Mempersiapkan SDM Berkualitas Melalui Program Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dewasa ini banyak sekali pihak yang sedang membicarakan soal stunting. Bahkan menurut Wagino Kepala Seksi HI KPKNL Ternate, pemerintah pusat telah menetapkan strategi nasional percepatan pencegahan stunting pada 2018-2024 dengan 5 pilar yang saling berkaitan yaitu:
1. Komitmen dan Visi Kepemimpinan
2. Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku
3. Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi Program Pusat, Daerah, dan Desa
4. Ketahanan Pangan dan Gizi
5. Pemantauan dan Evaluasi
Hubungan antara BKKBN dengan Pencegahan Stunting
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun tentu menjadi bagian dalam percepatan pencegahan isu stunting.
Hal ini dikarenakan salah satu dampak stunting adalah adanya penurunan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Tentu sangat tidak diharapkan bila hal ini terjadi.
Apalagi pada tahun 2045 Indonesia diasumsikan mendapat bonus demografi yang artinya jumlah penduduk Indonesia di tahun tersebut banyak yang masuk dalam kategori penduduk dengan usia produktif.
Hindari 4T
Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting melalui penerapan program kebijakan keluarga berencana adalah memberikan edukasi kepada masyarakat dengan menghindari 4T (Empat T) yaitu terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak antar anak, usia ibu melahirkan terlalu tua, dan atau usia ibu melahirkan terlalu muda.
Terlalu Sering Melahirkan
Berdasarkan pemaparan DR. Siti Nurunniyah, M.Kes dalam kegiatan Edukasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah di Kota Magelang Minggu 05 Februari 2023 yang dilaksanakan secara hybrid baik di TPQ Bina Bahagia maupun Zoom Meeting, terlalu sering melahirkan dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian ibu.
Selain meningkatkan angka kematian ibu, terlalu sering melahirkan juga menyebabkan proses recovery tubuh ibu secara biologis tidak bekerja secara optimal.
Bahkan di dalam Al-Qur’an proses kodrati perempuan dari hamil, melahirkan dan menyusui hingga menyapih saja membutuhkan waktu pemulihan kurang lebih 2-3 tahun untuk siap kembali memiliki anak.
Terlalu Dekat Jarak Antar Anak
Empat T yang kedua adalah terlalu dekat. Kehamilan yang jaraknya terlalu dekat dapat menyebabkan resiko timbulnya gangguan kesehatan baik secara fisik maupun psikis antara ibu dan juga anak.
DR. Siti Nurunniyah, M.Kes mengatakan bahwa sebaiknya jarak antara anak yang satu dengan yang lainnya adalah 5 tahun.
Hal ini dikarenakan untuk mencegah stunting baik pada anak yang pertama maupun selanjutnya. Pola pengasuhan pun akan terpengaruh apabila ada batita (bayi tiga tahun) dan baduta (bayi dua tahun) di dalam sebuah keluarga.
Terlalu Tua atau Muda Usia Ibu Melahirkan
Selanjutnya empat T yang ketiga dan keempat adalah usia ibu melahirkan yang terlalu tua dan atau terlalu muda.
Secara biologis, usia produktif perempuan untuk melahirkan adalah di usia 20 tahun ke atas hingga kurang dari 40 tahun.
Jika ibu hamil dan melahirkan di bawah usia 20 tahun maupun di atas 40 tahun cenderung memiliki risiko seperti kelahiran prematur, pendarahan, hingga peningkatan angka kematian.
Oleh sebab itu, hal-hal seperti ini di dalam perspektif Mubadalah pun dapat didiskusikan baik antara suami dengan istri maupun pasangan suami istri (pasutri) dengan tenaga kesehatan yang bersangkutan untuk merencanakan mana alat kontrasepsi yang terbaik yang dapat digunakan sesuai dengan kondisi setiap individu baik suami atau istri.
Hal ini dijelaskan pula oleh DR. Siti Nurunniyah, M.Kes, baik suami maupun istri harus mengetahui dan memahami alat kontrasepsi apa yang akan dipilih oleh pasutri berdasarkan jenis KB-nya yaitu KB Alami, KB Hormonal dan KB Hormonal sebelum memutuskan menjadi akseptor.
Dalam acara yang sama DR. Nur Rofiah, Bil. Uzm juga memberi penekanan terkait pelaksanaan program keluarga berencana dalam perspektif Mubadalah, yang perlu diperhatikan oleh pasutri ketika merencanakan buah hati yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa adalah proses biologis perempuan.
Hal ini dikarenakan, ketika merencanakan anak, perempuan harus mengalami rentang waktu tahunan di mulai dari masa kehamilan, persalinan, nifas, dan menyusui. Sedangkan laki-laki hanya membutuhkan waktu menitan.
Oleh sebab itu, dalam hal ini, selain suami berperan untuk menjadi partisipan atau akseptor KB yang dapat meningkatkan tingkat partisipasi pria dalam program keluarga berencana, suami juga memberikan ketenangan jiwa bagi istrinya, mengingat proses biologis yang harus dialami oleh seorang istri untuk melahirkan satu keturunan sudahlah panjang.
Kegiatan edukasi KB ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan setiap hari Minggu pukul 15.30 WIB di TPQ Bina Bahagia Tidar Warung Magelang dan juga melalui Zoom Meeting.
Kegiatan ini didukung oleh SGPP Indonesia, Rutgers Indonesia melalui program Power to You(th) Small Grants Initiative 2022, Mubadalah.id, Ngaji KGI, Ibuku Content Creator, Puan Menulis dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMP4KB) Kota Magelang. []