Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali: Berpuasa Secara Lahiriyah dan Bathiniyah

 Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali: Berpuasa Secara Lahiriyah dan Bathiniyah

Tingkatan Orang Berpuasa Menurut Imam Ghazali: Berpuasa Secara Lahiriyah dan Bathiniyah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Berpuasa bukan sekedar menahan diri dari makan dan minum, berpuasa adalah ikhtiar kita dalam membangun paradigma keseimbangan antara lahiriyah dan bathiniyah dalam proses pengendalian diri.

Begitulah kira-kira spirit manifestasi puasa Ramadhan secara eksplisit. Poin tersebut selaras dengan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi:

ذَا كَانَ أوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِرَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أبْوَابُ الجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِيْ مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلُّ لَيْلَةٍ  .

Artinya:

Jika awal Ramadhan tiba, maka setan-­setan dan jin dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka.

Sedangkan pintu-pintu surga dibuka, dan tidak satu pintu pun yang ditutup. Lalu ada seruan (pada bulan Ramadhan):

Wahai orang yang menginginkan kebaikan, datanglah. Wahai orang yang ingin kejahatan, tahanlah dirimu. Pada setiap malam Allah swt memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka.” (HR. Tirmidzi).

Melalui hadits tersebut, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa ketika Ramadhan tiba, setan-setan dibelenggu.

Sehingga Ramadhan menjadi ajang bagi kita untuk bertarung dengan hawa nafsu kita sendiri baik secara lahiriyah maupun bathiniyah.

Proses pengendalian diri ini bertujuan sebagai proses pendewasaan dan pemahaman hakikat kita sebagai hamba Allah Ta’ala yang  beriman.

Imam Syafi’i r.a. melalui kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdab, mengartikan puasa sebagai kegiatan menahan diri dari pembatalan yang telah ditentukan, pada waktu tertentu, dan pada orang tertentu (yang diwajibkan berpuasa).

Pendapat tersebut menyiratkan makna berproses dari masa-masa perjuangan hingga menjemput kebahagiaan.

Maka dari itu, Imam Ghazali r.a. telah membagi klasifikasi orang-orang berpuasa sebagaimana tingkatan kekhusyu’an dan kesungguhan fundamental melalui kitab Ihya ‘Ulumuddin.

Tiga Tingkatan Orang Berpuasa

Imam Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin berpendapat bahwa:

إعلم أن الصوم ثلاث درجات صوم العموم وصوم الخصوص وصوم خصوص الخصوص:

  1. وأما صوم العموم فهو كف البطن والفرج عن قضاء الشهوة كما سبق تفصيله،
  2. وأما صوم الخصوص فهو كف السمع والبصر واللسان واليد والرجل وسائر الجوارح عن الآثام،
  3. وأما صوم خصوص الخصوص فصوم القلب عن الهضم الدنية والأفكار الدنيوية وكفه عما سوى الله عز وجل بالكلية ويحصل الفطر في هذا الصوم بالفكر فيما سوى الله عز وجل واليوم الآخر

 

Artinya:

Ketahuilah bahwa puasa ada tiga tingkatan: puasa umum, puasa khusus, dan puasa paling khusus.

  1. Puasa umum ialah menahan perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat.
  2. Puasa khusus ialah menahan pendengaran, lidah, tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari smua dosa.
  3. Puasa paling khusus adalah menahan hati agar tidak mendekati kehinaan, memikirkan dunia, dan memikirkan selain Allah Ta’ala.

Penjelasan Puasa orang awam adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat.

Dalam puasa ini hanyalah menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Maka puasanya ini dijalankan hanya karena menahan makan dan minum serta tidak melakukan hubungan suami isteri di siang hari.

Puasanya orang khusus adalah selain menahan makan dan minum serta syahwat juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk dosa.

Maka puasa ini sering disebutnya dengan puasa para Shalihin (orang-orang saleh).

Sementara puasa paling khusus adalah puasanya hati dari kepentingan dan pikiran-pikiran duniawi, puasa secara lahiriyah dan bathiniyah serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah.

Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para Nabi dan Rasul, shiddiqqiin, dan muqarrabin.

Begitulah penjelasan singkat mengenai tingkatan orang berpuasa menurut Imam Ghazali.

Hendaknya bagi kita untuk mampu mengoptimalkan momentum puasa Ramadhan ini agar menghasilkan output terbaik secara berkelanjutan pasca berakhirnya Ramadhan kelak.

Bukan sekedar momentuman belaka, tetapi sebagai proses menggapai ridha Allah Ta’ala. []

 

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *