Ngaji Hadis Bukhari di Depan Guru
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Menjelang Haul Akbar Pondok Ploso, panitia menghubungi saya untuk hadir bersama dengan masyarakat sekitar Pondok Ploso. Karena saya mengira cuma bersama masyarakat, saya pun mengiyakan.
Tidak tahunya ternyata haul tersebut dihadiri oleh seluruh keluarga pondok al-Falah, terlebih guru saya Kiai Nurul Huda, Dewan Gawagis yang juga saya belajar kepada beliau-beliau.
Belum lagi para mufattisy dan ustaz yang menjadi senior saya di pondok Ploso.
Sebelum saya naik podium saya sangat gemetar dan saya sempat berbisik kepada Kiai Arsyad, sesepuh alumni Ploso:
“Kiai, apa Saya tidak suul adab seperti ini?” Beliau jawab: “Tidak. Teruskan.”
Maka dengan Bismillah saya niat ngaji di depan para guru-guru saya, khususnya Kiai Nurul Huda.
Saya menyampaikan sebuah hadis yang menjadi dalil khususnya bagi ulama Syafi’iyah bahwa ulama yang telah wafat pun masih diberi keberkahan oleh Allah sebagaimana saat dia hidup.
Hadis tersebut adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قال النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ لَمَا بَرَكَتُهُ كَبَرَكَةِ الْمُسْلِمِ » « هِىَ النَّخْلَةُ »
“Dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Sungguh di antara pohon ada yang keberkahannya seperti keberkahan seorang Muslim, yaitu pohon kurma.” (HR. Bukhari)
Penjelasan Al-Hafizh Ibnu Hajar bahwa pohon kurma itu semua yang ada di dalamnya memiliki manfaat, mulai dari pohon, daun apalagi buahnya.
Tidak hanya saat pohon tersebut ditanam, setelah dipugar pun pohon kurma masih berguna yakni bisa menjadi atap rumah, pintu, kusen jendela dan sebagainya.
Demikian halnya dengan seorang Muslim, Al Hafidz Ibnu Hajar berkata:
وَكَذَلِكَ بَرَكَة الْمُسْلِم عَامَّة فِي جَمِيع الْأَحْوَال ، وَنَفْعه مُسْتَمِرّ لَهُ وَلِغَيْرِهِ حَتَّى بَعْد مَوْته
Artinya:
“Demikian pula keberkahan seorang Muslim di semua keadaan. Manfaatnya tetap ada untuknya dan orang lain hingga setelah ia wafat.” (Fath Al-Bari, 1/97)
Berdasarkan istinbath dari hadis tersebut yang dilakukan oleh Amirul Mukminin di bidang hadis kami percaya bahwa guru-guru kami yang telah wafat oleh Allah masih tetap dikaruniakan kemanfaatan untuk orang-orang yang masih hidup khususnya para santri-santrinya.
Karena saya ngaji shahih Bukhari kepada kyai Nurul Huda maka tidaklah berlebihan ketika seorang murid memuji gurunya dan saya sebut gelar beliau bagi diri saya:
1. Syaikhu Ulumina
2. Syaikhu Thariqatina, yakni thariqah belajar dan mengajar.
3. Syaikhu Futuhina, sebab dari mengaji kepada beliau Allah memberi pemahaman dari makna-makna kitab
4. Sanad Adillatina, dari ilmu beliau kami dan para santrinya bisa berargumen dalil. []