Pesantren Buntet Cirebon

 Pesantren Buntet Cirebon

HIDAYATUNA.COM – Pesantren Buntet Cirebon, adalah salah satu pesantren tertua di Indonesia.  Pertama kali didirikan pada abad tahun 1750 M yang didirikan oleh KH Muqoyyim bin Abdul Hadi, atau orang Buntet biasa menyebutnya Mbah Muqoyyim yang saat itu menjabat sebagai Mufti di Keraton Cirebon. Didirikannya pesantren ini merupakan bentuk kekecewaan Kiai Muqoyyim terhadap Keraton Cirebon yang berpihak pada kolonial Belanda.

Kiai Muqoyyim memiliki kedekatan dengan keluarga Keraton Cirebon. Jika melihat silsilahnya, ayah dari Kiai Muqoyyim merupakan putra dari pasangan Pangeran Cirebon dan Anjasmoro, putri dari Lebe Mangku Warbita Mangkunegara. Kiai Muqoyyim juga sempat tinggal di Keraton. Hidup bersama orang tuanya dan mendapat pendidikan ajaran Islam dan ketatanegaraan yang cukup baik dari guru dan orang tuanya. Tak hanya kedua ilmu tersebut, Kiai Muqoyyim juga belajar kedigdayaan sehingga ia pun juga dikenal dengan kiai yang sakti mandraguna.

Perpisahan Kiai Muqoyyim dengan keraton berawal dari adanya Devide Et Impera (politik memecah belah) yang dilakukan oleh Belanda kepada Keraton Kanoman. Kekecewaan Kiai Muqoyyim terhadap Keraton bertambah saat para bangsawan terjebak dengan peraturan Belanda yang banyak melanggar syariat Islam. Tak banyak pula dari para bangsawan ini yang mengikuti perilaku Belanda seperti mabuk-mabukan.

Kala itu, Cirebon memiliki hubungan yang baik dengan Banten yang saat itu dipimpin oleh Adipati Anom dimana perkembangan agama Banten cukup tinggi. Kiai Muqoyyim yang saat itu masih cukup muda banyak pergi ke tempat-tempat yang sebelumnya telah disinggahi oleh Syekh Yusuf Al-Makassari, menantu Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah Banten sebelum Amangkurat II. Di tempat-tempat itulah Kiai Muqoyyim banyak bertemu murid Syekh Yusuf dan berdiskusi dengan mereka.

Pada awal masa pendirian pesantren, Kiai Muqoyyim mendirikan masjid dan gubuk kecil untuk mengajar agama. Area pesantren ini awalnya didirikan Pesantren Buntet di kampung Kedung Malang Desa Buntet Kecamatan Astanajapura di Cirebon. Melihat luasnya keilmuan beliau yang dikenal sebagai orang keraton serta tauladan yang beliau tunjukkan membuat masyarakat banyak mendatangi pesantren beliau. Sehingga banyak murid yang berdatangan untuk menimba ilmu di pesantren yang kini semakin berkembang.

Belanda yang mengetahui pergerakan Kiai Muqoyyim merasa terancam. Belanda kemudian melakukan serangan dan percobaan penangkapan. Karena informasi tersebut sudah bocor, Kiai Muqoyyam akhirnya bisa menyelamatkan diri bersama sahabat dekatnya Kiai Ardi menuju Desa Pesawahan Sidanglaut yang letaknya kurang lebih 10 Km dari Pesantren Buntet. Namun pesantren yang sudah didirikannya sudah hancur dibombardir oleh Belanda.

Kiai Muqoyyim kembali ke Cirebon setelah merasa aman, beliau pun memanfaatkan waktunya untuk membangun kembali Pesantren Buntet yang berantakan. Namun Allah berkehendak lain, manakala Kiai Muqoyyim sedang membangun kembali pesantrennya, Kiai Muqoyyim wafat.

Perkembangan Pesantren Buntet

Data tertulis menunjukkan bahwa Pondok Pesantren Buntet mengalami perkembangan pada periode kepemimpinan KH Abdul Jamil (1842-1919) yang saat itu untuk pertama kalinya merenovasi sarana fasilitas yang dianggap telah rapuh, selain itu juga ada penyusunan jadwal pengajian baru, penambahan metode pengajaran dari yang hanya menggunakan metode tradisional dikembangkan menjadi sistem mujahadah atau diskusi dan ada juga sistem klasikal.

Perkembangan lain terjadi pada kepemimpinan KH Abbas Abdul Jamil (1910-1946) yaitu sistem sekolah atau sistem madrasi yang diformalkan.  Pesantren ini membuka lembaga pendidikan sekolah dalam bentuk Madrasah Wajib Belajar, setingkat Taman Kanak kanak yang terdiri dari sifr I dan sifr II. Sebagai kelanjutan dari Madrasah Wajib Belajar, KH Abbas Abdul Jamil juga mendirikan Madrasah Wathaniyah Ibtidaiyah I setingkat SD.

Pada tahun yang sama, KH Abbas Abdul Jamil juga menerapkan spesialisasi bidang ilmu bagi kiai maupun ustadz yang mengajar di pondok atau madrasah yang ada di Pesantren Buntet. Perubahan yang dilakukan KH Abbas Abdul Jamil tidak hanya membenah fasilitas dan sarana, namun juga memberikan apresiasi kepada santri yang cerdas dan kelebihan khusus untuk melanjutkan pendidikan ke Madinah dan Makkah.

Pada tahun 1960-an ketika KH Muhtadi Abbas memimpin pesantren Buntet, dibuka MTs Putra dan MTs Putri sebagai kelanjutan dari MIW. Pada perkembangan berikutnya, MTs Putra dan MTs Putri berubah menjadi Pendidikan Guru Agama Putra dan Putri yang masa belajarnya empat tahun. KH Muhtadi Abbas yang memimpin pada 1946-1975 sebagai pesantren Buntet memprakarsai berdirinya MA Putra dan Putri pada 1968 yang kemudian pada 1971 MA putra dan putri ini dinegerikan menjadi Madrasah Aliyah Agama Islam (MAAIN).

Pendidikan Formal
Pondok Pesantren Buntet bersifat tradisional dan modern, dikatakan modern karena mengadopsi sistem sekolah modern seperti Madrasah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi. Adapun bersifat tradisional karena pondok ini masih mengkaji kitab-kitab salafussoleh  yang banyak mengupas seputar Al Qur’an, Hadist, Tafsir, Balaghoh, Ilmu gramatika bahasa Arab. Adapun sekolah formal yang ada di pesantren ini antara lain :

  1. Akademi Perawat Buntet Pesantren
  2. SMK Mekanika Buntet Pesantren
  3. Madrasah Aliyah Negeri
  4. Madrasah Aliyah Nahdatul Ulama Putra
  5. Madrasah Aliyah Nahdatul Ulama Putri
  6. Madrasah Tsanawiyah Nahdatul Ulama Putra I
  7. Madrasah Tsanawiyah Nahdatul Ulama Putra II
  8. Madrasah Ibtidaiyah
  9. Madrasah Diniyah
  10. Taman Kanak Kanak

Pemimpin dan Pengasuh
Dalam perjalanannya pesantren ini telah dipimpin oleh beberpa Kyai kharismatik diantaranya:

  1. KH. Mbah Muqoyyim (1689-1785)
  2. KH. Muhta’ad (1785-1852)
  3. KH. Abdul Jamil (1842-1919)
  4. KH. Abbas (1879-1946)
  5. KH. Muhtadi Abbas  (1913-1975)
  6. KH. Muhtamid Abbas (1975-1988)
  7. KH. Abdullah Abbas (1988-2007)
  8. KH. Nahduddin Abbas (2007-sekarang)

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *