Muawiyah bin Abi Sufyan, Raja Pertama Pemerintahan Islam
HIDAYATUNA.COM – Muawiyah bin Abi Sufyan adalah salah satu sahabat nabi dan sekaligus sebagai penulis wahyu (Alquran). Beberapa kalangan mengatakan jika Muawiyah lahir 4 tahun sebelum masa kenabian. Bapaknya adalah Abu Sufyan bin Harb dan ibunya adalah Hindun binti Utbah.
Muawiyah bin Abi Sufyan masuk Islam ketika peristiwa fathu Makkah, bersama dengan bapak dan Ibunya. Selepas masuk Islam, dia menjadi salah satu sahabat besar karena merupakan penulis Alquran.
Dasar Nabi Muhammad menyuruh Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai penulis Alquran adalah karena kepintarannya dan juga sikapnya yang jujur. Muawiyah juga salah satu tokoh pemimpin penting dalam Islam.
Setelah masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin berakhir, maka pemerintah kemudian diambil alih oleh Muawiyah. Dikenal sebagai raja pertama dalam pemerintahan Islam, bukan hanya raja biasa melainkan raja yang selalu berpegang teguh pada ajaran Alquran dan Sunah Nabi.
Raja Pertama Islam yang Jujur
Muawiyah bin Abi Sufyan adalah salah satu pemimpin Islam yang memiliki keutamaan dan diridhoi oleh Nabi Muhammad. Hal ini seperti yang disabdakan Nabi, “Ya Allah, jadikanlah dia pemberi petunjuk yang terbimbing dengan petunjuk, dan berikanlah petunjuk (kepada orang lain), karena Muawiyah.”
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitabnya, dan Tirmidzi dalam kitab Hadisnya. Para ulama mengatakan jika hadis tersebut adalah shahih. Sebagian kalangan tentu akan mengkritik ia karena peralihan kekuasaannya tidak dilakukan secara mulus.
Bahkan dalam peralihan kekuasan tersebut terjadi beberapa pertempuran. Tetapi, proses peralihan kekuasaan tersebut harus dimaknai sebagai proses politik, tanpa mengesampingkan keutamaan para sahabat yang terlibat di dalamnya.
Terlebih dia, salah satu penulis wahyu Alquran pada masa nabi maka sudah semestinya dia bersifat jujur. Di kala menjabat sebagai pemimpin umat Islam, ia juga bersikap adil.
Sosoknya yang jujur dan adil juga bisa dilacak ketika masa khalifah Umar bin Khattab. Pada masa itu, Muawiyah bin Abi Sufyan ditunjuk sebagai Gubernur di Damaskus.
Penunjukan itu menandakan Muawiyah sebagai orang yang adil. Sebab pada masa Khalifah Umar bin Khattab semua pejabatnya harus lewat seleksi dari khalifah yang dikenal tegas dan berlaku keras jika pejabatnya berlaku salah.
Muawiyah bin Abi Sufyan bahkan juga tetap menjadi gubernur Damaskus ketika masa pemerintahan Khalifah Usman Bin Affan. Pada masa Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi pemimpin Islam banyak kemajuan pesat yang didapatkan oleh pemerintahan Islam, termasuk dalam ranah pendidikan, agama, sains dan lainnya.
Muawiyah bin Abi Sufyan seperti dipercaya oleh sebagian kalangan dikatakan sebagai Raja pertama dalam pemerintahan Islam. Seorang raja yang selalu menjalankan perintah dari Nabi Muhammad dan Allah. Di tanganya pemerintahan Islam memiliki sistem birokrasi yang rapi layaknya Kerajaan Bizantium.
Meneladani Sifat Jujur
Muawiyah bin Abi Sufyan adalah pemimpin Islam, dan hal ini juga dikatakan oleh Nabi: ”Sesungguhnya anakku ini adalah Sayyid, dan Allâh akan mendamaikan dengan sebabnya antara dua kelompok besar dari kaum Muslimin.”
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab hadisnya. Anakku dalam hadis diatas adalah Imam Hussan bin Ali, sementara dua kelompok besar umat Islam adalah dari kelompok Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Hadis di atas juga menggambarkan secara tersirat jika Muawiyah bin Abi Sufyan adalah juga termasuk umat Muslim, dia masih tetap dalam Islam. Pertikaian antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan adalah perkara politik, tidak mempengaruhi keislaman mereka.
Lalu teladan apa yang bisa kita ambil dari sosok Muawiyah Bin Abi Sufyan tersebut, pertama adalah sikap jujurnya. Muawiyah adalah salah satu sahabat yang jujur, ini terbukti dia sebagai salah satu penulis Alquran pada masa nabi masih hidup.
Sikap jujur ini perlu kita terapkan dalam kehidupan. Teladan yang kedua adalah perkataan dari Muawiyah bin Abi Sufyan sekaligus sebagai motto dalam hidupnya, yakni “aku tidak akan menggunakan pedangku selama cambukku masih cukup, aku tidak akan menggunakan cambukku selama lidahku masih bisa mengatasi.”
Dari kalimat itu kita mengetahui jika Muawiyah bin Abi Sufyan adalah salah satu sosok sahabat yang lemah lembut. Lewat kalimat tersebut kita bisa mengambil pelajaran, untuk tidak melakukan kekerasan dalam menegakkan kebenaran, jika perkataan bisa mengatasi maka jangan menggunakan pedang (kekerasan).