Ayat-ayat Teguran Terhadap Nabi Muhammad [1]: Peristiwa Abdullah Ibnu Ummi Maktum dalam Q.S. Abasa ayat 1-16

 Ayat-ayat Teguran Terhadap Nabi Muhammad [1]: Peristiwa Abdullah Ibnu Ummi Maktum dalam Q.S. Abasa ayat 1-16

Meraih Ketenangan Jiwa dengan Bershalawat Kepada Rasulullah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Alquran merupakan wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw yang berguna sebagai petunjuk seluruh umat manusia. Sebagai penerima wahyu, Nabi saw tidak serta merta ‘selalu benar’ dalam setiap tindakannya.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa Nabi juga merupakan seorang manusia biasa, yang terkadang juga melakukan kesalahan dalam bersikap.

Oleh karena itu, Allah sering memberikan teguran terhadap beliau. Salah satu bentuk teguran yang ada dalam Alquran terekam dalam Q.S. Abasa ayat 1-16:

عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ ١ أَن جَآءَهُ ٱلۡأَعۡمَىٰ ٢  وَمَا يُدۡرِيكَ لَعَلَّهُۥ يَزَّكَّىٰٓ ٣ أَوۡ يَذَّكَّرُ فَتَنفَعَهُ ٱلذِّكۡرَىٰٓ ٤  أَمَّا مَنِ ٱسۡتَغۡنَىٰ ٥ فَأَنتَ لَهُۥ تَصَدَّىٰ ٦  وَمَا عَلَيۡكَ أَلَّا يَزَّكَّىٰ ٧  وَأَمَّا مَن جَآءَكَ يَسۡعَىٰ ٨  وَهُوَ يَخۡشَىٰ ٩ فَأَنتَ عَنۡهُ تَلَهَّىٰ ١٠  كَلَّآ إِنَّهَا تَذۡكِرَةٞ ١١  فَمَن شَآءَ ذَكَرَهُۥ ١٢ فِي صُحُفٖ مُّكَرَّمَةٖ ١٣  مَّرۡفُوعَةٖ مُّطَهَّرَةِۢ ١٤  بِأَيۡدِي سَفَرَةٖ ١٥  كِرَامِۢ بَرَرَةٖ ١٦

Artinya:

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling (1) karena telah datang seorang buta kepadanya (2) Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) (3) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya(4)

Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (5) maka kamu melayaninya (6) Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman) (7) Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) (8)

Sedang ia takut kepada (Allah) (9) maka kamu mengabaikannya (10) Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan (11) maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya (12) di dalam kitab-kitab yang dimuliakan (13) yang ditinggikan lagi disucikan (14) di tangan para penulis (malaikat), 16. yang mulia lagi berbakti (15)”

Ayat di atas menurut al-Wahidi dalam Asbab Nuzul, berkisah tentang seorang tunanetra bernama Ibnu Ummi Maktum. Alkisah, suatu hari ia pernah menemui Nabi Muhammad saw.

Saat itu, Nabi sedang menjamu para tamu yang hadir yaitu Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabiah, Abbas bin Abdul Muthalib dan Umayyah bin Khalaf. Mereka semua adalah pembesar kafir Qurays.

Nabi saw saat itu sedang menjelaskan tentang Islam pada mereka. Dengan harapan besar mereka semua dapat direkrut menjadi muslim.

Dengan masuknya mereka, tentu Islam lebih akan cepat tersebar dan akan cepat bersinar di Jazirah Arabia. Akan tetapi pada saat yang bersamaan, Ibnu Ummi Maktum datang dengan berdiri dan memanggil Nabi saw,

“Wahai Rasulullah, ajarilah aku tentang apa yang diajarkan Allah swt padamu.”

Ibnu Ummi Maktum mengulang-ulang panggilannya tanpa ia sadari bahwa Nabi saw sedang mengajarkan Islam pada pembesar Qurays.

Tampaknya kehadiran Ibnu Ummi Maktum telah mengganggu konsentrasi Nabi saw dan memotong pembicaraan beliau. Dari situlah kemudian Nabi saw merasa resah dan tampak tidak kesukaan pada raut wajahnya.

Nabi juga berkata dalam hati,

“Mereka pembesar orang-orang Qurays akan berkata bahwa para pengikut Muhammad adalah orang-orang yang buta, orang rendahan, dan hamba sahaya.”

Oleh karenanya, Nabi saw bermuka masam dan memalingkan wajahnya dengan tetap berbincang-bincang dengan para tamu.

Tetapi Allah berkehendak lain. Atas peristiwa ini Allah menurunkan ayat di atas. Allah menegur Nabi saw. Dengan teguran ini, akhirnya Nabi saw memuliakan Ibnu Ummi Maktum dan berucap padanya, “marhaban, wahai orang yang sebab dengannya aku ditegur oleh Tuhanku.”

Atas dasar peristiwa itu, Nabi saw selalu memuliakan Ummi Maktum ketika ia hadir di samping Nabi saw.

Harapan Nabi saw di atas bertentangan dengan kehendak Allah Swt. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Nabi saw dan menunjukkan ke-Maha Tahu-an Allah atas segalanya, dalam hal ini isi hati kaum kafir Qurays.

Bukankah para pembesar tersebut telah dihinggapi hati yang kotor. Sehingga meskipun ia terlihat mendengarkan dengan seksama dakwah Nabi, dalam hati mereka senantiasa akan bersikap lain.

Hal ini berbeda dengan kehadiran Ummi Maktum, yang notabene dari kalangan orang-orang yang tergolong lemah. Akan tetapi kehadirannya dari lubuk hati yang dalam. Dengan perasaan ikhlas memang benar-benar ingin mengetahui agama Islam.

Dengan demikian ayat ini telah memberikan pelajaran pada Nabi saw bahwa teguran ini bukan karena Allah murka terhadapnya. Melainkan karena kasih sayang Allah pada beliau.

Sehingga dengan teguran tersebut beliau dapat ‘kembali’ dalam sikap yang diridhai-Nya. Karena sikap demikian tidak pantas pada diri seorang Nabi saw yang menjadi suri tauladan bagi para umatnya.

Tidak hanya diperuntukkan kepada Nabi saw. Pesan Alquran di atas juga diperuntukan bagi semua umat manusia yang membaca dan mendengarkannya.

Sebagai seorang muslim kita harus memiliki jiwa sosial yang tinggi dan kasih sayang terhadap sesama, terlebih terhadap saudara muslim yang lemah.

Thoriqul Aziz

Thoriqul Aziz merupakan peserta Lomba Menulis Artikel Hidayatuna.com, artikel tersebut adalah tulisan yang lolos ke tahap penjurian sebelum penetapan pemenang.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *