Santri Kyai Sahal Mahfudh Saat Dialog Bahasa Arab
Humor santri yang sangat melekat di kalangan pesantren, selain kegiatan mengajinya selalu menjadi keunikan tersendiri. Dalam kesempatan Humor santri Kali ini berkisah tentang santrinya Kyai Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh yang di suruh untuk berdialog dengan bahasa arab.
Di masa mudanya, Kyai Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh adalah guru yang tekun di Madrasah Mathali’ul Falah, Kajen, Pati. Beliau memegang mata pelajaran Bahasa Arab. Meskipun telah memiliki reputasi intelektual yang langka tanding –terutama sebagai seorang adiib (ahli sastra Arab), beliau tak segan mengajar “anak-anak kecil” layaknya guru kelas rendahan.
Jam pelajaran yang sudah terjadwal tak pernah beliau tinggalkan. Maka menjadi kejutan yang tak masuk akal ketika tiba-tiba beliau keluar kelas ditengah jam pelajaran yang belum usai, lalu mangkir mengajar berbulan-bulan.
Apa yang sebenarnya terjadi??
Kyai Sahal menugasi murid-murid kelas tiga untuk melakukan praktek muhadatsah (percakapan).
Beliau pasankan murid-murid itu dua orang dua orang, lalu beliau perintahkan mengarang skenario percakapan dalam Bahasa Arab secara bebas.
Pada jam pelajaran yang sama
minggu berikutnya, mereka harus sudah siap.
Terbukti pengajaran Kyai Sahal tidak sia-sia. Pada saat yang ditentukan,
sepasang demi sepasang murid-murid itu melaksanakan tugas dengan baik sekali. Ada
yang memerankan dokter dan pasien, ada peran guru-murid, pedagang dan pembeli,
orang tua menasehati anak, pengemis dan orang pelit, polisi menangkap maling,
dan lain sebagainya.
Semua diperankan dengan
percakapan Arab yang nyaris sempurna.
Tibalah giliran Gus Mu’adz, sepupu Kyai Sahal sendiri, yang kebetulan
dipasangkan dengan anaknya modin desa sebelah. Sebenarnya, sejak Gus Mu’adz mulai
melangkah kedepan kelas, Kyai Sahal sudah “pasang kuda-kuda”. Beliau tahu,
sepupunya itu mbeling. Beliau sadar harus punya persiapan mental yang ekstra.
Dua orang murid sudah berdiri berhadap-hadapan. Raut muka mereka tampak begitu seriusnya.
“Ayo mulai!” perintah Kyai Sahal. Keduanya mengangguk, lalu saling memberi kode.
Gus Mu’adz : Man robbuka?
Anaknya Modin : Allaahu robbii.
Gus Mu’azd : Man Nabiyyuka?
Anaknya Modin : Muhammadun Shollallaahu ‘Alaihi Wasallama nabiyyii. (Murid-murid mulai cekikian
Kyai Sahal menunduk, membolak-balik buku pegangan yang ada diatas meja).
Gus Mu’adz : Maa diinuka?
Anaknya Modin : Al Islaamu diinii.
Gus Mu’adz : Maa qiblatuka?
Kyai Sahal tiba-tiba beranjak dari kursi, lalu melangkah cepat keluar kelas tanpa sepatah kata!
Murid-murid ribut. Dimulai dengan pecahnya tawa tak terkendali, lalu segera berubah tudingan mempersalahkan Gus Mu’adz dan pasangannya yang tampaknya telah membuat Kyai Sahal marah sekali.
“Aku kan cuma melaksanakan tugas”, Gus Mu’adz membela diri,
“katanya percakapan bebas… Itu tadi aku pilih jadi Munkar-Nakir, lha anak ini jadi mayitnya… bapaknya kan sudah biasa nalqin…”
Sumber : santridasi.com