Benarkah Memotong Kuku di Hari Rabu Membuat Kita Menderita Penyakit yang Sulit Sembuh?

 Benarkah Memotong Kuku di Hari Rabu Membuat Kita Menderita Penyakit yang Sulit Sembuh?

Benarkah Memotong Kuku di Hari Rabu Membuat Kita Menderita Penyakit yang Sulit Sembuh? (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Saya selalu berusaha menghindari polemik dengan siapa pun. Kalaupun kadang menyebut nama (dan itu sangat jarang) maka sesungguhnya fokus saya adalah pemikirannya.

Karena itu, dalam mengkritisi sesuatu saya tidak melihat ‘baju’ yang dipakainya. Meskipun, misalnya, ia seorang azhariy, kalau ada pendapat atau pemikiran yang dilontarkannya membahayakan umat setidaknya dalam penilaian saya, saya akan memberikan respon dan kritikan.

Ada potongan video ceramah yang tersebar cukup luas beberapa hari ini. Isinya, sebenarnya, bukan sesuatu yang terlalu prinsipil.

Bukan masalah akidah, bukan juga masalah ibadah mahdhah. Tapi penjelasan yang disampaikan sangat ustadz memiliki dampak yang tidak bisa dipandang enteng. Apalagi video itu sudah di-share cukup luas oleh banyak orang.

Masalah yang ia sampaikan adalah tentang memotong kuku. Kita tahu, memotong kuku termasuk sesuatu yang sunnah (khishal fitrah).

Sampai disini tentu tidak ada masalah. Ia lalu melanjutkan bahwa hari yang disunnahkan untuk memotong kuku adalah hari Senin, Kamis dan Jumat.

Sampai di sini pun juga masih oke. Yang jadi masalah adalah kelanjutannya:

“Selebihnya jangan. Orang yang potong kuku di hari Selasa akan dimiskinkan oleh Allah. Orang yang potong kuku di hari Rabu punya penyakit gak bakal sembuh. Orang yang potong kuku di hari Sabtu jodohnya dijauhkan oleh Allah. Orang yang potong kuku di hari Minggu tidak akan pernah mendapatkan rahmat dari Allah.”

Wow… Orang memotong kuku di hari Selasa akan dimiskinkan oleh Allah?

Orang memotong kuku di hari Rabu dapat penyakit gak bakal sembuh? Orang memotong kuku hari Sabtu jodoh dijauhkan oleh Allah?

Yang paling fatal, orang memotong kuku di hari Minggu tidak akan mendapatkan rahmat dari Allah?

Satu pertanyaan perlu dilontarkan pada beliau:

من أين لك هذا ؟

Artinya: “Darimana Anda dapatkan hal ini?”

Sayangnya, dalam video pendek itu ia tidak menukil sumber apapun, baik hadits maupun pendapat para ulama.

Dugaan saya, ia tidak akan bisa menukil dari sumber apapun yang terpercaya untuk statement yang ‘berani’ ini. Kalau ia tidak punya sumber sama sekali maka ini musibah.

Karena bagaimana mungkin seorang muslim berani mengatakan bahwa orang yang memotong kuku di hari Minggu tidak akan mendapat rahmat Allah kalau ia tidak punya dasar untuk mengatakan itu?

أهم يقسمون رحمت ربك (الزخرف : 32)

Artinya: “Apakah mereka yang membagi rahmat Tuhanmu?”

Kalau ia punya nukilan maka silahkan tampilkan. (إن كنت مدعيا فالصحة وإن كنت ناقلا فالدليل). Kalau tidak, ini juga musibah.

Memang ada hadits tentang hari-hari dalam memotong kuku. Tapi haditsnya maudhu’ (palsu).

Dan haditsnya bukan bernada ancaman, melainkan keutamaan. Mari simak hadits berikut ini:

مَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ السَّبْتِ خَرَجَ مِنْهُ الدَّاءُ وَدَخَلَ فِيهِ الشِّفَاءُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الأَحَدِ خَرَجَتْ مِنْهُ الْفَاقَةُ وَدَخَلَ فِيهِ الْغِنَى وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الاثْنَيْنِ خَرَجَتْ مِنْهُ الْعِلَّةُ وَدَخَلَ فِيهِ الصِّحَّةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الثُّلاثَاءِ خَرَجَ مِنْهُ المرض وَدَخَلَتْ فِيهِ الْعَافِيَةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الأَرْبِعَاءِ خَرَجَ مِنْهُ الوسواس وَدَخَلَ فِيهِ الأمْنُ وَالصِّحَّةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الْخَمِيسِ خَرَجَ مِنْهُ الْجُذَامُ وَدَخَلَتْ فِيهِ الْعَافِيَةُ وَمَنْ قَلَّمَ أَظْفَارَهُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ دَخَلَتْ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَخَرَجَ مِنْهُ الذُّنُوبُ.

Artinya:

“Siapa yang memotong kuku di hari Sabtu, keluar darinya penyakit dan masuk ke dalam dirinya kesembuhan.

Siapa yang memotong kuku di hari Ahad, keluar darinya kemiskinan dan masuk padanya kekayaan.

Siapa yang memotong kuku di hari Senin, keluar darinya penyakit dan masuk padanya kesehatan.

Siapa yang memotong kuku di hari Selasa, keluar darinya penyakit dan masuk padanya ‘afiyat.

Siapa yang memotong kuku di hari Rabu, keluar darinya waswas dan masuk padanya keamanan dan kesehatan.

Siapa yang memotong di hari Kamis, keluar darinya penyakit judzam dan masuk padanya kesehatan.

Siapa yang memotong kuku di hari Jumat masuk padanya rahmat dan keluar darinya segala dosa.”

Ternyata masing-masing hari itu memiliki kelebihan untuk memotong kuku, bukan marabahaya seperti penyampaian sang ustadz.

Tapi tunggu dulu. Apakah hadits ini bisa dijadikan pijakan? Mari kita simak penjelasan Imam Syaukani tentang hadits ini:

هُوَ مَوْضُوعٌ، فِي إِسْنَادِهِ: وَضَّاعَانِ وَمَجَاهِيلُ فَقَبَّحَ اللَّهُ الْكَذَّابِينَ وَقَبَّحَ أَلْفَاظَهُمُ السَّاقِطَةَ وَكَلِمَاتِهِمُ الرَّكِيكَةَ

قَالَ السَّخَاوِيُّ فِي الْمَقَاصِدِ: لَمْ يَثْبُتْ فِي كَيْفِيَّةِ قَصِّ الأَظْفَارِ وَلا فِي تَعْيِينِ يَوْمٍ لَهُ شَيْءٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ وَمَا يَعْزَى مِنَ النُّظُمِ فِيهَا لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فباطل (الفوائد المجموعة للشوكاني ص 197)

Artinya:

“Hadits ini maudhu’ (palsu). Dalam sanadnya ada dua orang pemalsu hadits dan orang-orang yang majhul (tidak dikenal).

Semoga Allah burukkan para pembohong itu dan diburukkan juga lafaz (redaksi) mereka yang sangat rendah dan pilihan kalimatnya yang sangat lemah.”

Jadi, kapan kita dianjurkan memotong kuku? Mari simak penjelasan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berikut ini:

ولم يثبت أيضا في استحباب قص الظفر يوم الخميس حديث وقد أخرجه جعفر المستغفري بسند مجهول ورويناه في مسلسلات التيمي من طريقه وأقرب ما وقفت عليه في ذلك ما أخرجه البيهقي من مرسل أبي جعفر الباقر قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يستحب أن يأخذ من أظفاره وشاربه يوم الجمعة وله شاهد موصول عن أبي هريرة لكن سنده ضعيف أخرجه البيهقي أيضا في الشعب وسئل أحمد عنه فقال يسن في يوم الجمعة قبل الزوال وعنه يوم الخميس وعنه يتخير وهذا هو المعتمد أنه يستحب كيف ما احتاج إليه (فتح الباري 10/346).

Artinya:

“Tidak ada hadits yang dapat diterima tentang kesunnahan memotong kuku di hari Kamis. Ja’far al-Mustaghfiri memang meriwayatkannya dengan sanad yang majhul dan kami juga meriwayatkannya dalam Musalsalat at-Taimiy dari jalurnya.

Hadits yang agak dekat yang pernah saya temukan adalah hadits yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi dari mursal Ja’far al-Baqir, ia berkata: “Rasulullah Saw menganjurkan memotong kuku dan kumis di hari Jumat.”

Hadits ini punya syahid (pendukung) yang maushul dari Abu Hurairah, tapi sanadnya lemah. Ini diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman.

Imam Ahmad ditanya tentang ini. Ia menjawab: “Disunnahkan di hari Jumat sebelum matahari tergelincir.”

Tapi ada juga riwayat dari beliau, disunnahkan di hari Kamis. Ada juga riwayat lainnya dari beliau, hal ini sifatnya bebas (pilihan). Inilah pendapat yang mu’tamad (terpercaya); memotong kuku disunnahkan kapan diperlukan.”

Ada baiknya ketika kita mendengar sebuah penyampaian yang terasa agak ‘lain’ dan kurang diterima oleh nurani kita, sebaiknya tanyakan langsung pada si penyampai:

“Mohon maaf Ustadz, apakah ada dalil untuk itu?”

Kita bertanya bukan untuk menguji. Bukan juga merasa sok mengerti dalil. Kita bertanya karena kita ingin yakin dan hati kita tenang bahwa apa yang disampaikan sang ustadz memiliki dasar yang kuat dan layak untuk diamalkan.

Bertanya tidak berarti menantang. Sebagaimana diam pun tidak berarti tunduk.

والله تعالى أعلم وأحكم

[]

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *