Shalat Jamaah dan Shalat Jum’at Saat Terjadi Wabah Penyakit

 Shalat Jamaah dan Shalat Jum’at Saat Terjadi Wabah Penyakit

HIDAYATUNA.COM – Wabah penyakit juga terjadi di zaman Rasulullah SAW bahkan karenanya diperintahkan untuk melakukan isolasi diri. Dimana orang yang sakit tidak boleh berkumpul dengan orang sehat demikian sebaliknya. Orang yang berada di wilayah terkena wabah tidak boleh keluar dari wilayah tersebut, sementara orang di luar wilayah tersebut juga tidak boleh masuk.

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Fenomena sekarang ini dimana wabah penyakit yang disebabkan Virus Corona merupakan wabah yang mendunia. Bahkan otoritas kesehatan dunia WHO telah menetapkan sebagai pandemi. Lebih dari 100 negara telah mengkonfirmasi negara mereka terdampak wabah Covid-19.

Ribuan orang meninggal di berbagai dunia karena Covid-19, ini menjadi perhatian serius banyak kalangan dan berdampak serius di berbagai lini kehidupan. Perintah mengisolasi dianggap sebagai kebijakan tepat untuk memutus rantai penyebaran virus. Secara sosial kita bisa membatasi, namun bagaimana dengan hubungan dengan Tuhan yang biasanya dilakukan dengan berkumpul atau jamaah misalnya shalat Jum’at?.

Soal ibadah Jum’at memang merupakan kewajiban bagi laki-laki muslim dan dikerjakan di masjid. Persoalan ini pun mendapat sorotan dan perhatian para ulama karena wabah penyakit Covid-19. Belakangan ulama melalui MUI mengumumkan keputusan bahwa di wilayah yang dikhawatirkan menyebabkan penularan Covid-19 (daerah zona merah terdampak) sebaiknya ditiadakan shalat Jum’at dan menggantinya dengan shalat dhuhur di rumah masing-masing.

Sementara, di wilayah yang persebaran Covid-19 tidak ada dan memungkinkan dibolehkan untuk melaksanakan shalat Jum’at. Hal ini pun hemat penulis harus diberi catatan bahwa sebaiknya jamaah membawa sajadah masing-masing untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 yang memang tidak bisa diprediksi.

Sempat terjadi perdebatan di lini masa bahwa pembatasan iadah berjamaah dan shalat Jum’at dianggap sebagai ketakutan pada wabah Covid-19 dibanding dengan Allah SWT. Ungkapan seperti ini sangatlah tidak betul, kita tidak bisa membandingkan virus dengan Allah SWT Sang Maha Pencipta. Jelas virus adalah makhluknya yang tidak ada sepersenpun bisa dibandingkan dengan-Nya.

‏ لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ

Artinya: “Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta.” (HR Bukhari)

Hadis di atas sudah jelas bahwa Nabi Muhammad SAW, menyampaikan bahwa menjauhi dan menghindari dari terpaparkan penyakit merupakan perintah Allah. Tentu sebagai muslim kita tidak seperti Mu’tazilah yang menganggap semua bebas tergantung ikhtiar atau Jabariyah yang menyerahkan segala urusan pada Allah SWT sebagaimana diungkapkan oleh Nadirsyah Hosen.

Kita harusanya berikhtiar dan tidak menafikan Allah SWT, mengganti shalat Jum’at dengan shalat dhuhur merupakan salah satu ikhtiar kita sekarang ini. Bukankah riwayatnya ada, guru kita Quraish Sihab mengatakan di zaman sahabat Nabi diizinkan tidak melaksanakan shalat Jum’at dikarenakan hujan lebat dan membuat jalan ke masjid susah dilalui. Kalau dilihat, faktor adalah kesehatan dan menyulitkan menjangkau masjid saja diperbolehkan tidak shalat Jum’at. Apalagi dalam konteks sekarang yaitu Covid-19 yang bahayanya sampai mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, maka  jelas dimungkinkan untuk mengganti shalat Jum’at dangan shalat dhuhur. Fatwa ini bukan hanya ada di Indonesia tetapi juga banyak negara lain mengambil tindakan demikian.

Merujuk pada kaidah fikih “Mencegah Kemudharatan Harus Diutamakan/Didahulukan Sebelum Mendatangkan Kemsalahatan” Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Mashalih. Tentulah sebagai umat muslim sudah seharusnya kita berinstropeksi untuk menjauhi kerumunan dan mendekati Sang Pencipta. Menyelami setiap hal yang kita alami dan lakukan selalu dalam kehendak Allah SWT. Wallahu a’lam.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *