Pengobatan Profetik; Gabungkan Filosofi Serta Praktik Yunani dan India

 Pengobatan Profetik; Gabungkan Filosofi Serta Praktik Yunani dan India

Pengobatan Profetik; Gabungkan Filosofi Serta Praktik Yunani dan India (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Pakar dunia medis Islam, Dr. A. A. Ahmed dalam artikelnya yang dimuat majalah The Fountain tahun 1995 menyoroti keberadaan toko-toko buku di Barat.

Di sana banyak menyediakan buku-buku tentang akupunktur, homeopati, dan bentuk pengobatan Timur lainnya.

Namun, untuk pencarian alternatif di Barat telah mengabaikan pengobatan dunia muslim atau disebut sebagai al-Tibb al-Nabawi (pengobatan profetik).

Ahmed menjelaskan, nama al-Tibb al-Nabawi secara harfiah berarti pengobatan kenabian.

Faktanya, kata dia, ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad (SAW).

“Ini (pengobatan profetik) menggabungkan filosofi dan praktik Yunani dan India di mana pun mereka ditemukan sesuai dengan prinsip-prinsip umum Islam,” ungkap Ahmed dikutip Hidayatuna, Kamis (25/4/2024).

Sabda Nabi SAW selanjutnya menjadi pedoman umum dan prinsip-prinsip yang kemudian mengarah pada penemuan dan pengamatan besar seperti Ibnu Sina dan pemikir Muslim lainnya.

“Saya pernah bertanya kepada seorang teman saya yang berasal dari Austria yang baru saja memenuhi syarat sebagai dokter. Ke mana dia pergi ketika dia sakit?” ungkap Ahmed.

Jawabannya mengejutkan Ahmed, dia dan sebagian besar rekannya pergi ke ahli homeopati yakni pengobatan alternatif menggunakan tumbuh-tumbuhan, hewan, serta jenis mineral tertentu.

“Teman saya yang lebih memilih ahli homeopati ini merupakan bentuk penolakan terhadap apa yang telah dia pelajari selama bertahun-tahun belajar.”

Teman Ahmed ini merasa bahwa apa yang diajarkan dan dipelajari dirinya menurutnya, ‘lebih banyak merugikan daripada menguntungkan’.

Dia percaya bahwa dia telah dilatih untuk ‘menangani gejala dengan menggunakan bahan kimia’ dan bahwa profesinya tidak ada hubungannya dengan mencari obat atau menyembuhkan orang.

“Dia bahkan mengatakan kepada saya bahwa dia merasa kotor setelah menyelesaikan tugasnya dan bahwa dia tidak ‘jujur pada dirinya sendiri’,” jelasnya.

Dari pengalaman itu, Ahmed menjelaskan mungkin temannya tersebut akan dianggap sebagai orang yang tidak bertanggung jawab oleh dokter lain, namun pandangannya menimbulkan banyak isu menarik yang relevan bagi para profesional dan non-profesional. []

Romandhon MK

Peminat Sejarah Pengelola @podcasttanyasejarah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *