Salah Satu Medium Merebaknya Radikalisme Adalah Internet
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Internet sebagai produk teknologi mutakhir yang memberikan kemudahan dalam mencari-mendapatkan informasi dan pengetahuan, ternyata juga memiliki dampak negatif bila kurang bijak dalam menggunakannya. Ada banyak kasus kriminal yang bermula dari salah satu platform dalam sarana tersebut.
Begitu pula dengan radikalisme dan intoleransi. Keduanya yang menjadi diwaspadai penyebarannya di Indonesia oleh pemerintah juga bisa tersebar melalui internet. Menangkalnya pun bisa melalui internet pula.
Keberadaan internet, menurut Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono menjadi salah satu sarana berkembangnya radikalisme dan intoleransi di Indonesia. Sebab, kata dia, saat ini siapapun bisa bebas mengakses internet dengan menggunakan telepon pintar.
“Ada dua orang polwan di Polda Maluku Utara belajar paham radikal itu melalui media sosial yang terenkripsi, mereka tidak saling kenal tapi seorang polwan bisa dibuat siap jadi pengantin yang melakukan aksi teror,” kata Gatot seperti dikutip hidayatuna.com, Sabtu (15/2/2020).
Menurutnya biasanya polwan sebelumnya sudah mendapatkan wawasan kebangsaan namun karena pengaruh internet akhirnya malah bisa didoktrin. “Artinya kalau tidak bijak menggunakan teknologi kemudian belajar sesuatu di media sosial maka bisa jadi permasalahan,” kata dia.
Ia juga mengungkapkan dari 61 negara yang diteliti tingkat literasinya ternyata Indonesia berada di urutan ke-60. “Kemudian mayoritas orang Indonesia membaca berita hanya dari headline atau judul saja kemudian langsung membagikan di media sosial,” katanya.
Oleh sebab itu perlu meningkatkan kemampuan literasi dan ini menjadi tantangan bersama semua pihak. Pada sisi lain ia menilai semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap radikalisme maka akan semakin tinggi keinginannya melakukan perubahan di negara dalam bentuk aksi kekerasan hingga terorisme.
“Apalagi bagi yang ingin mengubah ideologi negara menjadi ideologi lain dengan menggunakan semua sumber daya yang dimiliki,” ujarnya.
Wakapolri mengingatkan salah satu tantangan yang dihadapi adalah penggunaan media sosial yang bijak di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi.
“Apalagi akan ada pihak yang menggunakan media sosial sebagai sarana propaganda dan menyebar ujaran kebencian untuk menciptakan disintegrasi sehingga perlu kewaspadaan menyikapi,” ujarnya saat memberikan Kuliah Umum di Universitas Andalas (Unand), Padang, Jumat (15/2). (AS/Hidayatuna.com)