U’jubah Zaman dalam Kebohongan

 U’jubah Zaman dalam Kebohongan

U’jubah Zaman dalam Kebohongan (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sayyid Ahmad bin Shiddiq al-Ghumari menceritakan bahwa di Iskandariyah ada seorang lelaki yang berasal dari Marakesy – Maroko.

Ia mengaku sebagai keturunan Imam Hasan bin Ali ra. Ia juga mengaku sebagai putera tertua Sayyid Abdussalam Thanjah.

Orang ini sangat ‘mengagumkan’ dalam kebohongan. Ia juga sangat fasih dan pandai bicara.

Seandainya ada perlombaan ‘para pendusta’ sedunia, ia pantas menjadi juara.

Bohongnya tak habis-habis dan ia tak pernah merasa malu atau ragu sedikitpun dalam melakoni itu.

Ia bercerita pada kami, padahal kami juga dari Maroko sepertinya- bahwa ia telah berperang melawan Perancis selama 25 tahun.

Padahal ia pindah ke Iskandariyah sebelum penjajahan Perancis terjadi. Ia juga mengaku pernah belajar di Berlin – Jerman.

Bahkan ia satu kelas dengan Raja Jerman saat ini. Tak hanya itu, ia mengaku pernah menampar Raja Jerman yang saat itu menjadi teman kelasnya.

Ia pernah dikejar pencuri. Ia hadapi mereka seorang diri. Tak kurang 40 orang dari mereka yang berpindah alam karena keberaniannya.

Keesokan harinya semua koran memberitakan tentang dirinya. Polisi mencari-cari dirinya tapi tak berhasil menemukan persembunyiannya.

Kalau disebut nama seseorang di depannya ia bisa langsung menyebutkan nasab orang itu sampai ke Nabi Adam tanpa ragu sama sekali seolah-olah ia sedang membaca al-Fatihah.

Anehnya sebagian orang Mesir ada yang percaya padanya dan menyebutnya sebagai al-Hafizh an-Nassabah.

Ia sering datang ke rumahku di Kairo. Terkadang ia menginap sampai tiga hari. Selama tiga hari ia membual siang malam.

Ia hanya berhenti ketika makan dan tidur saja. Dan kami hanya bisa tidur beberapa saat sebelum fajar.

Suatu kali aku membaca Shahih Bukhari bersama ulama-ulama Azhar di rumahku. Ia juga hadir.

Setelah kami selesai sekitar pukul 10 pagi, ia mulai mengambil alih pembicaraan. Ia bercerita kalau ia pernah bermimpi bertemu Rasulullah Saw.

Ia terus bercerita sampai azan zuhur. Ia menutup ceritanya dengan mengatakan bahwa Rasulullah Saw berkata padanya dalam mimpi itu:

“Beri aku ijazah, anakku!”

Ia berkata bahwa pada mulanya ia keberatan. Tapi Rasulullah Saw terus saja mendesak.

Akhirnya ia berkata, “Aku ijazahkan engkau wahai Rasulullah!”.

Ia sempat menawarkanku untuk diberi ijazah tapi aku menolak karena aku bukan seorang pendusta dan tidak ingin dapat ijazah dalam kebohongan.

Saat kami berdiskusi tentang Shahih Bukhari bahwa ada lebih kurang 70.000 orang yang mendengarkan Shahih Bukhari, namun yang sampai kepada muta`khirin hanya tiga atau empat riwayat saja.

Ia menyanggah, “Bagaimana mungkin? Saya meriwayatkan Shahih Bukhari dari 90.000 jalur.”

Ia tambah 20.000 jalur. Ia bahkan dengan berani mengatakan,

“Semua nama perawi 90.000 jalur ia sudah saya tulis dalam dua jilid besar. Kalau engkau sempat datang ke Iskandariyah nanti saya perlihatkan.”

Beberapa waktu kemudian, saya lewat di salah satu pasar Kairo. Saya melihat orang itu duduk di sebuah kedai.

Di sekitarnya ada sekitar enam atau tujuh orang yang tengah menyimak bualannya. Aku penasaran dan ikut duduk bersama mereka.

Di antara yang duduk ada seorang alim Azhari. Alim Azhari ini melontarkan pertanyaan seputar hadits:

ساقي القوم آخرهم شربا

Artinya:

“Yang memberi minum sebuah kaum seharusnya yang paling terakhir minum.”

Orang itu menjawab, “Itu perkataan hikmah, bukan hadits.

“Aku pura-pura tidak mendengar jawabannya. Lalu aku mendekat pada alim azhari itu.

Aku bertanya padanya, “Apa yang engkau tanyakan pada tuan itu?”

Ia menjawab, “Tentang hadits saqil qaum…”.

Aku berkata, “Hadits itu ada dalam Shahih Muslim.”

Sepertinya ia mendengar penjelasanku pada alim Azhari. Tiba-tiba ia berkata, “Ya, dari hadits Mughirah bin Syu’bah…”

Ia pun melanjutkan kebohongannya tentang perawi hadits tersebut setelah tadi ia mengatakan kalau ini bukan hadits.”

Di akhir cerita Sayyid Ahmad bin Shiddiq berkata: “Nawadir (hal-hal unik) orang ini bisa ditulis dalam beberapa jilid. Semoga Allah Swt merahmatinya dan mengampuninya, Amiin.”

Seandainya orang itu hidup di zaman ini mungkin ia akan lebih terkenal dari sosok yang saat ini viral di media sosial dengan bahasanya yang unik dan lucu. []

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *