Mengajarkan Doa
Melampau Batas dalam Doa (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kali ini saya kedatangan kakak saya yang sudah lama saya anggap sebagai pengganti Abah saya. Beliau mengajarkan saya banyak ilmu sejak di Pondok Ploso.
Saya ajak beliau ke area perluasan pondok. Saya meniru anjuran dalam hadis ketika ada orang Saleh diminta doanya, seperti dalam hadis keutamaan seorang Tabiin bernama Uwais al-Qarni:
«ﺇﻥ ﺭﺟﻼ ﻳﺄﺗﻴﻜﻢ ﻣﻦ اﻟﻴﻤﻦ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻪ ﺃﻭﻳﺲ…، ﻓﻤﻦ ﻟﻘﻴﻪ ﻣﻨﻜﻢ ﻓﻠﻴﺴﺘﻐﻔﺮ ﻟﻜﻢ»
Artinya:
“Akan datang pada kalian seorang laki-laki dari Yaman, namanya Uwais… Bila kalian berjumpa dengannya maka mintalah untuk didoakan ampunan untuk kalian.” (HR. Muslim)
Saya belum minta didoakan, kakak saya sudah dawuh:
“Berdoalah dengan doa Hizib Nawawi sejak bangun pondasi.”
Bagi seorang santri ketika ada perintah untuk mengerjakan doa tentu agar dengan tekun menjalankan dan mengamalkan doa tersebut.
Cara kerja doa seperti kita naik sepeda dengan mengayuh pedal hingga sampai ke tujuan.
Tidak cukup sekali doa, tapi harus terus-menerus diminta kepada Allah agar bisa sampai.
Gambaran tentang cara kerja doa juga disampaikan oleh Imam Syafi’i dalam syairnya (Wafir):
أتهزأ بالدعاء و تزدريه • وما تدري بم صنع الدعاء
Artinya:
“Apakah kau meremehkan doa? Kau tidak tahu cara kerja sebuah doa.
سهام الليل لا تخطئ ولكن • لها أمد وللأمد انقضاء
Doa ibarat panah di malam hari yang tepat sasaran. Hanya saja panah harus menempuh jarak. Dan jarak sudah pasti ada batas akhirnya hingga sampai di sasaran
فيمسكها إذا ما شاء ربي • ويرسلها إذا نفذ القضاء
Artinya:
“Saat Allah menghendaki doa tersebut, Ia menangguhkan dulu. Dan ketika sudah sesuai takdir maka Ia realisasikan.”
Saya sudah hampir lupa dengan doa ini dan sebenarnya sudah memiliki sanadnya, baik dari guru saya, KH. Zainuddin Jazuli, maupun KH. Marwazie, murid Syekh Yasin Al-Fadani setelah beliau mengijazahkan pada saya secara umum semua sanad yang beliau dapatkan dari Musnid Dunya tersebut. []
