Belum Qadha Puasa Sudah Masuk Ramadhan Berikutnya
Belum Qadha Puasa Sudah Tapi Sudah Masuk Ramadhan Berikutnya? Pernahkah Kalian Memiliki Pengalaman Seperti Ini?
HIDAYATUNA.COM – Seseorang yang tidak dapat melakukan puasa ketika Ramadhan, maka ia diwajibkan mengqadha puasanya. Kewajiban puasa tidak hilang meskipun masa wajibnya (hari-hari pada bulan Ramadhan) telah usai. Qadha puasa berlaku bagi siapa saja yang memiliki kewajiban puasa namun tidak melakukanya. Baik dikarenakan adanya udzur syar’i maupun sengaja dilakukan tanpa adanya udzur.
Jika seseorang melakukan hal yang membatalkan puasa karena lupa, maka ia tidak berdosa dan juga tidak batal puasanya. Misalnya seseorang yang lupa minum di siang hari bulan Ramadhan sedangkan ia sedang berpuasa. Jika seseorang tidak berpuasa karena ada udzur syar’i maka hal itu diperbolehkan. Namun tetap wajib menggantinya. Dengan kata lain tidak berdosa namun wajib mengganti.
Jika seseorang dengan sengaja membatalkan puasa, namun ia keliru menyangkanya sudah waktunya berbuka, maka ia tidak berdosa namun tetap wajib mengganti puasa yang telah ia rusak dengan sengaja tersebut. Qadha puasa juga wajib bagi mereka yang membatalkan puasa dengan sengaja dan tanpa udzur syar’i yang membolehkan. Di sini maka selain ia wajib qadha puasanya, ia juga telah berdosa karena meninggalkan puasa dengan tanpa udzur. Bahkan sebagian ulama mewajibkan kaffarah selain harus qadha puasanya.
Dalam masalah qadha puasa ulama telah berbeda pendapat mengenai batasan waktu qadha puasa. Ada yang mengatakan sampai kapan saja, ada pula yang membatasi tidak boleh lebih dari Ramadhan berikutnya.
- Mazhab Al-Hanafiyah
Al-Kasani (w. 587 H) salah satu ulama mazhab Al- Hanafiyah di dalam kitabnya Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi As-Syarai’ menuliskan sebagai berikut :
إِنَّهُ إِذَا أَخَّرَ قَضَاءَ رَمَضَانَ حَتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ اَخَرُ فَلاَ فِدْيَةَ عَلَيْهِ
Artinya: “Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk ramadhan berikutnya maka tidak wajib fidyah baginya.”
- Mazhab Al-Malikiyah
Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah dalam kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah menuliskan sebagai berikut :
وَمَنْ وَجَبَ عَلَيْهِ صَوْمُ أَيَّامٍ مِنْ رَمَضَانَ لِمَرَضٍ أَوْ سَفَرٍ فَفَرَطَ فِيْهَا حَتَّى دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانَ آخَرَ وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى صِيَامِهَا فَإِنَّهُ إِذَا أَفْطَرَ مِنْ رَمَضَانَ صَامَ تِلْكَ اْلاَيَّامُ وَأَطْعَمَ مَعَ ذَلِكَ كُلَّ يَوْمٍ مُدًّا لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ بِمُدِّ النَّبِيِّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ
Artinya: “Dan seseorang yang mempunyai kewajiban puasa Ramadhan kemudian tidak puasa dan mengakhirkan qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya sedangkan ia mampu untuk menqadhanya (sebelum datang Ramadhan kedua) maka jika dia tidak puasa pada Ramadhan tersebut wajib baginya menqadha hari-hari yang ditinggalkanya dan memberi makan orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan satu mud dengan ukuran mud Nabi SAW.”
- Mazhab Asy-Syafi’i
An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi’iyah di dalam kitabnya Raudhatu At-Thalibin wa Umdatu Al-Muftiyyin Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab menuliskan sebagai berikut :
فلو أخر القضاء إلى رمضان آخر بلا عذر أثم ولزمه صوم رمضان الحاضر ويلزمه بعد ذلك قضاء رمضان عن كل الفائت ويلزمه بمجرد دخول رمضان الثاني عن كل يوم من الفائت مد من طعام مع القضاء
Artinya: “Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk Ramadhan berikutnya tanpa udzur maka ia berdosa. Dan wajib baginya berpuasa untuk Ramadhan yang kedua, dan setelah itu baru menqadha unruk Ramadhan yang telah lalu. Dan juga wajib baginya membayar fidyah untuk setiap hari yang ia tinggalkan dengan hanya masuknya Ramadhan kedua. Yaitu satu mud makanan beserta dengan qadha.”
- Mazhab Al-Hanabilah
Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughni menuliskan sebagai berikut :
فصل: فإن أخره لغير عذر حتى أدركه رمضانان أو أكثر لم يكن عليه أكثر من فدية مع القضاء
Artinya: “Fashl: Ketika seseorang mengakhirkan qadha, bukan karena udzur, sampai melewati dua Ramadhan atau lebih, maka tidak wajib baginya kecuali qadha dan fidyah.”
- Mazhab Azh-Zhahiriyah
Ibnu Hazm (w. 456 H) salah satu tokoh mazhab Azh-Zhahiriyah di dalam kitab Al-Muhalla bil Atsar menuliskan sebagai berikut :
ومن كانت عليه أيام من رمضان فأخر قضاءها عمدا، أو لعذر، أو لنسيان حتى جاء رمضان آخر فإنه يصوم رمضان الذي ورد عليه كما أمره الله تعالى فإذا أفطر في أول شوال قضى الايام التى كانت عليه ولا مزيد، ولا إطعام عليه في ذلك؛ وكذلك لو أخرها عدة سنين ولا فرق إلا أنه قد أساء تأخيرها عمدا سواء أخرها إلى رمضان أو مقدار ما كان يمكنه قضاؤها من الأيام
Artinya: “Barang siapa yang memiliki hutang puasa Ramadhan dan menunda qadha baik dengan sengaja atau karena lupa, atau karena udzur, sehingga masuk Ramadhan brikutnya, maka dia berpuasa untuk Ramadhan saat itu, seperti yang diperintahkan Allah, sampai ifthar di bulan Syawal. Kemudian baru mengqadha untuk Ramadhan yang telah lalu dan tidak ada kewajiban tambahan. Tidak pula harus memberi makan (sebagai fidyah). Walaupun ia menunda sampai beberapa tahun, maka tidak ada bedanya. Namun ia telah berbuat buruk dalam menjalankan syariat ketika ia menundanya secara sengaja. Baik sampai Ramadhan berikutnya atau menunda hanya beberapa hari saja.”
Sumber:
- Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah Karya Ibnu Abdil Barr
- Al-Mughni Karya Ibnu Qudamah
- Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi Syara’i Karya Al-Kasani
- Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq Karya Az-Zaila’i