Saat Ilmu Pengetahuan Berada dalam Posisi Elite

 Saat Ilmu Pengetahuan Berada dalam Posisi Elite

Rektor Universitas Islam Malang (Unisma), Prof. Dr. Masykuri Bakri

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Prof Dr Masykuri Bakri selaku Rektor Universitas Islam Malang (Unisma), meminta bahwa ilmu pengetahuan itu jangan selalu didudukkan pada posisi elite melalui kajian. Tapi ilmu itu harus didekatkan dengan realitas. Permintaan itu dinyatakan saat mengisi materi di Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Satuan Komunitas (Sako) Pramuka Ma’arif NU di Rivoli Hotel Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2019).

“Lembaga pendidikan tidak mendudukkan ilmu (pengetahuan) pada posisi elite, atau berada di sekolah dan perguruan tinggi, tetapi juga harus didekatkan pada realitas agar pelajar dapat melakukan berbagai eksperimen,” katanya.

Jika ilmu hanya dijadikan sebagai bahan kajian di dalam lingkungan sekolah atau perguruan tinggi, maka pelajar akan mengalami kegelisahan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang pesat.

“Sekarang ini saja, sambungnya, Indonesia dinilai mulai merasakan kegelisahannya. Lalu kenapa hal itu terjadi? Mengapa Pak Jokowi seringkali marah-marah? Karena lembaga pendidikan hanya mempersiapkan anak memiliki intelegensi bagus, intelektualitas bagus, tetapi mereka tidak familiar terhadap realitas. Ia tidak melihat realitas, dan ia tidak melakukan eksperimen-eksperimen di masyarakat,” jelasnya.

Kurikulum 2013 yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan M Nuh saat itu merupakan sebuah jawaban yang nyata dalam upaya mendekatkan ilmu pada realitas. Namun, banyak pihak yang menentang penerapan kurikulum tersebut, sehingga tidak ada perhatian yang optimal.

“Kurikulum itu tidak serta merta diterima oleh kelompok-kelompok lain karena itu adalah produk dari tokoh Nahdlatul Ulama. Itu produknya Pak Nuh. Padahal, Pak Nuh memunculkan kurikulum tersebut berdasarkan studi kelayakan sekolah dan universitas di berbagai negara, seperti di Universitas McGill Kanada dan University of Western Australia. Saya melihat sendiri anak-anak sekolah SLTP, SLTA. Dia dekat dengan realitas pendidikan, tidak diposisikan dalam konteks elitis di dalam kelas, yang hanya menjadi sebagai sebuah kajian belaka, tapi dia dekat dengan realitas” paparnya.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *