Amalan Tahlil La Ilaha Illa Allah 70.000 Kali
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kalangan Nahdliyyin, khususnya pengamal tarekat, selalu memperbanyak zikir Tahlil La Ilaha Illa Allah. Lihat saja di beberapa keadaan selain aktifitas zikir rutinnya:
1. Jelang Kematian
« لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ».
Artinya:
“Rasulullah bersabda: “Tuntunlah orang yang akan mati dengan La Ilaha Illallah.” (HR. Muslim)
2. Diantar Ke Pemakaman
عَنِ انِ عُمَرَ قَالَ لَمْ يَكُنْ يُسْمَعُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ وَهُوَ يَمْشِي خَلْفَ الْجَنَازَةِ إِلاَّ قَوْلُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ مُبْدِيًا وَرَاجِعًا
Artinya:
“Ibnu Umar berkata “Tidak didengar dari Rasulullah Saw yang mengiringi janazah kecuali ucapan La ilaha illa Allah, baik ketika berangkat atau pulang.” (HR. Ibnu ‘Adi dalam kitab al Kamil I/271 dan IV/299).
Bahkan keranda yang mengangkut jenazah ditutupi kain hijau bertuliskan La Ilaha Illa Allah.
3. Setelah Dikubur
Peristiwa ini diamalkan oleh Nabi ketika Sa’ad bin Mu’adz meninggal. Setelah dimakamkan:
فجعل يكبر ويهلل ويسبح ، فلما خرج قيل له : يا رسول الله ما رأيناك صنعت هكذا قط قال : « إنه ضم في القبر ضمة حتى صار مثل الشعرة ، فدعوت الله أن يرفه عنه ذلك»
Artinya:
“Nabi kemudian membaca Takbir, TAHLIL dan Tasbih. Setelah Nabi keluar ditanya: “Wahai Rasulullah. Kami tidak pernah melihat engkau melakukan hal ini sama sekali”. Nabi bersabda: “Kuburan ini mengalami penyempitan hingga menjadi seperti rambut. Lalu aku berdoa kepada Allah agar Allah meringankan padanya.” (HR. al-Hannad, az-Zuhd1/391).
Hadis ini dituduh palsu oleh Al-Hafidz Ibnu Jauzi dalam Al-Maudhuat. Tetapi para ulama mengkaji ulang dan menilainya bukan hadis palsu, bahkan hadis yang senada terdapat dalam riwayat Imam Ahmad, dan dinilai Sahih oleh Syekh Syuaib Al-Arnauth.
Dari mana asal Tahlil Fida’? Ahli hadis, Syekh Abdurrauf Al-Munawi memberi Syarah dari hadis yang disampaikan oleh Al-Hafidz Jalaluddin As-Suyuthi:
ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ ﻧﻔﻌﺘﻪ ﻳﻮﻣﺎ ﻣﻦ ﺩﻫﺮﻩ (اﻟﺒﺰاﺭ ﻫﺐ) ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ وفي رواية ابي نعيم أنجته بدل نفعته
Artinya:
“Barangsiapa membaca La Ilaha Illa Allah maka akan menjadi penyelamat baginya di suatu hari.” (HR. Al-Bazzar dan Al-Baihaqi dari Abu Hurairah)
Syekh Al-Munawi mengutip dari Syekh Ibnu Arobi [468-543 H]:
ﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﺮﺑﻲ: ﺃﻭﺻﻴﻚ ﺃﻥ ﺗﺤﺎﻓﻆ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﺗﺸﺘﺮﻱ ﻧﻔﺴﻚ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ ﺑﻌﺘﻖ ﺭﻗﺒﺘﻚ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ ﺑﺄﻥ ﺗﻘﻮﻝ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ ﻓﺈﻥ اﻟﻠﻪ ﻳﻌﺘﻖ ﺭﻗﺒﺘﻚ ﺃﻭ ﺭﻗﺒﺔ ﻣﻦ ﺗﻘﻮﻟﻬﺎ ﻋﻨﻪ
Artinya:
“Ibnu Arobi berkata: “Aku pesan kepada kalian agar menjaga diri kalian dengan menebus kepada Allah dengan memerdekakan diri kalian dari neraka dengan membaca La Ilaha Illa Allah 70.000 kali. Maka Allah akan memerdekakan dirimu atau orang lain yang kau bacakan kalimat itu.” (Faidl Qadir 4/188).
Tahlilan 70.000 ini populer di kalangan Mazhab Maliki, sebagaimana difatwakan:
ﻗﺎﻝ اﻟﺮﻫﻮﻧﻲ ﻭاﻟﺘﻬﻠﻴﻞ اﻟﺬﻱ ﻗﺎﻝ ﻓﻴﻪ اﻟﻘﺮاﻓﻲ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﻌﻤﻞ ﻫﻮ ﻓﺪﻳﺔ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ ﺣﺴﺒﻤﺎ ﺫﻛﺮﻩ اﻟﺴﻨﻮﺳﻲ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻫﺬا اﻟﺬﻱ ﻓﻬﻤﻪ ﻣﻨﻪ اﻷﺋﻤﺔ
Artinya:
“Ar-Rahuni berkata bahwa Tahlil yang dianjurkan oleh Al-Qarafi untuk diamalkan adalah Fidyah La Ilaha Illa Allah sebanyak 70.000 kali. Sebagaimana disebutkan oleh As-Sanusi. Inilah yang dipahami oleh para imam.” (Anwar Buruq, 3/223)
Sepertinya Tahlil 70.000 kali ini kemudian terus menyebar diamalkan umat Islam. Buktinya, masalah ini sampai kepada Syekh Ibnu Taimiyah [661-728 H] dalam bentuk fatwa:
[ﻫﻠﻞ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ ﻭﺃﻫﺪاﻩ ﻟﻠﻤﻴﺖ]
Bab Tahlil 70.000 kali dan dihadiahkan kepada mayit
ﺳﺌﻞ: ﻋﻤﻦ «ﻫﻠﻞ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ، ﻭﺃﻫﺪاﻩ ﻟﻠﻤﻴﺖ، ﻳﻜﻮﻥ ﺑﺮاءﺓ ﻟﻠﻤﻴﺖ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ» ﺣﺪﻳﺚ ﺻﺤﻴﺢ؟ ﺃﻡ ﻻ؟ ﻭﺇﺫا ﻫﻠﻞ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻭﺃﻫﺪاﻩ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﻴﺖ ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﺛﻮاﺑﻪ، ﺃﻡ ﻻ؟
Ibnu Taimiyah ditanya tentang seorang yang membaca Tahlil 70.000 kali dan dihadiahkan kepada mayit sebagai pembebas bagi mayit dari neraka. Apakah ini hadis Sahih? Jika seorang membaca Tahlil dan dihadiahkan kepada mayit apakah pahalanya sampai atau tidak?
اﻟﺠﻮاﺏ: ﺇﺫا ﻫﻠﻞ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻫﻜﺬا: ﺳﺒﻌﻮﻥ ﺃﻟﻔﺎ، ﺃﻭ ﺃﻗﻞ، ﺃﻭ ﺃﻛﺜﺮ. ﻭﺃﻫﺪﻳﺖ ﺇﻟﻴﻪ ﻧﻔﻌﻪ اﻟﻠﻪ ﺑﺬﻟﻚ، ﻭﻟﻴﺲ ﻫﺬا ﺣﺪﻳﺜﺎ ﺻﺤﻴﺤﺎ، ﻭﻻ ﺿﻌﻴﻔﺎ. ﻭاﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ.
Jawaban: Jika seseorang membaca Tahlil 70.000 kali, kurang atau lebih, kemudian dihadiahkan kepada mayit maka Allah memberi manfaat untuk hal itu. Ini bukan hadis sahih atau dhaif. Wallahu A’lam (Majmu’ Fatawa, 3/38)
Tahlil Fida’ 70.000 kali difatwakan dalam Madzhab Syafi’i di kitab Bughyah:
(مَسْئَلَةُ ش) أَوْصَى بِتَهَالِيْلَ سَبْعِيْنَ أَلْفًا فِي مَسْجِدٍ مُعَيَّنٍ وَأَوْصَى لِلْمُهَلِّلِيْنَ بِطَعَامٍ مَعْلُوْمٍ فَالْمَذْهَبُ عَدَمُ حُصُوْلِ الثَّوَابِ بِالتَّهَالِيْلِ اِلاَّ اِنْ كَانَ عِنْدَ الْقَبْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ وَفِي وَجْهٍ حُصُوْلُهُ مُطْلَقًا وَهُوَ مَذْهَبُ الثَّلَاثَةِ بَلْ قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ يَنْبَغِي الْجَزْمُ بِنَفْعِ اللَّهُمَّ أَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ اِلَى رُوْحِ فُلَانٍ …. (بغية المسترشدين للسيد عبد الرحمن باعلوي الحضرمي 195)
Artinya:
“(Fatwa al-Asykhar) Jika seseorang berwasiat dengan Tahlil sebanyak 70.000 kali di masjid tertentu dan ia berwasiat untuk orang-orang yang melakukan Tahlil dengan makanan tertentu, maka dalam madzhab Syafii tidak sampainya pahala Tahlil, KECUALI dilakukan di dekat kubur.
Dalam satu pendapat ulama Syafiiyah bisa sampai secara MUTLAK (baik di masjid, di rumah atau di kuburan). Ini adalah pendapat 3 madzhab. Bahkan Ibnu Shalah berkata:
“Dianjurkan untuk yakin dengan manfaatnya doa: Ya Allah, sampaikanlah pahala yang kami baca untuk ruh si fulan….” (Syaikh Abdurrahman Ba’Alawi al-Hadlrami, Bughyat al-Mustarsyidin, hal. 195) []