PBB Minta Myanmar Jamin Proses Pemulangan Pengungsi Rohingya
HIDAYATUNA.COM – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres telah menyatakan keprihatinan yang ‘sangat mendalam’ atas nasib dari ratusan ribu pengungsi Rohingya. Dia pun mendesak Myanmar untuk memastikan keamanan proses pemulangan para pengungsi Rohingya.
Sebuah operasi militer yang brutal pada bulan Agustus 2017 telah memaksa lebih dari 740.000 anggota minoritas Muslim untuk melarikan diri dari negara bagian Rakhine Myanmar dan kebanyakan dari mereka lari mencari perlindungan di kamp-kamp pengungsian yang penuh sesak di seberang perbatasan di Bangladesh.
Menurut para penyelidik yang ditugaskan oleh PBB, selama operasi militer yang dilakukan sebagai respon dari serangan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata itu, militer Myanmar melakukan pemerkosaan dan pembunuhan massal dengan ‘niatan genosida’.
Guterres mengatakan Myanmar bertanggung jawab untuk ‘memastikan lingkungan yang kondusif dalam proses pemulangan pengungsi Rohingya secara aman, sukarela, bermartabat, dan berkelanjutan’. Hal itu dia sampaikan di depan Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi, saat menghadiri KTT ASEAN ke-35 di Bangkok, Thailand, pada hari Minggu kemarin.
Ketika Guterres berbicara, Penasihat Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang hadir di acara tersebut hanya duduk diam dengan ekspresi wajah yang datar.
Perlu diketahui bahwa Myanmar sendiri tidak mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara mereka. Negara itu mengatakan bahwa mereka akan menyambut kembali warga Rohingya yang menyetujui mendapatkan status birokrasi, status yang berada di bawah status kewarganegaraan dan jika mereka juga setuju untuk hidup di bawah penjagaan yang ketat setelah desa mereka dibakar.
Sejauh ini, hanya beberapa ratus dari warga Rohingya yang telah kembali ke Myanmar, dengan banyak dari mereka yang masih mengkhawatirkan penganiayaan lebih lanjut di negara yang mayoritasnya beragama Buddha itu.
Guterres juga menyerukan agar Myanmar ‘menjamin para aktor kemanusiaan memiliki akses penuh dan tanpa batas ke daerah-daerah tempat para pengungsi kembali’. Sebuah laporan ASEAN yang bocor pada awal tahun ini mengatakan bahwa upaya repatriasi dapat memakan waktu dua tahun lagi.
Tentara Myanmar telah mendapatkan kecaman karena menutup-nutupi kampanye militer mereka, yang dituduhkan untuk menumpas ‘teroris’ Rohingya. Dan Aung San Suu Kyi sendiri, yang pernah meraih Penghargaan Nobel Perdamaian, juga telah dikritik karena gagal mengambil tindakan untuk menghentikan tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap warga Rohingya.
Meskipun telah mendapat kritik secara terus-menerus dari kelompok-kelompok HAM dan para pemimpin dunia, Myanmar tetap menolak untuk tunduk dalam pendekatannya terhadap warga Rohingya.
Sebagian besar dari negara bagian Rakhine masih tertutup bagi para relawan dan jurnalis. Mereka hanya dapat mengunjungi daerah itu dengan perjalanan yang dikontrol ketat dan didampingi oleh militer Myanmar.
Saat ini, pasukan keamanan Myanmar telah meluncurkan kampanye yang semakin meluas dan brutal terhadap kelompok pemberontak, yang merekrut anggotanya dari mayoritas lokal yang beragama Buddha dan memerangi pusat negara untuk status otonomi yang lebih besar. (Aljazeera.com)