Kitab Ihya dengan Tiga Takhrij Hadis
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Anda punya berapa kitab Ihya? Gus Baha’ dalam salah satu pengajian pernah bilang kalau beliau punya 4 kitab Ihya dengan penerbit yang berbeda-beda.
Alasan Gus Baha’ untuk membandingkan antara satu penerbit dengan penerbit yang lain, karena terkadang dijumpai beberapa susunan kalimat yang berbeda.
Sekarang saya punya 2 kitab Ihya. Tapi yang menjadi dorongan saya membeli kitab Ihya terbitan Darul Faiha’ dan Darul Manhal yang ditahqiq oleh Syekh Ali Muhammad Mustofa dan Syekh Sa’id Al-Mahasini memiliki keunggulan Takhrij Hadis oleh 3 ulama sekaligus, yaitu:
1. Takhrij Ibnu As-Subki dalam Thabaqat Asy-Syafiiyah
2. Takhrij Al-Hafidz Al-Iraqi dalam kitab Al-Mughni
3. Takhrij Az-Zabidi dalam Syarah Ihya, Ithaf Sadat Al Muttaqin.
Imam Ibnu As-Subki ketika menulis biografi Al-Ghazali menilai dalam kitab Ihya ada 900 hadis yang tidak memiliki sanad. Dari sinilah muncul tuduhan bahwa kitab Ihya memiliki banyak hadis palsu.
Kemudian ditakhrij oleh maha guru para ahli hadis, yakni Al-Hafidz Al-Iraqi. Sanad yang tidak dijumpai oleh Imam Ibnu As-Subki berhasil ditemukan oleh Al-Iraqi. Bahkan ada hadis hasil mimpi yang juga dicantumkan oleh Imam Al-Ghazali, seperti:
ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻦ اﺳﺘﻮﻯ ﻳﻮﻣﺎﻩ ﻓﻬﻮ ﻣﻐﺒﻮﻥ ﻭﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻳﻮﻣﻪ ﺷﺮا ﻣﻦ ﺃﻣﺴﻪ ﻓﻬﻮ ﻣﻠﻌﻮﻥ
Artinya:
“Barang siapa yang 2 harinya (kemarin dan jadi ini) sama maka dia merugi. Jika hari ini lebih buruk dibanding kemarin maka dia terlaknat.”
Al-Hafidz Al-Iraqi mengatakan:
ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻫﺬا ﺇﻻ ﻓﻲ ﻣﻨﺎﻡ ﻟﻌﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺭﻭاﺩ ﻗﺎﻝ ﺭﺃﻳﺖ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ اﻟﻨﻮﻡ ﻓﻘﻠﺖ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺃﻭﺻﻨﻰ ﻓﻘﺎﻝ ﺫﻟﻚ ﺑﺰﻳﺎﺩﺓ ﻓﻲ ﺁﺧﺮﻩ ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ﻓﻲ اﻟﺰﻫﺪ
Artinya:
“Saya tidak tahu hadis ini kecuali dalam mimpinya Abdul Aziz bin Abi Rawad. Ia berkata bahwa aku melihat Nabi shalallahu alaihi wasallam dalam mimpi dan aku meminta agar Nabi berpesan padaku. Kemudian Nabi bersabda di atas dengan tambahan di akhir. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Az-Zuhd.” (Al-Mughni)
Kendatipun berhasil menemukan riwayat hadis dalam kitab Ihya saya masih menemukan kalimat La ashla lahu, lam ajid lahu ashlan, lam ajidhu hakadza dan seterusnya, jumlahnya sampai 300-an hadis.
Setelah saya baca-baca kitab ini ternyata Syekh Az-Zabidi luar biasa dalam mendeteksi hadis. Beliau diberi kemampuan mencantumkan riwayat hadis yang dikehendaki oleh Al-Ghazali dengan redaksi hadis yang semakna. Kok bisa begitu?
Sebab seperti yang disampaikan di mukadimah kitab Ithaf bahwa Imam Al-Ghazali lebih banyak mencantumkan hadis berdasarkan riwayat makna/ subtansi kandungan hadis dari pada teks verbalnya.
Anda pecinta kitab Ihya yang sering tidak mencantumkan riwayat hadisnya? Ataukah para kritikus hadis Ihya? Silahkan cek langsung ke kitab ini.
Memang agak mahal, tapi terasa terjangkau ketika menghargai pentahqiq yang telah berusaha mencantumkan 3 takhrij hadis. []