Mengenal Kisah Sahabat Nabi Muhammad: Abu ‘Ubaidah bin Jarrah

 Mengenal Kisah Sahabat Nabi Muhammad: Abu ‘Ubaidah bin Jarrah

Mengenal Kisah Sahabat Nabi Muhammad: Abu ‘Ubaidah bin Jarrah

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Nama Abu ‘Ubaidah bin Jarrah disebut dalam suatu riwayat hadis berikut ini:

“Di setiap umat ada seorang laki-laki yang patut dipercaya, dan orang yang dapat dipercaya oleh umat ini adalah Abu ‘Ubaida bin Jarrah.” (HR. Bukhari: 3744, Muslim: 2419)

Beginilah Nabi Muhammad memuji Abu ‘Ubaidah bin Jarrah ini. Abu ‘Ubaidah memeluk Islam melalui tangan Abu Bakar pada awal fajarnya di Makkah.

Apalagi dia adalah salah satu Sahabat yang bermigrasi ke Abyssinia bersama delegasi kedua. Dia berperang di semua peperangan bersama Nabi Muhammad.

Sifat dapat dipercaya menjadi ciri kuatnya dan berkembang di bawah bimbingan Nabi Muhammad.

Abu Ubaida tidak hanya setia tetapi ia memiliki rasa tanggung jawab yang kuat terhadap Nabi Muhammad.

Pada masa perang Uhud, beliau merasakan adanya potensi ancaman terhadap kehidupan Nabi Muhammad.

Oleh karena itu, sepanjang pertempuran dia terus mengawasinya. Ketika pertempuran mencapai titik paling sengitnya, Abu ‘Ubaidah adalah orang pertama yang mencapai Nabi Muhammad ketika anak panah itu mengenainya dan melindunginya dari bahaya lebih lanjut.

Dua cincin surat Nabi Muhammad telah menembus pipinya dan dia mengeluarkan darah.

Dalam salah satu riwayat Abu Bakar menceritakan seluruh peristiwa tersebut, menjelaskan bagaimana Abu ‘Ubaidah bersikeras menjadi orang yang membantu Nabi Muhammad.

Abu ‘Ubaidah menggunakan giginya untuk mencabut surat dan pada saat yang sama ia kehilangan gigi atasnya saat mencabut surat pertama dan gigi depan bawah saat mencabut surat kedua, disebutkan dalam kitab Al Mustadrak : 3/266.

Namun kisah keberaniannya tidak berhenti sampai di sini; di manapun dia diberi suatu kewajiban dia melakukannya dengan jujur ​​dan tekun.

Abu ‘Ubaidah diutus ke pertempuran Khabat sebagai komandan atas perintah Nabi Muhammad.

Ekspedisi tersebut tidak memiliki sarana tambahan kecuali sekantong kurma. Hal ini tidak menggoyahkan para sahabat dalam misi mereka.

Sebaliknya, ketika kurma sudah habis, mereka akan meremukkan daun-daun yang layu dan menelannya dengan air untuk memuaskan rasa lapar mereka.

Satu-satunya tujuan mereka adalah mencapai apa yang diminta Nabi mereka dari mereka. Oleh karena itu, ekspedisi tersebut kemudian dikenal dengan nama Al -Khabat (perjuangan).

Umar bin Khattab berkata tentang dia di ranjang kematiannya,

“Jika Abu ‘Ubaidah Ibn Jarrah masih hidup, saya akan mempercayakan kepadanya kekhalifahan, dan jika Allah bertanya kepada saya tentang dia, saya akan mengatakan, saya menyerahkan kekhalifahan kepada Allah yang dapat dipercaya dan Nabinya ﷺ, Abu ‘Ubaidah Ibnu Jarrah.”

Pernyataan sebelumnya tidak berarti bahwa Sahabi agung ini tidak dianugerahi jabatan penguasa.

Sebaliknya Abu Ubaida mendapat kehormatan menjadi panglima tertinggi, pemimpin tentara muslim terbesar yang pernah ada dan penguasa tercinta di Suriah.

Namun gelar dan jabatan tinggi tersebut tidak berarti apa-apa bagi Abu Ubaida.

Dia terus menjadi orang yang rendah hati dan sederhana seperti sebelum dia kaya.

Suatu ketika Umar bin Khattab menjenguknya saat ia menjabat gubernur Syam, rumahnya tidak mempunyai perabotan apa pun, apalagi kamar tidurnya hanya terdapat pedang, tas sadel, dan perisai.

Ketika Umar bertanya mengapa dia tidak menyimpan satupun perabot di rumahnya?

Dia hanya menjawab bahwa dia punya ruang untuk tidur dan itu sudah cukup baginya.

Kabar kematiannya membuat sedih Umar ra, yang saat itu adalah amirul mu’minin.

Beliau diriwayatkan pernah berkata,

“Jika aku membuat sebuah permohonan, aku pasti menginginkan sebuah rumah yang penuh dengan laki-laki seperti Abu ‘Ubaidah.” []

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *