Membincang Sebuah Judul Disertasi

 Membincang Sebuah Judul Disertasi

Seni Merangkai kata Ala Mahbub Djunaidi (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Waktu masih kuliah pernah ada satu dosen saya yang bicara tentang zakat. Menurut Beliau bila zakat dikelola dengan baik, maka dijamin tidak akan ada kemiskinan di negeri ini.

Saya pun antusias dapat kuliah macam itu. Bahkan saya tertarik untuk menjadikan kuliah beliau sebagai objek penelitian dan jadi bahan penulisan disertasi.

Judulnya kira-kira begini, “Pengelolaan Zakat Yang Profesional Sebagai Solusi Dalam Mengentaskan Kemiskinan dan Meningkatkan Kesejahteraan Bangsa.”

Sayangnya ketika penelitian ini membutuhkan data di lapangan yang nyata, saya justru kesulitan menemukan studi kasus yang mendukung teori tersebut.

Bahkan pak dosen yang ketika memberi kuliah berapi-api memuji zakat, begitu saya minta bantuan informasi, beliau tiba-tiba terdiam lama.

Sebagai bahan judul disertasi, tentu butuh fakta-fakta dan data yang nyata. Pertanyaannya sederhana sekali:

Di manakah di negeri ini ada suatu wilayah yang bisa dientaskan kemiskinannya semata-mata karena zakatnya dikelola secara profesional?

Saat itu pak dosen diam agak lama. Sampai akhirnya beliau bilang terus terang, “Saya belum bisa menjawab.”

Lalu saya ganti pertanyaannya : Kalau di Indonesia tidak ada, apakah ada di suatu negara Islam di dunia ini, dimana negara itu berhasil mengentaskan kemiskinannya dengsn program zakat?

Misalnya Saudi, Qatar, Emirat, Turki atau apalah. Apakah ada, pak?

Lagi-lagi beliau terdiam agak lama sambil berpikir. Tapi akhirnya beliau menjawab,

“Saya belum menemukan satu pun negara Islam di dunia ini yang bisa mensejahterakan rakyatnya lewat zakat.”

Akhirnya batal lah niat saya mau ambil judul terkait zakat yang konon katanya bisa mengentaskan kemiskinan.

Soalnya saya ragu karena belum pernah terbukti secara nyata di masa kini bahwa zakat itu bisa mengentaskan kemiskinan.

Memang setelah saya searching lagi, kok saya belum menemukan ada satu pun negara yang bisa makmur di dunia ini sertaberhasil mensejahterakan rakyatnya lewat zakat.

Mungkin ada pembaca yang bisa bantu kasih tahu ke saya? Monggo saya tunggu.

Tapi umumnya kesejahteraan suatu negara rata-rata karena urat nadi perekonomiannya baik, ekspornya baik, pendapatan negaranya tinggi, sedangkan jumlah rakyatnya tidak terlalu banyak.

Maka makmurlah negara itu, tapi bukan karena zakat.

Saudi Arabia pernah jadi negara petro dolar. Rakyatnya sejahtera, semua pelajar dan mahasiswa diberi uang saku. Pendidikan dan kesehatan gratis buat rakyatnya.

Tapi kita tahu kekayaan Saudi bukan karena mengelola zakat, tapi karena jadi negara penghasil minyak terbesar di dunia. Uangnya banyak tapi rakyatnya sedikit. Wajar kalau makmur.

Brunei Darussalam tetangga sebelah juga sama. Pemasukannya berlimpah, tapi penduduk yang mau disejahterakan sedikit sekali.

Bandingkan dengan kita. Pemasukan terbatas tapi rakyatnya bejibun. Kalau dibagi rata, dapatnya hanya sedikit per penduduk.

Meski di negeri kita lembaga Amil Zakat tumbuh subur bagai jamur di musim hujan, namun tingkat kesejahteraan rakyatnya masih gini-gini aja.

Belum seperti yang banyak diteorikan orang. Makanya saya ganti judul, tidak lagi bicara zakat. []

Ahmad Sarwat

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *