Siapa yang Pertama Kali Mengamalkan Haul?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Saya pernah menghadiri haul Sayidah Khadijah, istri Nabi shalallahu alaihi wasallam. Penceramah haul tersebut adalah seorang Habib muda yang alim, Habib Mujtaba. Kemudian beliau menyampaikan hadis berikut:
ما غِرْتُ علَى أحَدٍ مِن نِسَاءِ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، ما غِرْتُ علَى خَدِيجَةَ، وما رَأَيْتُهَا، ولَكِنْ كانَ النَّبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا، ورُبَّما ذَبَحَ الشَّاةَ ثُمَّ يُقَطِّعُهَا أعْضَاءً
Artinya:
“Aisyah berkata: Tidak ada yang aku cemburui di antara istri-istri Nabi melebihi kecemburuanku pada Khadijah. Aku tidak pernah melihatnya. Tapi Nabi sering mengingat-ingat Khadijah. Terkadang Nabi menyembelih kambing dan memotongnya [kemudian disedekahkan]” (HR. Al-Bukhari)
Jadi, para Dzuriyah Nabi saat ini yang mengingat-ingat kehidupan dan sejarah Sayidah Khadijah adalah bentuk meneruskan amalan yang dilakukan oleh Nabi.
Mengingat-ingat ini bahasa Arabnya adalah ذكرى.
Jika anda pernah ke Yaman, maka anda akan menemukan banyak Sadah Alawiyyin yang mengamalkan dzikra para ulama dari kalangan Habaib.
Bergeser lagi ke Negeri Syam yang menjadi kota Wali Abdal, juga akan dijumpai Dzikra Haul, seperti Syekh Ramadhan Al Buthi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili dan lainnya.
Sedikit lagi lanjutkan perjalanan ke Mesir, ada banyak para ulama Al-Azhar, Mesir, yang pernah menjadi Mufti selalu diperingati Haulnya oleh para ulama sesudahnya.
Haul ini adalah untuk ayahanda beliau, KH Mahrus Ali, sekaligus Haul untuk gurunya dari Pare, KH Juaini Nuh. Beliau meneruskan kecintaan ayahandanya sesuai hadis Nabi:
أَبَرُّ البِرِّ أنْ يَصِلَ الرَّجُلُ وُدَّ أبِيهِ.
Artinya:
“Bentuk paling berbakti adalah seseorang meneruskan pertalian dengan orang-orang yang dicintai ayahnya.” (HR. Muslim)
[]