Benarkah ‘Orang Islam yang Baik’ jadi Teroris?

 Benarkah ‘Orang Islam yang Baik’ jadi Teroris?

Kelompok Muslim Australia Serukan Perubahan Penggunaan Istilah Terorisme Guna Kurangi Stigma (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – “Orang Islam yang baik jadi teroris”, begitulah isu mentereng di berbagai media berita online pasca ledakan bom yang terjadi di Gereja Ketedral kemarin. Term tersebut ternyata berasal dari ungkapan seorang ustaz Hasyim Yahya.

Hal itu diketahui melalui unggahan video berita yang tersebar. Saat kejadian bom Gereja Makassar, Minggu (28/3/2021) sebagaimana diberitakan banten.suara.com.

“Orang Islam yang baik itu yang menjadi teroris. Buka al-Anfal ayat 60! Datangkan kiai siapa, ustaz siapa bahwa orang Islam itu hajib (kurang begitu jelas, entah itu wajib yang di-typo-kan tapi seolah yang hajib) jadi teroris.” Begitu ucapan orang yang katanya ustaz itu.

Video tersebut menarik perhatian publik hingga ramai diperbincangkan netizen. Bukan hanya hal itu, yang jelas banyak kejanggalan dari setiap ucapannya sedari awal hingga akhir. Cukup banyak menuai ujaran yang sarat unsur ajakan terorisme.

Kenapa Terorisme Dikait-kaitkan dengan Agama?

Masih mau bilang agama tidak ada sangkut-pautnya dengan segala tindak-tanduk terorisme yang terjadi? Ini salah satu representasi yang bawa-bawa nama agama dalam laku kekerasan.

Sungguh, ini cukup nge-halu jika tetap bersikeras dan akan membuat kecolongan korban terus-menerus. Ya, meskipun ada keterkaitan erat, tapi tidak sesederhana itu dalam pembahasannya.

Sebagaimana dalam tulisan saya yang lalu bertajuk Refleksi atas Peristiwa Bom Gereja Ketedral Makassaryang menegaskan bahwa:

“Agama itu berpotensi melahirkan dua karakter protagonis di satu sisi dan antagonis di sisi lainnya. Menjadikan setiap subjek yang dapat mendorongnya untuk menjadi pelaku kekerasan atau pelaku perdamaian. Hal ini bergantung kepada subjek pemeluk agama masing-masing dalam memahami nilai-nilai yang terkandung dalam agama. Serta interpretasi teks suci yang dilakukan.”

Kekerasan dan agama seolah menjadi dua kutub yang berbeda tapi saling berkaitan. Untuk lebih lanjut mendalami keterpautan keduanya atau logika keagamaan yang digunakan bisa dilihat dalam Bab-bab dalam buku Mark Jurgenmeyer bertajuk Teror in The Mind of God (2000).

Mark memberikan ilustrasi logika keagamaan yang digunakan oleh sejumlah pelaku teror dengan latar belakang berbagai agama. Seperti Islam, Kristen, Sikh, dan Yahudi.

Tidak Ada Agama yang Mengajarkan Kekerasan

Secara umum, Tidak ada satu pun agama yang menyuruh berbuat kekerasan dan kekacauan. Agama jelas merupakan risalah pembawa damai dan anti-kekerasan.

Tidak pernah sekalipun agama mengajarkan tindakan kekerasan, hanya saja dalam melakukan tindakan kekerasan ada sebagian yang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan agama. Cukup rumit rupanya mendedah hubungan keduanya.

Mari kembali lagi dan mengkritisi ungkapan tadi, dengan menanyakan ulang benarkah Islam yang demikian? Apakah mereka ‘yang baik’ atau ‘dianggap kaffah’ dengan menjadi seorang teroris?

Lengkap dengan ayatnya pula untuk dasar statement dan menyuruh mendatangkan ustaz dan kiai sebagai bentuk tantangan. Seolah menjadi legitimasi kebenaran apalagi dibubuhi ayat Alquran, semakin merasa sempurna sudah kebenaran pernyataan yang diungkapkan.

Memahami Konteks dari Teks Alquran dengan Keseluruhan

QS al-Anfal ayat 60;

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka, kekuatan apa saja yang kamu sanggup. Dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu), kamu yang menggetarkan musuh Allah.

Musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu. Dan kamu tidak dianiaya (dirugikan)” (QS. Al-Anfal: 60).

Jika dilihat sepintas, akan tampak berkesesuaian dari pernyataan yang diutarakan. Namun jauh panggang dari api pemahaman yang seharusnya dan berpotensi mengkaburkan konteks dari teks yang diambil. Kemudian dipaksa kontekstualisasinya dengan masa kini.

Boleh jadi nantinya dari majelis yang terselenggara itu tumbuh benih-benih terorisme dari kalangan jemaah. Untuk berlomba-lomba menjadi muslim yang baik dengan cara menjadi teroris, sampai-sampai akan terus meletus bom bunuh diri.

Pun melahirkan tindakan kekerasan lainnya yang menjadi teman hidup yang terus menemani kehidupan manusia.

Asbabun Nuzul QS al-Anfal: 60

Jika ditilik lagi dalam rangka memeroleh pemahaman yang lebih utuh dan prespektif yang lebih luas. Harusnya al-Anfal ayat 60 ini dikaitkan dan dilihat bersamaan dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya ayat 55-61, dan bagaiman latar belakang turunnya.

Ayat-ayat tersebut turun berkenaan dengan orang-orang kafir yang memerangi dan memusuhi nabi Muhammad, yaitu dari enam kabilah orang Yahudi. Saat itu mereka tengah mengadakan perjanjian agar diperkenankan tinggal di Madinah dengan tetap memeluk agamanya dan memberi jaminan keamanan bagi diri, keluarga, dan harta bendanya.

Hingga kesekian kalinya namun selalu saja menuai pengingkaran dari pihak Kabilah Yahudi tersebut. Entah dari bantuan pemasokan senjata untuk orang Quraisy di perang Badar, menghasut orang agar memerangi Rasul ketika terjadi perang Khandak. Serta salah seorang dari pemimpin datang ke Mekah untuk membuat perjanjian dengan orang Quraisy untuk bersama memerangi Rasul.

Kenapa kita tidak melirik dibalik pemberiaan maaf Nabi Muhammad atas pengingkaran yang dilakukan kabilah Yahudi? Padahal itu yang jelas-jelas mengancam nyawa Nabi dan para sahabat, dan tidak hanya dilakukan sekali, lho!

Apa iya dan mungkin, ada manusia sekarang yang jelas-jelas terancam nyawanya masih pula memaafkan lantaran budi luhur yang dimilikinya? Betapa pun ada, akan sangat langka ditemukan.

Islam Bukan Agama Teroris

Padahal jika kita mau mendedah satu persatu samudera ayat-ayat Alquran, akan banyak kita temukan ayat-ayat rahmah dibanding ayat-ayat perang-Nya. Ayat-ayat ampunan-Nya lebih kaya daripada ayat-ayat murka-Nya.

Jangankan membunuh dan menjadi seorang teroris yang sangat berpotensi melakukan tindakan tak terpuji tersebut. Membicarakan orang lain dari belakang (ghibah) saja tidak diperkenankan dalam Islam.

Islam melarangnya keras dengan mengilustrasikan sama halnya memakan daging saudaranya sendiri yang telah mati. (lihat, al-Hujarat ayat 12) Adakah yang sudi? Apalagi membunuh dan berebut menjadi teroris.

Mengapa kita tidak berlomba-lomba dalam kebaikan? Dengan seperangkat amal salih untuk kebaikan sesama menuju perdamaian yang dicita-citakan.

Bukan malah memicu pertikaian dengan mengambil sepenggal ayat yang dibutuhkan. Sekadar dijadikan bahan legitimasi kebenaran atas statemen yang dilontarkan.

Islam bukan agama teroris. Islam adalah risalah damai yang direpresentasikan Rasul dalam laku budi luhurnya dalam menebarkan kedamaian sebagai rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bi al-shawab

Ali Yazid Hamdani

https://hidayatuna.com/

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *