Cara Menasihati Orang Lain, Jangan Asal Buka Suara

 Cara Menasihati Orang Lain, Jangan Asal Buka Suara

Cara Menasihati (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Idealnya kita hidup di dunia ini hendaknya saling menasihati. Saling mengingatkan bila di antara kita ada yang berbuat kekeliruan. Semua itu dilakukan agar kita bisa meraih keridaan Tuhan dan dapat menjalani kehidupan tenang dan bahagia.

Persoalannya, ketika nasihat yang kita sampaikan kepada orang lain itu tidak memberikan efek yang baik. Alih-alih, justru memicu terjadinya perdebatan, perseteruan, dan permusuhan. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Bila ditelisik, ternyata ada kesalahan niat dan cara ketika kita menasihati orang lain. Coba tanyakan ke diri sendiri, ketika kita menasihati orang lain. Apa benar-benar tulus dari hati karena merasa perhatian dan sayang dengan orang tersebut, atau karena hal lain? Semisal ingin mempermalukannya atau merasa diri lebih baik darinya?

Selanjutnya perihal cara menasihati. Menurut saya, kesalahan paling umum dan fatal yang sering saya lihat ialah ketika cara menasihati orang lain tersebut dilakukan di tengah publik.

Mestinya kita bisa peka dan memahami bahwa menasihati orang lain di depan publik itu hanya akan melukai sekaligus mempermalukan orang tersebut. Bila kita pernah melakukan hal ini, mulai sekarang mari kita berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.

Etika Menasihati

Penting dipahami bersama bahwa, menasihati seseorang itu ada cara atau tata kramanya. Di antaranya, dengan kata-kata lembut, tak menghakimi, mempersilakan orang tersebut untuk berbicara dan mengemukakan alasan atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Tentunya jangan sekali-kali menasihatinya di depan umum atau ketika sedang ada orang lain. Ajaklah ia ke tempat yang lebih privasi untuk mengobrol membicarakan banyak hal.

Disadari atau tidak, era digital seperti sekarang ini, banyak orang yang gampang latah menasihati dan menghakimi orang lain. Ketika ada publik figur melakukan kesalahan misalnya, warganet atau netizen akan datang berbondong-bondong ke akun media sosial publik figur tersebut untuk melontarkan nasihat-nasihat, kata-kata penuh penghakiman, bahkan hujatan serta caci maki. Tak pelak, terjadilah perang komentar antar warganet di media sosial.

Menasihati atau menegur orang lewat komentar di media sosial itu tidaklah etis. Hal ini sama persis dengan menegurnya di depan publik yang hanya akan mempermalukan dan semakin menyudutkan orang tersebut.

Maka dari itu, mari kita berusaha sekuat tenaga untuk bersikap bijak dalam menggunakan media sosial seperti Twitter, Instagram, dan Facebook. Tahan jari kita dari menuliskan kata-kata yang dapat menyakiti sesama.

Menjaga Martabat

Hal tak kalah penting, berusahalah untuk menjaga martabat orang dengan cara tidak ikut-ikutan menyebarkan aibnya. Sebab setiap orang memiliki aib atau cela yang akan membuatnya merasa malu bila sampai diketahui oleh publik.

Bila kita saja tak sudi ada orang yang mengetahui aib kita dan membicarakannya di depan publik, tentu kita pun harus berusaha memiliki sikap seperti itu. Jangan suka membongkar dan membicarakan aib sesama.

Sejahat-jahatnya orang, pastinya tak ingin bila aibnya diumbar oleh orang lain di depan publik. Benar kata Hengki Ferdiansyah dalam tulisannya (NU Online, 9/12/2015) bahwa pada hakikatnya tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang merasa ikhlas bila aib dan cacatnya dibuka di depan publik.

Betapa pun bejatnya moral dan rusaknya akhlak seseorang, ia pasti selalu ingin dipandang baik di mata orang. Terkait hal ini, Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim selama di dunia, Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat (HR. Abu Daud, atat-Tirmidzi, dan imam lainnya).

Teddi Prasetya Yuliawan dalam buki #NasihatDiri untuk Para Pekerja (2015) menulis: membuka aib orang lain bisa jadi membuat kita menyandang status penyebar keburukan. Lalu apa yang harus kita lakukan saat mendapati aib orang lain?

Pertama, tutupi. Kedua, ingatkan semampu kita dengan cara yang baik dan rahasia. Jika muncul godaan untuk mengumbarnya, ingatlah baik-baik bahwa kita pun mungkin saja terjerumus pada kesalahan yang sama. Pada kondisi tersebut, apa yang kita harapkan orang lain lakukan?

Saat aib kita terbongkar tentu kita pun berharap orang tak akan membicarakan aib kita. Mudah-mudahan tulisan singkat dan sederhana ini bermanfaat dan dapat menjadi introspeksi bersama. Wallahu a’lam bish-shawaab.

Sam Edy

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *