Mendidik Anak, Bentuk Jihad Perempuan

 Mendidik Anak, Bentuk Jihad Perempuan

Mendidik Anak, Bentuk Jihad Perempuan (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Memilih memiliki anak atau childfree, sama halnya seperti memilih menikah atau melajang. Hal itu merupakan hak setiap individu yang tidak bisa dihukumi satu benar dan yang lainnya salah.

Dalam tulisan ini kita tidak akan membandingkan pilihan para orang tua baru yang memilih memiliki anak ataupun sebaliknya karena hal tersebut merupakan sepenuhnya hak masing-masing individu, dan dijamin oleh undang-undang.

Seperti yang kita tahu, bahwa perbedaan mendasar seorang perempuan dengan laki-laki adalah dari unsur biologisnya, vagina sebagai alat reproduksi, tumbuhnya payudara, menstruasi yang datang setiap bulan dan tidak tertinggal, kekhasan dari seorang perempuan adalah adanya rahim.

Semua hal ini, merujuk pada fungsi reproduksi yaitu hamil dan melahirkan.

Namun pada hakikatnya, fungsi reproduksi tidak secara langsung berhubungan dengan efek yang mengharuskan seorang perempuan menjadi jumud dan terbelakang.

Dengan kata lain, kita bisa mengambil sebuah ungkapan yang lebih aksiomatis dan bersahabat.

Bahwa seorang perempuan adalah makhluk yang dipilih oleh Yang Maha Kuasa untuk melanjutkan keberlangsungan hidup manusia. Selanjutnya menjadi pilihan individu tersebut untuk menggunakan fungsi reproduksi tersebut secara optimal atau tidak.

Bagi perempuan yang memilih untuk menggunakan potensi fungsi reproduksi tersebut akan merasakan sakit dan lelah yang bertambah-tambah selama sembilan bulan mengandung, tidur tidak nyaman, badan berubah, emosi berubah, dan perubahan-perubahan lainnya yang sangat bisa memicu stress.

Belum lagi jika dihadapkan pada luar biasa sakitnya persalinan dan pemulihan pasca persalinan.

Di samping itu, kita pun dihadapkan pada aktivitas menyusui yang tidak memiliki tanggal merahnya, bisa kapan saja semau anak ingin menyusu.

Menjadi orang tua adalah proses belajar yang tiada berujung. Pada fase ini, banyak ibu khususnya ibu baru merasa sangat kelelahan dan merasa tidak memiliki waktu bahkan untuk dirinya sendiri.

Sehingga tidak salah, jika seorang perempuan yang telah menjadi Ibu mendapat posisi yang amat mulia dihadapan Tuhan.

Bahkan hadist Nabi menyebut ibu sampai tiga kali dalam hal kewajiban diperlakukan dengan baik sebelum seorang ayah. Juga beberapa ayat Al-Qur’an yang menyebut tentang keutamaan seorang ibu.

Seperti dalam Q.S. Luqman ayat 14-15 berikut:

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Artinya:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun…” (Q.S. Luqman ayat 14-15)

Juga dalam Q.S. Maryam ayat 32:

وَبَرًّۢا بِوَٰلِدَتِى وَلَمْ يَجْعَلْنِى جَبَّارًا شَقِيًّا

Artinya: Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.” (Q.S. Maryam ayat 32)

Banyak alasan yang menjadikan mengapa mendidik anak dengan penuh khidmat dan kasih sayang adalah hal yang tidak bisa ditukar dan dibayar dengan apapun.

Sebab peran ini sangat menentukan kepribadian seorang manusia bahkan generasi masa depan yang akan menciptakan peradaban.

Oleh karenanya, seorang ibu harus terdidik, seorang ibu haruslah cukup usia dalam perannya menjadi ibu.

Cukup usia disini adalah kematangan emosi yang cukup dan pengelolaan masalah bisa diatasi dengan matang dan bijak.

Mungkin ada yang bilang, bahwa jihad atau berjuang tidak harus dengan menjadi ibu (secara biologis), banyak cara lain yang bisa dilakukan.

Ya, benar. Berjuang tidak harus menjadi ibu. Berjihad punya ragam cara.

Namun bagi perempuan yang memilih menjadi ibu biologis bagi seorang anak, merawat dan mendidik anak adalah jihad yang tak ternilai dan layak dibanggakan tanpa perlu membandingkan dengan jihad yang lainnya.

Apalagi jika aktivitas tersebut dilakukan untuk meraih ridho Ilahi yang kemudian mengantarkan pada hakikat kebahagiaan hidup.

Contohnya seperti peran ibu dari seorang Maudy Ayunda yang kita kenal tidak hanya sebagai aktris tetapi juga seorang penulis lagu, alumni Universitas Stanford dan Oxford dan beberapa waktu lalu dinobatkan sebagai juru bicara Pemerintah untuk Presidensi KTT G20 Indonesia.

Dibalik seorang Maudy yang sekarang dinilai sukses itu ada peran seorang ibu yang rela berjihad melalui caranya sendiri dengan cermat mengamati proses belajar anaknya, rela keluar masuk beberapa sekolah untuk mengamati dan membandingkan sistem pendidikan yang baik untuk anaknya menggali ilmu.

Dari sini kita bisa ambil nilai yang patut dijadikan contoh, bahwa untuk mendidik seorang anak untuk menjadikannya sebagai insan kamil adalah bentuk jihad perempuan.

Untuk kesuksesan jihad ini, maka ibu sebagai perempuan pendidik haruslah cerdas sedari dini, senantiasa mau untuk meng-upgrade ilmu dan memiliki pola pikir yang kritis dan siap menerima kritik serta memberikan solusi agar tidak terkungkung oleh budaya patriarki.

Giat berbenah dan berproses jika masih merasa banyak kesalahan. Serta terus memupuk cita dan asa agar tidak padam bahwa generasi selanjutnya yang lahir dari kita adalah generasi yang harus lebih baik lagi bagi sesamanya. []

Alfiyah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *