Inilah Perbedaan antara Membaca dan Melihat

 Inilah Perbedaan antara Membaca dan Melihat

Bolehkah Takziyah Disertai Membaca Al-Qur’an? (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dalam bahasa Indonesia, membaca dan melihat mempunyai irisan kesamaan makna di mana membaca sering juga dimaknai sebagai “melihat tulisan.”

Apabila ada ungkapan “membaca buku”, maka dalam tradisi Indonesia biasanya maknanya adalah melihat tulisan di buku tanpa mengucap kan satu katapun.

Namun tidak demikian dalam tradisi bahasa Arab. Kata qara’a – yaqra’u – qira’ah, sering diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai membaca, padahal ini tidak tepat.

Terjemahan yang tepat adalah melafalkan alias menyuarakan. Dengan kata lain, kalau hanya membaca dalam hati tanpa satu pun ada suara yang keluar dari mulut, maka itu tidak disebut qara’a tetapi hanya disebut melihat saja.

Intinya, agar disebut qara’a harus dilafalkan atau diucapkan dengan mengeluarkan suara hingga minimal terdengar di telinga si pembaca sendiri.

Sebab itu, yang disebut qira’ah al-Qur’an yang benar adalah melafalkan ayat al-Qur’an, tidak sekedar “membaca” dalam arti melihat tulisannya saja.

Karena itu, bila ada yang membaca al-Qur’an di dalam hati saja tanpa menyuarakannya seperti halnya sewaktu ia membaca buku, artikel, dan sebagainya, maka dia tidak mendapat pahala qira’ah.

Demikian pula ketika dalam shalat bacaan al-Fatihah hanya dibaca di dalam hati saja maka shalatnya menjadi tidak sah sebab belum memenuhi syarat qira’ah.

Secara teknis, membaca dalam hati tanpa melihat tulisan hanya disebut “mengingat” bukan qira’ah.

Karena itu, bila ada yang mengkhatamkan al-Qur’an atau membacanya sehari-sehari, pastikan bahwa al-Qur’an tersebut dilafalkan dengan suara agar pahalanya didapat.

Pahala qira’ah nanti dihitung per huruf yang diucapkan dengan benar. Sebab itu pula berlaku ilmu tajwid, yakni ilmu yang mempelajari pelafalan ayat al-Qur’an dengan benar.

Kalau hanya dibaca dalam hati, maka secara teknis bahasa Arab itu hanya disebut melihat sehingga tidak ada pahala qira’ahnya dan tajwid pun tidak terpakai sama sekali.

Saya menulis ini sebab sering menjumpai orang yang mengaku “membaca” al-Qur’an atau “mengkhatamkan al-Qur’an” tapi ternyata praktiknya hanya melihat tulisan al-Qur’an. Keduanya berbeda jauh.

Apakah sekedar melihat tulisannya mendapat pahala?

Jawabannya adalah tidak berpahala namun itu tetap bermanfaat bagi mereka yang mengerti makna apa yang dilihatnya dan mengambil pelajaran darinya.

Ini biasanya terjadi ketika membaca buku atau tarsir al-Qur’an di mana tulisan ayatnya hanya dilihat tanpa disuarakan.

Jadi kalau pun ada pahalanya, itu dari segi belajarnya, bukan dari segi qira’ahnya. Bagi yang tidak memahami tulisan yang dilihat, maka percuma sebab secara teknis dia hanya melihat guratan tinta saja.

Namun ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa melihat mushaf tanpa membaca juga bernilai ibadah apabila dengan niatan mengagungkannya, sama seperti melihat ka’bah, melihat orang tua dan melihat orang alim.

Akan tetapi hadis yang menjadi landasan pendapat ini merupakan hadis lemah. Andai pun diterima, tetap jauh sekali pahala sekedar melihat dengan melafalkannya.

Semoga bermanfaat. []

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *