Perempuan Menjadi Imam Salat?

 Perempuan Menjadi Imam Salat?

Membincang Doa, Shalat dan Shalawat (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Salat merupakan ibadah yang disyari’atkan oleh Allah, di mana bentuk dan amalannya sudah ditetapkan. Termasuk menjadikan imam seorang laki-laki sebagai syarat sahnya salat berjemaah.

Ketetapan dalam salat bukanlah bentuk mengunggulkan posisi laki-laki, bukan pula merendahkan posisi perempuan. Akan tetapi menjadi bentuk ketundukan kepada apa yang disyari’atkan Allah.

Agama Islam sangat menghormati kedudukan perempuan, termasuk salah satu penghormatannya yaitu mencegah seorang perempuan memimpin salat untuk laki-laki. Persoalan perempuan memimpin salat dapat dilihat dari dua sudut pandang.

Pertama, Sudut pandang realitas praktis umat Islam yang sudah diterapkan dan berlangsung dari zaman ke zaman. Kedua, warisan yurisprudensi dan realitas teoritis.

Berkenaan dengan realitas praktis, kita dapat melihatnya dari praktIk beragama umat Islam di seluruh penjuru dunia, baik di Timur maupun Barat. Juga para ulama terdahulu yang hampir sepakat jika perempuan tidak diperbolehkan azan, tidak boleh memimpin salat jemaah dan tidak boleh pula memimpin salat Jumat untuk laki-laki.

Bahkan ketika perempuan menjadi pemimpin tertinggi suatu pemerintahan, misalnya Shajarat Al-Durr yang menjadi pemimpin Dinasti Mamluk. Meskipun berkedudukan sebagai kepala negara, Ia tidak pernah memimpin laki-laki dalam salat Jumat.

Menurut Hukum Fikih

Sementara itu, jika ditinjau dari realitas teoritis kita dapat merujuk kepada nash-nash Syariah dan warisan hukum-hukum fikih Islam. Ada dua hadis yang berhubungan dengan persoalan ini, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Waraqa bin Al-Harits:

حديث ورقة بنت عبد الله بن الحارث :  أن النبي – صلى الله عليه وسلم – جعل لها مؤذنًا يؤذن لها، وأمرها أن تَؤم أهل دارها

Artinya: “Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjadikan muadzin untuk mengumandangkan azan, dan memerintahkannya untuk memimpin orang-orang di rumahnya.”

Dalam hadis ini diceritakan bahwa Rasulullah Saw sewaktu berkunjung ke rumah Ummu Waraqa bin Al-Harits mengangkat seorang muazin yang sudah lanjut usia khusus untuknya. Ummu Waraqah sendiri menjadi imam. Hadis ini kerapkali dijadikan dasar untuk bolehnya perempuan menjadi imam salat laki-laki.

Hadits kedua, Jaber bin Abdullah dalam riwayatnya tentang salah satu khutbah Nabi – Shallallahu ‘alaihi wa sallam – di mana Rasulullah bersabda:

لاتؤمن امرأة رجلا ولا أعرابي مهاجر ولا یؤمن فاجر مؤمنا إلا أن يقهره بسلطان يخاف سيفه وسوطه

Artinya : “Jangan sekali-kali perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki, orang Badui bagi orang Muhajir, dan orang jahat bagi orang mukmin kecuali dia manakhlukkannya dengan otoritas, dia takut pedang dan cambuknya.”

Menurut Ulama Mazhab

Para ulama dari empat mazhab, bahkan delapan mazhab dan tujuh ahli hukum Madinah telah sepakat untuk melarang seorang wanita memimpin salat wajib. Bahkan salatnya orang yang salat di belakangnya pun tidak sah.

Larangan perempuan menjadi imam salat sesuai perintah menundukkan pandangan bagi laki-laki maupun perempuan beriman, dan perintah menutup aurat. Kita ketahui bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Maka dari itu, Allah memerintahkan para perempuan untuk berdiri di belakang barisan pria. Hal itu karena jika seorang perempuan tersebut sujud, maka tubuh wanita dapat terlihat dan dibuka.

Selain itu, jika perempuan menjadi imam, konsentrasi (kekhusyuan) jemaah laki-laki dalam salat dapat terganggu dengan suara merdu sang imam. Terlebih jika sang imam perempuan itu memiliki wajah yang cantik. Bukankah dalam agama Islam ada klausul yang menyatakan bahwa suara perempuan itu adalah aurat.

Namun ada juga ulama yang memperbolehkan yaitu Abu Tsaur, Ibnu Jarir al-Thabari, dan Imam al-Muzani. Mereka mendasarkan pendapatnya kepada hadis yang menceritakan Ummu Waraqah. Meskipun memang tidak didukung oleh fakta sejarah yang jelas.

Berkaitan dengan masalah di atas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan haram hukumnya dan tidak sah perempuan menjadi imam salat berjemaah, yang di antara makmumnya adalah laki-laki.

Dasarnya yaitu Surah An-Nisa ayat 34, yang menjelaskan kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan karena Allah SWT. telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian lainnya. Juga hadis yang diriwayatkan Bukhari menyebutkan barisan paling baik untuk perempuan adalah yang terakhir dan terburuk adalah barisan pertama.

 

Sumber:

Dr. Ali Gomaa. 2014. Perempuan Menjadi Imam Salat.

  1. Nasir Maidin, PEREMPUAN MENJADI IMAM SHALAT (Kajian Hukum dalam Perspektif Hadis). Jurnal Al-Maiyyah, Volume 9 No. 1 Januari-Juni 2016

 

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *