Menyikapi ACT: Dorong Penegakan Hukum dan Ambil Hikmahnya

 Menyikapi ACT: Dorong Penegakan Hukum dan Ambil Hikmahnya

HIDAYATUNA.COM – Mendadak banyak pihak yang merasa kaget dengan berita yang diunggah oleh Tempo tentang ACT. Lalu berbagai komenpun bermunculan.

Intinya, yang memang merasakan ada keganjilan sejak awal akan ngegas dengan berbagai pilihan katanya. Yang pernah nyumbang dan merasa tertipu juga punya perbendaharaan kata tersendiri. Yang tetap yakin dengan sumbangannya juga memberikan pembelaannya.

Bahkan penerima sedekahnya pun terbelah paling tidak dua kubu. Yang merasa tertolong dan yang merasa dimanfaatkan. Semua berargumen berdasarkan atas pengalamannya masing-masing.

Sains kita telah menjelaskan bahwa seseorang memiliki kecenderungan akan berargumen berdasarkan atas sesuatu yang disukai atau tidak disukai. Bukan atas dasar benar atau salah. Dan saat ini kasus tersebut sedang dalam penanganan pihak berwajib.

Harus dikawal sebab ACT memiliki banyak rekam jejak yang ditengarai patut dicurigai tetapi selama ini berjalan aman nyaman selalu. Entah mengapa demikian. Sangat berharap bisa dibuka secara transparan supaya menjadi pelajaran bagi kita semua.

Biarkan hukum yang berbicara. Kita bisa belajar sembari melihat sejauh mana hukum kita bisa tegak dan bersikap adil berhadapan dengan kasus semacam ini.
Jangan lupakan pula jika ada kemungkinan akan dicarikan celah dengan mengatasnamakan asas legalitas. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”.

Dalam hal ini artinya apabila terdapat perbuatan yang belum ada pasal dan ayat khusus yang mengatur maka pada perbuatan tertentu pelakunya tidak bisa dijerat secara hukum. Bahkan jika kelembagaan dianggap bermasalah, maka personilnya bisa keluar dan membuka wadah baru dengan image yang baru pula lalu melanjutkan aksinya.

Alangkah baiknya jika para ahli hukum bisa memberi penjelasan dengan lebih detail kepada masyarakat. Sehingga bisa lebih paham tentang hukum dan menjadi tercerahkan dari ahlinya. Tidak sekedar beropini liar yang malah tidak sesuai dengan hukum formal kita.

Kalau secara kelembagaan, kemungkinan akan ada banyak pasal yang bisa dikenakan. Istilahnya pasal berlapis sehingga ada sanksi yang diberikan. Entah seberapa berat, biar perjalanan proses ini yang menjelaskan ke publik.

Bagi masyarakat umum, sebaiknya kita mengambil pelajaran yang sangat berharga ini. Terlepas dari apakah secara personal orang-orang yang mendapat gaji dalam besaran rupiah yang luar biasa itu bisa dikenakan hukum formal (pidana atau perdata) ataupun tidak, kita sama-sama tahu itu bukan perbuatan yang patut dijadikan inspirasi.

Kepada mereka yang hendak berkecimpung dalam pengelolaan dana sosial, sebaiknya memiliki mata pencaharian sendiri. Tidak menggantungkan diri pada pendapatan seperti itu. Ketahuilah bahwa mata pencaharian semacam ini sangat tidak layak bagi kemanusiaan.

Kecuali memang ada bagian untuk sekedar pengganti uang transport atau uang makan saja tidaklah mengapa. Sebab, banyak pejuang kemanusiaan yang tulus juga punya keterbatasan dalam finansial. Sehingga harus mendapat subsidi secukupnya saja.

Dan bagi mereka yang gemar bersedekah ataupun berbagi, sebaiknya bisa lebih mengedepankan rasional. Jangan sampai rasional kita dibajak oleh emosional kita atas dasar empati yang salah sasaran.

Bisa disalurkan kepada keluarga atau tetangga terdekat. Atau lembaga yang memang benar-benar dikenal langsung. Jangan sampai hanya karena melihat melalui iklan atau pemberitaan saja.

Alangkah lebih baik jika misalnya keinginan bersedekah bisa disalurkan melalui kelompok yang terdekat di masyarakat. Misalnya Dasawisma, PKK, kotak infak masjid, kelompok sedekah sehari seribu, karangtaruna, maupun lembaga semacam LazisNU bagi warga NU.

Bisa dimulai dengan memiliki kotak penyimpan calon sedekah kemudian dibuka setiap bulan dan diserahkan kepada yang berhak langsung atau melalui lembaga yang terpercaya.

Sehingga kita tidak cukup berbekal ikhlas saja melainkan juga paham kemana sedekah kita itu disalurkan. Jangan sampai sampai salah sasaran akibat dari ketidaktahuan dan ketidakmautahuan kita sendiri.

Kita marak mengkritisi Pengemis Miliader atau menjuluki kasus ini dengan sebutan Pengemis Berdasi. Besok entah apalagi julukannya. Tetapi kejadian akan terus dan selalu berulang. Mengapa? Karena kita tidak membiasakan diri, tidak melatih diri menyalurkan empati kita pada jalur semestinya. Dan itulah yang dimanfaatkan oleh banyak orang yang memiliki cara tersendiri untuk bisa mendapatkan keuntungan dari masyarakat.

Tidak perlu saling menyindir, ngegas atau membela diri. Masa depan kita masih panjang. Dan juga masih banyak yang membutuhkan uluran tangan kita.
Mari kita salurkan sedekah dan bantuan kemanusiaan kita kepada yang berhak melalui lembaga yang memang kita kenal luar dalamnya.

Shuniyya Ruhama

Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah Weleri-Kendal

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *