriwati yang mengagumimu.

Tahukah kau betapa beratnya menerima bingkisan yang wali berikan untukmu. Karena kita tahu apa alasan mereka.

Tahukah kamu sakitnya saat sebuah kenyataan kuketahui, bahwa masa lalumu berada di sini?

Sakit, tapi tak berdarah.

Tadinya aku diam, kuat karena percaya bahwa inilah takdir terbaik yang Allah ciptakan untuk kita.

Namun, setelah membaca surat cintanya yang masih kau simpan. Sakit, Mas. Sangat Sakit.

Aku mencoba kuat saat Umi menjamin kau tak akan berkhianat. Namun, untuk poligami? Siapa yang jamin pendapatmu akan berubah?

Terlebih saat gadis yang kau idamkan melamarmu. Walau rela menjadi yang kedua.

Mas Zafran kekasihku,

Aku memang bukan berasal dari kalangan santri. Mama dan Papa juga bukan. Kami berasal dari luar pondok. Namun, satu hal yang harus kau tahu. Mereka begitu ketat dalam menerapkan ilmu agama kepadaku.

Aku juga pandai berbahasa asing, mengaji, hanya tak sebaik kalian yan berasal dari pesantren.

Aku juga sanggup menafsirkan ayat Al quran meski tak semahir Fida.

Mas Zafran kekasihku,

Haruskah aku mundur, atau bertahan demi janin di rahim ini?

Berikan waktu aku untuk memikirkan semua.

Mohon jangan cari aku sementara waktu. Izinkan aku menenangkan diri.

Mas Zafran, kekasihku

Aku, Aira Saffanah mencintaimu karena Allah,

Tadinya aku berfikir, memiliki suami ganteng merupakan suatu berkah. Apa lagi jika ditambah pemahaman agama yang baik. Ah! Berasa jadi manusia paling beruntung.

Namun, kini malah pikiran itu perlahan hilang. Saat berbagai surat dari perempuan lain mampir di tas Mas Zafran, suamiku. Mulai dari anak gadis hingga orang tua yang ingin menjodohkan anaknya.

Pernah suatu hari aku membantu memeriksa jawaban soal ujian santriwati. Di sisi bawah kertas tertulis bahwa ia siap menjadi istri ke dua suamiku. Saat aku cek, ternyata ia adalah santriwati yang masih menempuh pendidikan di kelas 2 Tsanawiyah.

“Mas Zafran,” panggilku lembut. Ia yang sedang bersiap ke Masjid menoleh sejenak.

“Ya, Khumairahku.”

“Nisa itu siapa?”

“Nisa ?” Dahi Mas Zafran berkerut. Tampaknya ia tengah berfikir sesuatu.

“Annisa Anjani ?” jawabnya. Aku berusaha mengatur napas lalu mengangguk. Entah mengapa nyeri terasa di hati. Mengapa ia bisa hafal dengan nama gadis ini?

“Kok kamu hafal nama lengkapnya?”

“Lha ? Diakan santri aku. Emang kenapa, sih ?” Ia melangkah mendekat dan mencium pipiku singkat.

“Nih. Dia ngelamar kamu,” jawabku datar sambil memberikan lembar jawaban ujian.

“Haduh, Khumairahku. Santriwati kok dicemburui. Kayak gak ada orang lain aja. Sudah. Mas mau ke Masjid.” Dia mengecup kening ini singkat lalu melangkah pergi. Hanya itu reaksi yang ia lakukan.

Tak puas mendapat reaksi seperti itu membuat aku semakin uring-uringan. Hati tak karuan. Ku remas lembar itu dan membuangnya ke tong sampah.

Seketika aku duduk lalu mengingat perjalanan cinta kami.

Aku, Syafa, seorang wanita muda berusia dua puluh satu tahun. Berperawakan biasa, tak tinggi, cantik, atau berkulit putih. Bisa dikatakan khas kulit orang indonesia. Memiliki suami tampan nan baik hati.

Empat bulan yang lalu, aku sebagai seorang penulis diminta salah seorang teman mengisi di salah satu acara sebagai seorang pemateri di pondok pesantren. Ku siapkan semua materi, lalu menyampaikan semua dengan santai.

Siapa yang sangka beberapa hari kemudian teman tersebut mengabarkan jika ada salah satu pengajar yang ingin taaruf denganku.

Singkat cerita, dua bulan setelahnya aku dan Mas Zafran menikah. Dia sangat memperlakukanku dengan baik. Meski tanpa melalui tahap pacaran, rumah tangga kami benar-benar diberkahi. Salah satunya dengan begitu cepatnya Allah mengamanahi janin dalam rahimku.

Aku begitu bahagia. Hingga saat kami menempati rumah jatah pesantren, baru ku ketahui jika begitu banyak penggemar Mas Zafran yang masih tak rela ia menikahiku. Bahkan terang-terangan membandingkanku dengan orang lain. Jika hal itu terjadi, Mas Zafran hanya tersenyum sambil berujar,”Aku mencintai Syafa karena Allah.”

Bersambung Ke Part 3…

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *