Mahaguru Pesantren, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan

 Mahaguru Pesantren, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan

HIDAYATUNA.COM – Syaikhona Muhammad Kholil al Bangkalani atau yang terkenal dengan nama “Syaikh Kholil Bangkalan” lahir pada 11 Jumadil Akhir 1235 H atau bertepatan dengan bulan Maret 1820 M. Beliau lahir di Kampung Senenan, desa Kemayoran, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Syaikhona Kholil merupakan salah satu ulama besar Nusantara, yang sampai kini masih dikenang oleh masyarakat luas. Beliau tidak hanya dikenal karena pengetahuan ilmunya yang luas, tetapi juga karamahnya. Syaikhonan Kholil atau kerap disapa Mbah Kholil ini memiliki nama lengkap al Amin al Allamah asy Syaikh Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al Bangkalani al Maduri al Jawi asy Syafi’i.

Syaikhona Kholil adalah seorang dari enam ulama yang memiliki kontribusi sangat besar dalam penyebaran keilmuan Islam di Indonesia. Keenam ulama besar tersebut adalah Syaikhona Muhammad Kholil al Bangkalani, Syaikh Ahmad Khatib al Minangkabawi, Syaikh Nawawi al Bantani, Syaikh Mahfudz Termas, Syaikh Abdul Karim al Bantani dan Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy’ari. Tak hanya mumpuni di bidang keilmuan, Syaikhona Kholil juga merupakan ulama kharismatik yang banyak didatangi oleh para pemburu ilmu dari berbagai penjuru Nusantara.

Ayahnya bernama K.H Abdul Lathif. Beliau mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Djati, kakeknya adalah Kiai Hamim, putra Kiai Abdul Karim bin Kiai Muharram bin Kiai Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman merupakan cucu dari Sunan Gunung Djati. K.H Abdul Lathif sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin umat, sebagaimana nenek moyangnya. Seusai mengadzani telinga kanan dan mengiqamati telinga kiri sang bayi, K.H Abdul Latif memohonkan doanya tersebut kepada Allah SWT.

Pendidikan

Sejak kecil Syaikhona Kholil sudah terbiasa hidup dalam lingkungan pesantren. Sang ayah mengajarkannya cara membaca AL-Qur’an, berbagai ilmu agama Islam, dan kerap mengajak Syaikh Kholil menghadiri acara seperti Diba’an (pembacaan sejarah ringkas Nabi Muhammad SAW).

Sejak kecil pula, Syaikhona Kholil sudah dididik oleh orang tuanya dengan sangat ketat, terutama oleh ayahnya. Bakat istimewa Syaikh Kholil pun sudah ditunjukkannya antara lain beliau sudah mampu menghafal dengan baik seribu bait nazam dari kitab Alfiyah, ilmu Nahwu karya Ibnu Malik. Selain itu, beliau juga sangat suka dan cepat menguasai materi ilmu Fiqih dan Nahwu.

Saat usianya beranjak remaja, sang ayah mengirim beliau ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Banyak sekali pesantren yang ia singgahi dan mendapatkan ilmu, bahkan setelah menikah, Syaikhona Kholil pun masih memutuskan untuk menimba ilmu ke Tanah Suci Mekkah. Untuk berangkat ke sana, beliau beliau rela menabung uang selama menyantri di Banyuwangi. Bahkan terkadang ia juga sering berpuasa. Hal itu dilakukannya bukan untuk menghemat uang, tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT agar ia selamat dalam perjalanannya.

Pada tahun 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh tahun, Syaikhona Kholil berguru kepada Kiai Muhammad Nur di Pesantren Nur di langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari langitan, ia pindah ke Pesantren Keboncandi, ia juga belajar pada Kiai Nur Hasan yang menetap di Sidogiri. Dengan mendapatkan ilmu, Syaikh Kholil rela melakukan perjalanan jauh setiap hari. Dalam perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tidak pernah lupa membaca surah Yasin. Hal ini dilakukannya hingga ia khatam 41 kali.

Syaikhona Kholil juga mondok di Pesantren Minhajul Tullab, Genteng, Banyuwangi. Setibanya di sana, ia mendapati bahwa di sekeliling pesantren banyak ditumbuhi pohon kelapa. Rupanya, pengasuh pesantrennya, yakni Kiai Ahmad Basyar,  banyak menanam pohon kelapa untuk menghidupi keluarganya.

Saat menjadi santri, Syaikhona Kholil juga sempat menjadi buruh di kebun kelapa. Namun, Syaikh Kholil tidak menggunakan upahnya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Ia menyimpan upahnya dalam peti yang akan diberikan kepada kiainya. Sementara untuk biaya makan tiap hari, ia menjalani kehidupan yang memprihatinkan. Terkadang ia mengisi bak mandi, mencuci pakaian dan piring. Ia juga sering menjadi guru masak bagi teman-temannya. Karena pekerjaannya itu, Syaikhona Kholil mendapatkan makan gratis untuk bertahan hidup.

Lama kelamaan uang yang ditabung semakin banyak. Setelah dihitung, jumlahnya telah mencukupi untuk digunakan sebagai ongkos perjalanan ke Makkah. Pesantren di Banyuwangi ini menjadi penutup perjalanan intelektualnya selama di Indonesia. Setelah merasa cukup menimba ilmu di pesantren, Syaikhona Kholil memutuskan hijrah ke Tanah Suci Makkah untuk memperdalam ilmu. Uang simpanannnya yang dipersembahkan untuk kiainya dikembalikan lagi kepada Syaikh Kholil sebagai bekal belajar di Makkah. Syaikh Kholil sebagai juga meminta restu kepada kakak perempuannya, Nyai Maryam.

Dalam perjalanannya ke Makkah, ia tidak pernah berhenti berpuasa dan berdzikir. Ia selalu dalam keadaan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di siang hari ia membaca AL-Qur’an dan shalawat, dan di malam hari dijalaninya dengan wirid dan taqarrub kepada Allah SWT. Setelah tiba di Makkah, ia langsung bergabung dengan teman-temannya yang berasal dari Indonesia. Di Makkah, Syaikhona Kholil tidak mengubah pola hidupanya. Ia masih tetap hidup sederhana dan prihatin seperti saat ia menimba ilmu di pesantren.

Syaikhona Kholil sering mendatangi ulama besar di Makkah untuk menimba ilmu. Hal itu dilakukannya selama empat tahun. Cara belajar Syaikh Kholil membuat teman-temannya dan ulama besar di Nusantara heran. Gaya belajarnya terbilang unik dan aneh. Untuk mencatat pelajaran, ia menulis di baju yang dipakainya. Setelah berhasil menghafal dan memahami pelajarannya, ia mencuci bajunya hingga hilang tulisannya.

Cara belajar yang unik ini memang hanya dapat dilakukan oleh Syaikhona Kholil dan merupakan salah satu karamah yang dimilikinya. Tiga ulama besar Indonesia yang menjadi teman seangkatannya di Makkah, yakni Syaikh Nawawi al bantani, Syaikh Akhmad Khatib al Minangkabawi, dan Syaikh Ahmad Yasin al-Fadani.

Di Makkah, beliau mempelajari banyak ilmu, baik ilmu zahir maupun batin. Beberapa disiplin ilmu yang dipelajarinya antara lain, ilmu zahir, seperti Tafsir, Hadist, Fiqih dan Nahqu. Kemudian ilmu batin yang dipelajarinya dengan cara mendatangi guru-guru spiritualnya. Salah satu guru spiritualnya adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambas Ibnu Abdul Ghofar yang tinggal di Jabal Qubais. Dari gurunya inilah beliau mendapatkan pelajaran batin tarekat Qadariyyah dan Naqsyabandiyah.

Setelah puas menuntut ilmu di Makkah, Syaikhona Kholil kembali ke Bangkalan. Di sana beliau tak langsung mengajarkan ilmu yg sudah ia dapat. Ia terlebih dahulu bekerja sebagai Adipati Bangkalan sebagai penjaga malam. Ia memutuskan untuk bekerja karena belum memiliki konsep yang matang untuk mengajarkan ilmunya. Tak lama kemudian, ia beralih tugas sebagai pengajar keluarga Adipati karena kepiawaiannya dalam urusan agama.

Sejak saat itu, nama Syaikhona Kholil mulai dikenal, dihormati dan dicintai sebagai ulama. Kemudian ia dinikahkan dengan putri kerabat Adipati yang bernama Nyai Assek pada 30 Rajab 1278 H.

Raden Ludrapati sangat menghormati Syaikhona Kholil karena memiliki ilmu yang luas. Raden Ludrapati memberinya hadiah berupa sebidang tanah di Desa Jangkibun. Syaikh Kholil membangun rumah dan pesantren di tanah tersebut. Sejak itu, ia mulai menerima santri sambil masih mengajar di keraton Adipati. Semakin lama, pesantrennya memiliki murid dari berbagai penjuru Indonesia. Syaikh Kholil adalah sosok ulama yang memiliki ilmu yang sangat luas. Ulama yang sudah menghafal Al-Qur’an 30 juz sejak di Indonesia ini juga dikenal karena keluasan ilmu dalam Fiqih, ilmu alat (gramatikal bahasa Arab) dan tarekat. Bahkan ia juga dikenal karena kemampuan waskitanya, weruh sak durunge winarah (tahu sebelum terjadi).

Di Indonesia, ada kurang lebih 6.000 pesantren yang terus berkhidmat dalam kehidupan bangsa dan agama dan sebagian besar pengasuh pesantren itu mempunyai sanad dengan Syaikhona Kholil. Namanya mulai dikenal oleh masyarakat luas, baik di Madura maupun di Jawa. Hingga kini namanya tetap harum dan makamnya menjadi tempat ziarah masyarakat dari seluruh Indonesia, khususnya Madura dan Jawa.

Syaikhona Kholil adalah Mahaguru bagi para kiai se-Jawa dan Madura, bahkan seluruh Indonesia. Syaikh Kholil mempunyai banyak murid yang menjadi ulama-ulama besar, diantaranya : K.H Muhammad Hasan Spuh (pendiri Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo), Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdatul Ulama, dan pendiri Pesantren Tebuireng, Jombang), K.H Abdul Wahab Chasbullah (pengasuh Pesantren Tambak Beras, Jombang), K.H Bisri Syansuri (pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri), dan masih banyak ulama besar lainnya.

Karya Tulis

Informasi tentang karya tulis dari Syaikhona Kholil dapat kita telusuri dari tulisan Mokh. Saiful Bakhri. Karya tulis yang dihasilkan sejalan dengan minatnya sejak menyantri di beberapa pesantren di Jawa Timur yaitu pada bidang fikih dan tata bahasa Arab.

Dalam bidang tata bahasa Arab, Syaikhona Kholil menulis terjemah kitab Alfiyah ibn Malik. Ia menulis ulang 1000 bait kitab Alfiyah ibn Malik dan memberikan penjelasan pada bagian bawah bait-baitnya dengan menggunakan bahasa Arab Jawa atau Pegon. Sejauh yang dapat ditelusuri, ada dua manuskrip terjemah kitab Alfiyah ibn Malik yang pernah dibuat oleh Syaikhona Kholil. Yaitu, manuskrip terjemah kitab Alfiyah ibn Malik yang dibuat pada tahun 1294.

Kemudian dalam bidang Fiqih, Syaikhona Kholil menulis kitab al-Matnu asy Syarif yang membahas berbagai masalah Fiqih seperti bersuci, wudhu, tayamum, sampai masalah shalat. Selain menulis kitab al Matnu asy Syarif, kitab fikih lainnya yang beliau tulis adalah kitab as-Silah fi bayani an-Nikah yang membahas tentang tata cara, adab, dan hukum pernikahan. Kitab tersebut saat ini beredar luas di Madura dan dijadikan sebagai rujukan untuk pelajar tingkat ibtidaiyah di lingkungan pondok pesantren dan madrasah diniyah di pulau Madura.

Pejuang Bangsa

Dalam perjuangannya untuk Indonesia, Syaikhona Kholil pernah ditahan oleh penjajah Belanda karena dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat perlawanan terhadap kolonial di pondok pesantrennya. Ketika belanda mengetahuinya, Syaikhona Kholil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri. Akan tetapi, penangkapan Syaikhona Kholil membuat pihak Belanda kewalahan karena terjadi hal hal yang tidak masuk akal. Misalnya, pintu penjara tidak bisa dikunci sehingga mereka harus terus berjaga agar para tahanan tidak melarikan diri.

Selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada Syaikhona Kholil, bahkan banyak dari mereka yang minta ditahan  bersamanya. Kejadian ini membuat pihak Belanda dan sekutunya membebaskan Syaikhona Kholil.

Restu Kelahiran NU

Atas kegigihan dan kealimannya terhadap ilmu agama, Syaikhona Kholil dikenal oleh masyarakat dari Madura, jawa dan Luar Jawa. Karyanya yang paling fenomenal adalah ukhuwah Islamiyah melalui organisasi Nahdatul Ulama (NU) yang dipelopori oleh muridnya, yaitu Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy’ari.

Prakarsa Syaikhona Kholil dalam pendirian NU diakui oleh para ulama. Hadratussyaikh K.H Hasyim Asyari menyampaikan bahwa Syaikhona Kholil adalah guru yang sangat dihormati oleh para Kiai dan ulama Jawa dan Madura. Syaikhona Kholil mendorong agar organisasi NU segera dibentuk dan memberikan isyarat bahwa keberadaan NU di tengah masyarakat sangat dibutuhkan sebagai penentu arah beragama, berbangsa dan bernegara.

Wafat

Syaikhona Kholil wafat pada Kamis, 29 Ramadhan 1343 H, di Martajasah, Bangkalan. Ia wafat pada pukul 04.00 di usia antara 104-105 tahun. Jenazahnya dishalatkan di masjid Agung Bangkalan pada sore harnya setelah sholat Ashar. Syaikhona Kholil dimakamkan di Pemakaman Martajasah, bangkalan.

Masjid Syaikhona Kholil Bangkalan, yang juga lokasi makam Syaikhona Kholil

Kini, makam Syaikhona Kholil menjelma sebagai pesarean yang dirawat oleh cucunya. Komplek pesarean Syaikhona Kholil terbuka 24 jam, dan setiap harinya didatangi sedikitnya 750 peziarah dari berbagai penjuru Indonesia.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *