Sosok Perempuan Pejuang, Peran Rasuna Said dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

 Sosok Perempuan Pejuang, Peran Rasuna Said dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Sosok Perempuan Pejuang, Peran Rasuna Said terhadap Kemerdekaan Indonesia (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kemarin, tepatnya pada tanggal 14 September 2022, gambar Google berisi gambar sosok perempuan yang memiliki peran besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Siapakah dia?

Ia adalah perempuan pejuang yang berasal dari Sumatera Barat, bernama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said. Ia adalah pahlawan nasional yang memiliki peran dalam memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia pada rentang waktu 1926-1965.

Jasanya sebagai pahlawan nasional tercatat pada surat Keputusan R.I. No. 084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974. Tidak hanya itu, nama HR Rasuna Said dibadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Berdasarkan sepak terjang pendidikannya, ia mengenyam pendidikan di pesantren. Ketika sekolah, Rasuna Said menjadi satu-satunya santri perempuan. Melalui kondisi itulah, ia sangat prihatin terhadap kemajuan perempuan dengan akses pendidikan yang harus dimiliki oleh perempuan.

Kesadaran tersebut diwujudkan dengan keterlibatan dirinya bergabung di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris cabang. Setelah itu, ia menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia.

Ia memiliki kemamppuan berpikir kritis yang cukup tinggi. Hal itu yang membuat ia pernah ditangkap dan dipenjara oleh pemerintah Belanda pada tahun 1932.

Sejarah perjalanannya mencatat bahwa ia merupakan perempuan pertama yang terkena hukum speek delict, yakni hukum pemerintahan Belanda yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.

Pada saat ia berada di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris cabang, ia kemudian bergabung dengan Soematra Thawalib dan mendirikan persaoean Moeslimin Indonesia (PERMI) di Bukit Tinggi pada tahun 1930.

Kesempatan tersebut ia manfaatkan dengan mengajar di sekolah yang didirikan oleh PERMI, kemudian mendirikan sekolah Thawalib di padang serta memimpin kursus putri dan normal kursus di Bukit Tinggi.

Selain itu, ia juga merupakan salah satu pendiri organisasi pemuda Nippon Raya. Ia juga pernah menjabat sebagai DPR RIS dan menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sejak tahun 1959 hingga meninggal.

Di bidang pendidikan, ia sempat mengajar di Diniyah School Putri sebagai guru. Salah satu alasan besar mengapa ia ingin menjadi guru adalah untuk transfer keilmuan yang akan diberikan para siswi, menjadi salah satu jembatan pengetahuan agar bisa melawan Belanda dan tidak terus menerus diperintah oleh Belanda.

Ia juga sempat mengajar di sekolah menengan Islam di Padang Panjanga yang dipimpin oleh Rahman el-Yunussi, dengan jumlah pelajar perempuan lebih dari 1000 orang.

Keinginannya untuk memasukkan pendidikan politik di Lembaga pendidikan ditolak. Sebab itu, ia kemudian berkarir secara politik.

Baginya, perjuangan perempuan dalam memerdekakan Indonesia dengan menentang Belanda bisa ditempuh dimana saja, termasuk jalur politik.

Ia memiliki pemikiran kritis di zaman Belanda yang pada saat itu menginginakn masyarakat Minangkabau bekerja kerasa bagi Belanda.

Berdasarkan kondisi tersebut, ia memiliki keprihatinan cukup besar agar kebijakan yang dilakukan oleh Belanda tidak diterima begitu saja. Semangat dan perjuangan yang perlu dilakukan adalah kontribusi dan peran perempuan di dalamnya.

Pada masa itu, perempuan dianggap makhluk yang tidak bisa melakukan apapun. Sehingga sangat perlu keterwakilan perempuan untuk memperjuangkan kesetaraan dan memberikan kesadaran utuh kepada masyarakat bahwa perempuan juga bisa ikut andil dalam memperjuangkan keadilan.

Selain karir di bidang politik dan pendidikan, Rasuna Said juga seorang penulis. Ia mampu mendirikan majalah Menara Putri dan berperan sebagai pemimpin redaksi pada Majalah Raya.

Berbekal dari pengalaman tersebut, Rasuna Said adalah perempuan yang multi talenta dengan idealisme yang begitu kuat.

Pada masanya, ia adalah perempuan pejuang sejati, sebab rela dipenjara oleh pemerintah Belanda. Aktifitas perempuan pada saat itu, tidak lebih hanya pada aktifitas domestik.

Akan tetapi, kehadiran Rasuna Said menjadi salah satu catatan penting bagi pejuang emansipasi perempaun di Indonesia.

Di masa kini, perjuangan Rasuna Said adalah semangat pejuang para perempuan di Indonesia. Rasuna Said sudah memberikan contoh cukup besar bahwa perempuan bisa ikut andil terjun masyarakat.

Jika di masa sebelum kemerdekaan Indonesia adalah Belanda, tantangan kita justru datang dari bangsa sendiri. Tugas kita adalah memperkuat jati diri bangsa dengan nasionalisme yang tinggi untuk bangsa dan negara. []

Muallifah

Mahasiswa S2 Universitas Gajah Mada, Penulis lepas

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *