Sabilillah dalam Bab Zakat
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sabilillah sebagai penerima zakat dalam definisi standar 4 mazhab adalah para prajurit yang berperang secara sukarela tanpa mendapat gaji dari negara.
Jadi, artinya spesifik untuk mereka para pejuang gratisan saja, tidak termasuk yang lain, bahkan tentara yang digaji oleh negara saja tidak masuk kriteria penerima zakat.
Namun Imam Qaffal dan segelintir pengikutnya berfatwa bahwa sabilillah dapat diperluas maknanya pada semua sabilul khair (jalan kebaikan) sehingga mencakup ulama, guru ngaji, pembangunan masjid, madrasah dan banyak lainnya. Ini adalah pendapat yang sangat lemah.
Salah satu kritik terbaik pada segelintir ulama yang memperluas arti sabilillah hingga mencakup semua sabilul khair tersebut adalah fakta bahwa Allah membatasi penerima zakat hanya pada 8 golongan saja.
Apabila sabilillah dibuat umum, maka penerima zakat tidak lagi berjumlah delapan tapi bisa ratusan bahkan mungkin ribuan golongan.
Anak yatim, janda, manula, lembaga sosial, dan lainnya masuk semua. Lalu gugurlah ayat berikut:
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَـٰتُ لِلۡفُقَرَاۤءِ وَٱلۡمَسَـٰكِینِ وَٱلۡعَـٰمِلِینَ عَلَیۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِی ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَـٰرِمِینَ وَفِی سَبِیلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِیلِۖ فَرِیضَةࣰ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِیمٌ حَكِیمࣱ
Artinya:
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk (yang berjihad) di jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana.” (Q.S. At-Taubah ayat 60)
Kata إنما dalam ayat itu berarti “hanya” yang artinya itu merupakan batasan. Selain itu tidak ada yang masuk.
Lah ini kok malah memasukkan segalanya maka jelas pertentangannya dengan firman Allah tersebut.
Adapun guru ngaji, guru madrasah, Kyai dan Ustad di kampung-kampung yang biasanya menerima zakat fitrah, maka hampir seluruhnya sah diberi zakat tetapi bukan atas nama sabilillah tetapi atas nama orang miskin.
Rata-rata mereka adalah pejuang agama yang hidup sederhana sehingga masuk pada kategori miskin.
Kalau tidak miskin, maka mereka akan menolak menerima zakat sebab sama sekali tidak berhak.
Mana ada orang yang merasa dirinya kaya dan berkecukupan lalu mau menerima santunan beras yang tidak seberapa?
Yang bukan tokoh agama saja biasanya malu dan menolak, masak iya yang mengaku tokoh agama malah pengen dikasih sambil memperjuangkan pendapat yang dhaif agar jatah beras beberapa kilogramnya aman? Semoga bermanfaat. []