Bahaya Penyebaran Virus Corona di Kamp Penahanan Muslim Uighur
HIDAYATUNA.COM – Beberapa minoritas Muslim Uighur yang tinggal jauh dari kampung halamannya telah membunyikan alarm atas resiko penyebaran virus corona di kamp-kamp pengasingan yang berada di Xinjiang, sebuah wilayah dimana kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengatakan adanya ratusan ribu Muslim Uighur yang telah ‘ditahan’ oleh pemerintah Beijing (Ibukota China).
Sejauh ini, melihat angka resmi yang telah dikeluarkan oleh media pemerintah, tidak memberikan alasan bagi mereka (China) untuk merasa khawatir atas bahaya penyebaran wabah COVID-19 (virus corona) di wilayah Xinjiang, yang juga merupakan rumah bagi warga minoritas Muslim Uighur.
Menurut pemerintah China, wilayah itu berada jauh dari pusat penyebaran virus, dan sampai saat ini hanya ada 55 kasus yang telah dilaporkan. Dan menurut media resmi, pasien yang pertama kali terkena virus corona di wilayah tersebut telah sepenuhnya pulih dan meninggalkan rumah sakit.
Perlu diketahui, hingga saat ini sudah ada lebih dari 1.100 orang yang telah meninggal di China karena wabah virus corona, meskipun sebagian besar dari jumlah kematian dan infeksi itu terjadi di provinsi Hubei, yang ibukotanya, Wuhan, adalah pusat penyebaran awal dari virus tersebut.
Tetapi perwakilan dari Muslim Uighur yang tinggal di luar negeri tetap memperingatkan adanya alasan nyata untuk merasa takut akan terjadinya penyebaran virus corona secara cepat di kamp-kamp pengasingan milik China yang kontroversial.
Menurut mereka, virus corona menyebar dari orang ke orang melalui tetesan air yang tersebar melalui proses bersin ataupun batuk, dan tindakan mengurung sekelompok besar orang dalam satu tempat, yang mungkin tanpa adanya akses memadai ke air maupun sabun pembunuh kuman, akan semakin meningkatkan kemungkinan penyebaran wabah virus tersebut.
Menurut beberapa LSM dan para ahli, sampai saat ini China telah ‘menahan’ sekitar satu juta Muslim Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya di kamp-kamp pengasingan yang terletak di Xinjiang.
Beijing (ibukota China) sendiri telah berulang kali menegaskan bahwa kamp-kamp pengasingan itu adalah ‘pusat pelatihan kejuruan’ yang diperlukan dalam upaya memerangi bahaya ‘terorisme’.
“Orang-orang mulai merasa panik. Keluarga kami ada di sana, berurusan dengan kamp-kamp (pengasingan) dan virus (corona), dan kami tidak tahu apakah mereka punya cukup makanan atau apakah mereka punya masker,” kata Dilnur Reyhan, seorang sosiolog di Prancis yang berasal dari etnis Uighur.
Sebuah petisi yang berisi tentang desakan penutupan kamp-kamp pengasingan di Xinjiang yang bertujuan untuk mengurangi ancaman virus corona telah diposting di website Change.org, sampai saat ini petisi itu telah ditandatangani oleh lebih dari 3.000 orang.
Di media sosial juga telah bermunculan kampanye dengan hashtag seperti #VirusThreatInThecamps dan # WHO2Urumqi, yang bermaksud untuk mendesak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengirim delegasinya ke kota Xinjiang.
“Kita tidak harus menunggu sampai adanya berita ratusan kematian terkait virus corona di kamp-kamp (pengasingan) itu sebelum kita bereaksi,” kata petisi di web Change.org itu.
“Ketika China terus berjuang untuk menahan virus di Wuhan, kita dapat dengan mudah berasumsi bahwa virus akan dengan sangat cepat menyebar ke seluruh kamp-kamp (pengasingan) dan akan mempengaruhi jutaan orang jika kita tidak membunyikan alarmnya sekarang,” lanjut isi petisi tersebut.
Sampai saat ini, otoritas regional di Xinjiang masih belum menanggapi pertanyaan dari kantor berita AFP tentang tindakan apa yang telah diambil untuk mencegah penyebaran virus corona di kamp-kamp pengasingan yang berada di wilayah mereka.
The World Uyghur Congress (WUC), salah satu dari beberapa kelompok yang mewakili warga Uighur di luar China, mengatakan bahwa mereka sangat prihatin tidak adanya langkah-langkah yang diambil untuk membatasi penyebaran virus ini secara lebih jauh, virus itu dapat dengan cepat menginfeksi sejumlah besar orang yang berada di Xinjiang.
“Orang-orang ini berada dalam kondisi yang rentan dan melemah akibat perlakuan buruk dan penganiayaan dari pemerintah China,” kata Presiden dari WUC, Dolkun Isa.
“Hal ini semakin memperparah penderitaan dari orang-orang Uighur, karena teman-teman dan keluarga kita (yang disana) saat ini berada dalam bahaya yang lebih besar lagi,” tambahnya.
Seorang ahli imunologi dari Prancis, Norbert Gualde, mengatakan bahwa tidaklah mungkin untuk ‘bisa tahu dan bercerita secara pasti tentang kondisi saat ini dari Muslim Uighur dan tahanan lainnya yang tinggal di kamp-kamp pengasingan milik China’.
“Ada alasan bagus untuk berpikir bahwa (situasi) ‘penahanan’ mereka identik dengan pergaulan bebas, tekanan, dan ketakutan, yang semua itu adalah keadaan yang mendukung bagi penularan virus di antara mereka yang diwajibkan tetap berada di dalam penjara tersebut,” katanya. (Aljazeera.com)