Muhasabah untuk Para Muslim yang Hendak Haji dari Imam Junaid al-Baghdadi

 Muhasabah untuk Para Muslim yang Hendak Haji dari Imam Junaid al-Baghdadi

Jemaah Haji

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Pakar filsafat dan juga dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fahruddin Faiz membagikan sejumlah hal penting yang bisa dijadikan muhasabah (intropeksi diri) bagi para muslim yang hendak melakukan ibadah haji.

Muhasabah ini dipetik dari penggalan cerita Imam Junaid al-Baghdadi seorang guru besar sufi abad ke-3 Hijriah. Saat itu ia mendapat kunjungan tamu. Dimana orang tersebut habis melakukan ibadah haji.

“Cuma orang ini (si tamu) galau. (Dia berkata) saya ini baru haji, bahkan sebenarnya sudah bolak-balik haji. Tapi kok ndak ada yang berubah dalam hidup saya,” ujar si tamu kepada Imam Junaid al-Baghdadi.

Hal itu diceritakan ulang oleh Fahruddin Faiz dalam video pengajiannya yang diunggah akun YouTube Chanel MS, sebagaimana dikutip Hidayatuna.com, Jum’at (24/5/2024).

Imam Junaid kemudian mengajukan sejumlah pertanyaan. Dari semua pertanyaan Imam Junaid ini, si tamu menjawab tidak pernah melakukannya semua.

Melalui pertanyaan itu, akhirnya diperoleh jawaban, mengapa ibadah haji yang dilakukan si tamu tersebut kemudian tidak berkah atau tidak memiliki efek apapun dalam kehidupannya.

“Itu saya ringkas dialognya. Ini muhasabah bagi temen-temen yang mau haji,” sambung Faiz.

Pertama, pertanyaan tentang apakah ia berjanji akan meninggalkan dosa-dosa saat meninggalkan rumah untuk pergi haji? Orang tersebut menjawab tidak.

Kedua, pertanyaan tentang apakah saat dalam perjalanan, biasanya transitnya terlebih dahulu, apakah dia memikirkan tentang usaha untuk mencapai kedekatan dengan Allah? Misalnya berencana akan melakukan amal ini itu? Si orang tersebut menjawab tidak.

Ketiga, saat melakukan ihram yakni mengenakan pakaian ihram dan melepas semua pakaian biasa, apa dia ada niat untuk membuang semua perilaku buruk menjadi lebih baik? Jawabannya tidak.

Keempat, saat wukuf di Padang Arafah dan bersimpuh memohon pada Allah, apakah dia merasakan bahwa Allah hadir dan menyaksikan dirinya? Jawaban si orang tersebut tidak.

Kelima, saat datang ke Musdalifah apakah dia berjanji untuk menaklukkan bahwa hawa nafsu jasmaniahnya? Jawabannya juga tidak.

Keenam, apakah dia merasakan keindahan ilahiah saat melakukan tawaf? Si orang itu menjawab tidak merasakan dan justru hanya menganggap sebagai olahraga dengan mengelilingi sampai 7 kali.

Ketujuh, ketika melakukan sa’i apakah dia merasakan ada hikmah yang bisa diambil, atau minimal ada nilai dan tujuan dari sa’i? Dia menjawab tidak ada pelajaran apa pun selain ia hanya merasa capek.

Kedelapan, saat berkorban (menyembelih hewan) apakah dia juga meniatkan diri untu mengorbankan nafsu egois untuk menapak jalan Allah? Si orang tersebut menjawab tidak.

Kesembilan, saat melempar jumroh, apakah dia bertekad membuang jauh kawan dan nafsu busuknya? Orang tersebut juga menjawab tidak.

“Intinya semuanya jawabannya tidak. Terus Imam Junaid ngomong kalau gitu tunaikan lagi haji. Eman-eman kalau kita jauh-jauh bayarnya mahal, ngantrinya panjang,” ungkap Faiz.

Untuk itu lanjut Faiz, seorang muslim yang hendak haji harus bisa membawa efek individual dan sosial. Peningkatan kualitas individual dan juga kualitas sosial di level rohaniah.

“Kalian simpan ini, siapa tahu sebentar lagi ada yang berangkat haji,” tandasnya. []

Romandhon MK

Peminat Sejarah Pengelola @podcasttanyasejarah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *