Resepsi Pernikahan Manfaatkan Jalan Umum, Begini Menurut Fikih

 Resepsi Pernikahan Manfaatkan Jalan Umum, Begini Menurut Fikih

Tuntunan Rasulullah dalam memilih menantu (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Resepsi pernikahan umumnya dilaksanakan di gedung, akan tetapi itu semua berlaku bagi mereka yang mempunyai keuangan yang mumpuni. Berbeda halnya apabila Anda hanya mempunyai uang secukupnya dalam mempersiapkan acara tasyakuran pernikahan.

Apalagi di pedesaan, yang mana dalam sebuah acara pernikahan cukup menggunakan pelataran rumah saja. Bahkan tidak jarang dalam sebuah acara pernikahan di pedesaan akan menggunakan jalan umum karena kurangnya lahan yang dimiliki.

Belum lagi apabila tamu yang diundang sangat banyak lantaran banyaknya sanak-keluarga dari kedua keluarga mempelai. Kalau sudah begitu, tentu bukan hanya halaman saja yang akan ramai dengan tamu undangan. Bisa-bisa tamu yang hadir memenuhi badan jalan seutuhnya.

Sebagaimana kita tahu, jalan adalah sarana atau fasilitas umum yang digunakan oleh semua lapisan masyarakat, baik itu jalan di perkotaan ataupun di pedesaan semua sama. Seseorang tidak boleh mengklaim jalan itu untuk dirinya sendiri.

Bahkan dalam suatu hadis Rasulullah bersabda, “Barangsiapa menyingkirkan gangguan dari jalan kaum Muslimin, maka akan dicatat untuknya satu kebaikan. Dan siapa saja yang diterima darinya satu kebaikan maka ia akan masuk surga.” (HR. Bukhari dan ad-Dhiya al-Muqdisi, dari Ma’qil bin Yasar ra)

Gangguan di jalan misalnya dapat berupa hal-hal yang merenggut hak-hak dan kenyamanan pengguna jalan. Seperti paku, pecahan kaca, duri, atau penutupan jalan yang bukan karena sebab perbaikan jalan, akan tetapi penutupan tersebut dilakukan karena kepentingan pribadi.

Pemanfaatan Jalan Untuk Kepentingan Pribadi Menurut Ulama

Ulama berbeda pendapat tentang pemanfaatan jalan umum untuk kepentingan pribadi, tergantung dari bagaimana sifat dan tujuannya. Apabila digunakan sebagai muamalah, maka mazhab Hanafi dan Sayafii memperbolehkannya baik dalam keadaan lama ataupun sebentar.

Akan tetapi apabila jalan digunakan secara pribadi dan mendatangkan kerugian bagi para pengguna jalan, maka tidak diperbolehkan. Hal ini contohnya ialah jalan digunakan oleh para preman yang notabenya dipakai untuk berbuat yang tidak selayaknya, seperti mabuk-mabukan dan juga judi.

Berbeda dengan diadakannya acara pernikahan yang merupakan acara yang mulia sekali dalam hidup, didalamnya pun terkandung keberkahan. Dalam acara pernikahan, tentu membutuhkan ruang yang tidak sedikit, ketika terpaksa menggunakan jalan umum, maka hendaknya meminta izin terlebih dahulu.

Hal ini sebagai etika dalam bermasyarakat dan tentu dengan demikian dapat meminimalisir konflik. Sebab, menggunakan jalan umum bukan perkara mudah, bisa-bisa menimbulkan kesalahpahaman warga lain karena menyebabkan ketidaknyamanan pengguna jalan yang lain.

Etika Menggunakan Fasilitas Umum Untuk Acara Pernikahan

Sudah lumrah di setiap desa-desa sebelum hari-H pernikahan, keluarga mempelai yang menjadi tuan rumah tentu akan meminta izin kepada kepala desa ataupun pihak yang bersangkutan. Hendaknya juga dalam menggunakan jalan tersebut kita tidak menutupi seluruh jalan sehingga masyarakat setempat masih bisa melaluinya. Cara tersebut tentu lebih utama daripada menggunakan jalan sepenuhnya untuk kepentingan pribadi meski dalam acara yang baik.

Kebolehan memanfaatkan jalan umum untuk kepentingan acara pernikahan ini bisa dipenuhi dengan beberapa cara. Salah satunya dengan memberi rambu atau tulisan agar pengguna jalan lewat jalan yang lain.

Jika sudah memenuhi etika sosial tersebut, maka masyarakat juga tidak akan merasa sangat terganggu dan lebih memahami karena sudah menjadi tradisi. Lagi pula jalan di pedesaan tidak seramai di perkotaan yang bukan hanya dilewati kendaraan beroda dua saja, akan tetapi juga kendaraan yang memiliki empat roda.

Dengan menerapkan etika sosial tersebut, tentu keberkahan acara pernikahan pun semakin besar karena bisa jadi mendapat doa dari orang-orang yang lewat. Namun lagi-lagi acara pernikahan yang memanfaatkan fasilitas umum ini hendaknya diiringi dengan kebiasaan-kebiasaan baik.

Sebab dalam acara pernikahan masyarakat awam biasanya turut menyediakan hiburan yang lebih besar mudharatnya, hal ini sebaiknya dihindari. Wallahu’alam bi Showab.

Kholil Chusyairi

https://hidayatuna.com

Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta dan Reporter di Intis Pers

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *