Realitas Politik Sudah Membentuk Polarisasi, Santri Wajib Kedepankan Akhlak
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Riza Zahriyal Falah saat menjadi peserta diskusi panel pada Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2019 di Hotel Mercure Batavia, Jakarta, mengungkapkan bahwa dengan adanya media sosial realitas politik membentuk polarisasi di tengah masyarakat berkembang. Bahkan, di kalangan pesantren pun juga serupa. Namun, meskipun demikian santri harus tetap mengedepankan akhlak dalam menghadapi fenomena realitas politik yang sangat dinamis ini.
“Santri dia mempunyai pandangan bahwa fenomena apapun ketika sudah menjadi alumni itu harus dilihat dari kacamata akhlak,” katanya dalam konferensi bertema Digital Islam, Education, and Youth: Changing Landscape of Indonesian Islam itu, pada hari Kamis (03/10/2019) malam.
Seperti yang sudah diketahui, santri seharusnya mendapatkan porsi pengajian akhlak lebih banyak dalam kurikulum yang sudah ditetapkan, meneladani laku kiai, sehingga santri macam itu, menurutnya, belum terpapar realitas politik itu dan akan dapat menjadi agen perdamaian.
Sebab para santri tidak lagi melihat setiap sesuatu dengan hitam putih saja. Sebetulnya, sudah terbukti dengan ketenangan Indonesia saat tidak adanya konflik horizontal yang menimbulkan instabilitas. Berbanding terbalik dengan negara lain yang juga mayoritas Muslim.
Beberapa di antaranya menuai konflik, bahkan sesama umat Islam sendiri. Sangat berbeda jauh dengan konteks Indonesia. Dengan mengedepankan akhlak, santri melihat segala rupa yang dihadapinya dengan kacamata akhlak. Ideal santri dengan pertimbangan akhlak itu harus dikedepankan walaupun temuan santri sudah terpolarisasi apalagi masuknya ideologi transnasionalisme,” jelasnya.
Selanjutnya, mengenai AICIS ini adalah forum kajian keislaman yang telah berjalan sejak 19 tahun lalu. Pada gelaran AICIS ke 19 ini, sekitar 1700 sarjana studi Islam berkumpul di Indonesia selama empat hari, pada 1-4 Oktober 2019. Pertemuan ini membahas 450 paper dari 1300 yang diseleksi.
Acara itu dihari oleh Zaprulkhan yang diundang dari IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik, Bangka Belitung, selaku pemandu diskusi tersebut. juga diisi oleh Zainuddin Syarif dan Abdul Hannan dari IAIN Madura, dan Abdul Manan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Aceh.