PENDAPAT ULAMA SEPUTAR HUKUM QUNUT SUBUH
Qunut subuh merupakan polemik yang sering kita jumpai di masyarkaat muslim di dunia terutama di Indonesia, bahkan tidak jarang terjadi pertikaian sesama muslim hanya karena berselisih pendapat seputar qunut subuh.
Dalam permasalahan ini, ulama ahlus sunnah ada yang menetapkan hukum qunut subuh sunnah ab’ad ada pula yang mengatakan bahwa qunut subuh tidak disunnahkan atau suatu perkara yang tidak ada dasarnya dalam Syariat. Dankedua pendapat di atas masing-masing memiliki dalil yang menguatkan pendapatnya.
- Pendapat yang Membolehkan Qunut
Ulama yang membolehkan qunut subuhadalahpara ulama dari kalangan Malikiyah dan Syafi’iyah. Termasuk di antaranya Ibnu Abi Laili, al-Hasan bin Shalih yang diriwatkan dari Abu Musa al-Asy’ary, Ibnu Abas, dan Abu Bakar.
Pengarang“Mawa<hib al-Jalil”mengatakan bahwa hukum qunut subuh yang masyhur menurut pendapat ulama Malikiyah adalah mustahab. Sedangkan Muhammad bin Abdullah al-Kharasy al-Maliki mengatakan bahwa qunut hanya dilakukan pada waktu shalat subuh dan sebelum ruku’.
Dalam “al-Adzka<r”Imam an-Nawawi mengatakan bahwa hukum qunut subuh adalah sunnah muakkad, apabila meninggalkannya tidak membatalkan shalat namun sunnah untuk melakukan sujud sahwi baik karena disengaja atau pun karena lupa.
Imam asy-Syarbini mengatakan, “Qunut disunahkan pada i’tidal rakaat kedua dari shalat subuh.”
Secara umum dalil yang menjadi sandaran hukum kedua mazhab di atas adalah sebagai berikut;
Pertama,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: «مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا»
Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah saw.senantiasa melakukan qunut pada shalat subuh sampai Beliau meninggalkan dunia”
Kedua,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: لَأُقَرِّبَنَّ صَلاَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ” يَقْنُتُ فِي الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ مِنْ صَلاَةِ الظُّهْرِ، وَصَلاَةِ العِشَاءِ، وَصَلاَةِ الصُّبْحِ، بَعْدَ مَا يَقُولُ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَيَدْعُو لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَلْعَنُ الكُفَّارَ .
Dan dari Abu Hurairah, ia berkata, “Sungguh aku akan mendekatkan kamu dengan shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, Abu Hurairah kemudian qunut dalam raka’at yang akhir dari shalat Zuhur, ‘Isya dan shalat Shubuh, sesudah ia membaca: ‘Sami’allahu liman hamidah.’ Lalu ia mendo’akan kebaikan untuk orang-orang Mukmin dan melaknat orang-orang kafir.”
Ketiga,
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ»
Dari Barra bin Azib, “Bahwasanya Nabi saw. qunut pada shalat Subuh dan Magrib.”
Segi pengambilan dalil dalam Hadis ini yaitu disebutkannya qunut pada waktu shalat Subuh. Imam an-Nawawi berkata, “Tidaklah mengapa ditinggalkan perintah qunut shalat Magrib pada nashdi atas karena bukan termasuk kewajiban.”
Keempat,
عَنِ الْعَوَّامِ بْنِ حَمْزَةَ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا عُثْمَانَ عَنْ الْقُنُوتِ، فَقَالَ: «بَعْدَ الرُّكُوعِ»، فَقُلْتُ: عَمَّنْ؟ فَقَالَ: «عَنْ أَبِي بَكْرٍ، وَعُثْمَانَ»
Dari A’wwam bin Hamzah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Abu Utsman tentang qunut Subuh, dia berkata: “Setelah ruku’.” Kemudia aku bertanya, “Dari siapa?”. Dia berkata, “Dari Abu Bakar dan Utsman.”
Kelima,
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَعْقِلٍ قَالَ: ” قَنَتَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي الْفَجْرِ “
Dari Abdullah bin Ma’qil, ia berkata, “Ali ra. qunut pada shalat Subuh”.
Keenam,
Adanya riwayat bahwa sahabat Umar melakukan qunut pada waktu shalat Subuh. Ibnu Qudamah menambahkan, “Dan itu dilakukan di depan para sahabat dan yang lainnya.”
- Pendapat Yang Tidak Membolehkan Qunut Subuh
Ada pun ulama yang tidak membolehkannya adalah para ulama dari kalangan Hanafiyahdan Hanabilah. Menurut kedua mazhab ini tidak ada qunut pada shalat subuh selain qunut nazilah. Sebagaimana riwayat dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Abu ad-Darda’.
Berkata Abu Sulaiman al-Jurjani, “Aku bertanya kepada Muhammad bin al-Hasan, ‘Dalam shalat apa sajakah qunut itu dilakukan?’ Beliau menjawab: ‘Tidak ada, selain pada shalat witir’.” Demikian pula apa yang dikatakan oleh pengarang al-Mughni.
Dalil yang menjadi sandaran hukum kedua mazhab iniadalah sebagai berikut;
Pertama,
عن أنس –رضي الله عنه- أن النبي –صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوْعِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءِ مِنَ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرْكِهِ”
Dari Anas ra. bahwa Nabi saw. qunut selama sebulan mendo’akan atas kabilah-kabilah Arab kemudian beliau meninggalkannya.
Kedua,
عن أبي هريرة –رضي الله عنه- أن النبي –صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ بَعْدَ الرُّقُوْعِ فِي صَلَاتِهِ شَهْرًا يَدْعُو لِفُلَان وَفُلَان ثُمَّ تَرَكَ الدُّعَاءَ لَهُمْ
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. melakukan qunut sehabis ruku’ pada shalatnya selama sebulan mendo’akan si fulan dan si fulan kemudian beliau meninggalkannya.
Ketiga,
عن سعد بن طارق الأشجعي قال: قلت لأبي: يا أبي إنك قد صليت خلف رسول الله –صلى الله عليه وسلم- وأبي بكر وعمر وعثمان وعلي فَكَانُوْا يَقْنُتُوْنَ فِي الْفَجْرِ؟ أَيْ بُنَيَّ حَدِثٌ”
Dari Saad bin Thariq al-Asyja’iy berkata, “Aku bertanya kepada bapakku: ‘Wahai bapak! Sesungguhnya engkau pernah shalat di belakang Rasulullah saw. Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Apakah mereka qunut pada shalat Subuh?’ Beliau menjawab: ‘Tidak benar wahai anakku! Itu perkaara baru’.
Keempat,
عن ابن مسعود –رضي الله عنه- قوله: ما قنت رسوا لله –صلى الله عليه وسلم- فِيْ شَيْئٍ مِنْ صَلَاتِهِ
Dari Ibnu Mas’ud ra. dia berkata, “Rasulullah saw. Tidak pernah sama sekali melakukan qunut dalam shalatnya.”
Kelima,
عن أبي مخلد قال: صليت مع ابن عمر –رضي الله عنهما- الصبح فلم يقنت فقلت له: أَلَا أَرَاكَ تَقْنُتُ؟ فقال: مَا أَحْفَظَهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا
Dari Ibnu Makhlad, dia berkata, “Aku shalat subuh bersama Ibnu Umar namun beliau tidak melakukan qunut, kemudian aku bertanya kepadanya, ‘Aku tidak melihatmu qunut?’ Dia berkata: Aku tidak pernah melihat sahabat-sahabat kami melakukannya.”
Keenam,
قول ابن عباس: -رضي الله عنهما- : “اَلْقُنُوْتُ فِي الصُّبْحِ بِدْعَةٌ”
Perkataan Ibnu Abbas: “Qunut Subuh itu bid’ah”
Ketujuh,
عن أم سلمة –رضي الله عنها- أن النبي –صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْقُنُوْتِ فِي الصُّبْحِ
Dari Ummu Salamah rah. bahwa Nabi saw. melarang qunut Subuh
Kedelapan,
عن جماعة من الصحابة –رضي الله عنهم- أن النبي –صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ شَهْرًا كَانَ يَدْعُو فِي قُنُوْتِهِ عَلَى رَعْلٍ وَذَكْوَانٍ
Dari jamaah para Sahabat, bahwa Nabi asw. qunut pada shalat Subuh selama sebulan, dalam qunutnya beliau mendo’akan –keburukan- atas bani Ri’l dan Dzakwan.
Kesembilan,
وعن أبي عثمان النهدي قال: “صَلَّيْتُ خَلْفَ أبي بكر وَخَلْفَ عمر كَذَلِكَ، فَلَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْهِمَا يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ
Dari Abu Utsman an-Nahdy, ia berkata: “Aku shalat dibelakang Abu bakar dan juga di belakang Umar, namun aku tidak pernah melihat salah seorang di antara mereka qunut subuh.”
Kesepuluh,
Dan yang terakhir karena shalat Subuh merupakan shalat fardhu seperti shalat lima waktu lainnya yang tidak di syariatkan qunut padanya.
- SIKAP BIJAK PARA IMAM AHLUSSUNAH DALAM MENYIKAPI PERMASALAHAN QUNUT SUBUH
Persoalan qunut Subuh merupakan masalah perselisihan fiqih sejak zaman para sahabat Nabi. Ini termasuk perselisihan yang paling banyak menyita waktu, tenaga, pikiran, bahkan sampai memecahkan barisan kaum muslimin.
Para imam kita telah menegaskan kaidah,
الإجتهاد لا ينقض بالإجتهاد
“Suatu ijtihad tidak bisa dimentahkan oleh ijtihad lainnya.”
Pertama, Imam asy-Syafi’i
Beliau adalah salah satu dari imam empat madzhab terkenal di dunia Islam, khususnya Ahlus Sunnah, yang memiliki jutaan pengikut di berbagai belahan dunia Islam. Beliau termasuk yang membolehkan qunut Subuh. Beliau sendiri memiliki sikap yang amat bijak ketika datang ke jamaah yang tidak berqunut shubuh.
Diceritakan dalam Al Mausu’ah sebagai berikut:
الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَرَكَ الْقُنُوتَ فِي الصُّبْحِ لَمَّا صَلَّى مَعَ جَمَاعَةٍ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ فِي مَسْجِدِهِمْ بِضَوَاحِي بَغْدَادَ . فَقَال الْحَنَفِيَّةُ : فَعَل ذَلِكَ أَدَبًا مَعَ الإِمَامِ ، وَقَال الشَّافِعِيَّةُ بَل تَغَيَّرَ اجْتِهَادُهُ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ
Asy-Syafi’i ra. meninggalkan qunut pada shalat Subuh ketika beliau shalat bersama jamaah kalangan Hanafiyah (pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad. Berkata Hanafiyah: “Itu merupakan adab bersama imam.” Berkata asy-Syafi’iyyah (pengikut asy-Syafi’i): “Bahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu itu.”
Kedua, Imam Ahmad bin Hambal
Imam Ahmad bin Hambal termasuk yang menolak qunut Subuh, namun beliau memiliki sikap yang menunjukkan ketajaman pandangan, keluasan ilmu, dan kedewasaan bersikap. Hal ini dikatakan oleh syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, yaitu:
وانظروا إلى الأئمة الذين يعرفون مقدار الاتفاق، فقد كان الإمام أحمدُ رحمه الله يرى أنَّ القُنُوتَ في صلاة الفجر بِدْعة، ويقول: إذا كنت خَلْفَ إمام يقنت فتابعه على قُنُوتِهِ، وأمِّنْ على دُعائه، كُلُّ ذلك مِن أجل اتِّحاد الكلمة، واتِّفاق القلوب، وعدم كراهة بعضنا لبعض.
“Lihatlah para imam yang mengetahui banyak kesepakatan, adalah Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bid’ah. Dia mengatakan: “Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan do’anya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.”
Ketiga, Imam Sufyan ats-Tsauri
Beliau mengatakan, sebagaimana dikutip Imam at-Tirmidzi yaitu,
قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ
“Berkata Sufyan ats-Tsauri: “Jika berqunut pada shalat shubuh, maka itu bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.”
Keempat, Imam Ibnu Hazm
Beliau berpendapat, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam asy-Syaukani,
وقال الثوري وابن حزم : كل من الفعل والترك حسن
“Berkata ats-Tsauri dan Ibnu Hazm: “Siapa saja yang yang melakukannya dan meninggalkannya, adalah baik.”
Kelima, Imam Ibnu Taimiyah
Beliau memiliki pandangan yang jernih dalam hal qunut shubuh ini. Walau beliau sendiri lebih mendukung pendapat yang tidak berqunut. Berikut ini ucapannya:
وَكَذَلِكَ الْقُنُوتُ فِي الْفَجْرِ إنَّمَا النِّزَاعُ بَيْنَهُمْ فِي اسْتِحْبَابِهِ أَوْ كَرَاهِيَتِهِ وَسُجُودِ السَّهْوِ لِتَرْكِهِ أَوْ فِعْلِهِ وَإِلَّا فَعَامَّتُهُمْ مُتَّفِقُونَ عَلَى صِحَّةِ صَلَاةِ مَنْ تَرَكَ الْقُنُوتَ وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبِ وَكَذَلِكَ مَنْ فَعَلَهُ
“Demikian juga qunut subuh, sesungguhnya perselisihan di antara mereka hanyalah pada istihbab-nya (disukai) atau makruhnya (dibenci). Begitu pula perseleihan seputar sujud sahwi karena meninggalkannya atau melakukannya, jika pun tidak qunut, maka kebanyakan mereka sepakat atas sahnya shalat yang meninggalkan qunut, karena itu bukanlah wajib. Demikian juga orang yang melakukannya.”