Kisah Hijrah Profesor Fadhil Shalih, dari Ateis Menjadi Pakar Balaghah Quran

 Kisah Hijrah Profesor Fadhil Shalih, dari Ateis Menjadi Pakar Balaghah Quran

Berkaca dari Kedermawanan Abdullah bin Mubaarak

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sudah sejak kecil kita membaca Alquran. Termasuk terjemahan dan tafsirnya. ada ayat yang membuat kita tercenung lalu penasaran untuk merekam konten yang dibintanginya?

Pertanyaan kita bertanya-tanya, misalnya, mengapa dari hanya banyak Asma’ Allah al-Husna, yang dipilih adalah ar-Rahman dan ar-Rahim untuk Bismillah yang selalu dibacakan memulai aktivitas?

Mengapa dalam Q.S. an-Nisaa` ayat 18 digunakan kalimat:

ا ال …

Sementara dalam Q.S. al-Mu’minun ayat 99 digunakan kalimat:

ا اءَ ال

Padahal kata dan اء memiliki makna yang sama?

Apakah kita akan puas dengan penjelasan bahwa kedua kata itu bersifat mutaradif (kata-kata yang memiliki makna yang sama atau berdekatan)?

Kalaupun kita pernah merasa penasaran, berapa lama waktu yang kita korbankan untuk mencari tahu dan menemukan rahasia dan hikmah di balik itu?

Mengapa dalam ayat A digunakan kata B sementara dalam ayat C digunakan kata D?

Adalah Prof. Dr. Fadhil Shalih as-Samurra`iy, seorang pakar I’jaz Bayani al-Quran dari Irak.

Kepakarannya dalam bidang Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Bayan mengantarkannya untuk mendalami asrar (rahasia-rahasia) balaghah dalam Alquran.

Banyak karya dalam bidang lughah dan i’jaz bayani yang telah dihasilkannya. Ia juga menjadi narasumber tetap dalam program Lamasat Bayaniyyah di sebuah saluran televisi Qatar .

Adakah ayat dalam Alquran yang membuat Dr. Fadhil tercenung dan penasaran lalu mengkajinya lebih dalam? Ada.

Di antaranya adalah ayat yang bagi banyak orang tampak ‘biasa-biasa’ saja, tak ada yang menarik untuk dikaji dan didalami.

Yang menariknya, ayat ini tidak membuat Dr. Fadhil Shalih tercenung dan hanya mengkajinya selama beberapa hari atau minggu, melainkan selama dua tahun.

Ayat tersebut adalah ayat yang banyak diulang-ulang dalam Alquran:

لاَ لَيْهِمْ لاَ

Beliau bertanya-tanya, mengapa bagian awal ayat ini tidak dengan la an-nafiyah lil jin s :

لاَ لَيْهِمْ

Mengapa pula kata يَحْزَنُوْنَ tidak dalam bentuk mashdar seperti halnya kata خَوْفَ agar lebih tampak muttasiq (seirama) :

لاَ لَيْهِمْ لاَ

Atau kata khauf -nya yang dibuat dalam bentuk fi’il sehingga menjadi :

لاَ افُوْنَ لاَ

Dua tahun perlunya hal ini. Penjelasan dari kitab-kitab tafsir yang ada tidak memuaskan dirinya dan belum mampu menjawab rasa penasarannya.

Setelah melakukan pengkajian dan perenungan cukup lama, ia semakin yakin bahwa Alquran memang mu’jiz .

Pilihan katanya sangat menakjubkan. Tak ada kata yang bisa digunakan oleh kata lain meskipun kata itu adalah muradif -nya.

Yang jauh lebih unik adalah ternyata Dr. Fadhil Shalih dulunya adalah seorang ateis. Cukup lama ia menjadi ateis.

Kala itu ia merasa tak ada siapa pun di dunia ini yang benar-benar beriman. Ia juga merasa bahwa tak akan ada satu argumen pun yang bisa mengubah pendiriannya.

Tapi ateisme itu tidak memiliki tempat berpijak. Semua tampak sebagai ilusi belaka.

Ia bahkan bisa merasakan kebahagiaan sama sekali meskipun bagi orang lain tampak sebagai sesuatu yang luar biasa.

Dalam kehampaan itu ia ingin menemukan kebenaran.

Kesungguhan dan kejujurannya untuk menemukan kebenaran yang membawanya pada keberhasilan dan bahkan menjadi seorang yang sangat pakar dalam balaghah Alquran.

Di awal tahun 2021 yang lalu ajal menjemputnya. Namun karya-karyanya, baik dalam bentuk buku maupun kajian di Youtube akan menjadi rujukan bagi pecinta Alquran.

الله اسعة

Inilah sesungguhnya makna hijrah yaitu perubahan. Momentum tahun baru Hijriah adalah momentum untuk memulai sebuah perubahan. Meskipun tampak kecil tapi ia harus dimulai.

لول العام الهجري الجديد ل ام

[]

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *