Larangan Salat bagi Wanita Haid
HIDAYATUNA.COM – Pertanyaan inti Bapak Dr. Suryo Bawono, Sp.OG adalah siapa yang melarang wanita haid untuk salat? Saya jawab, yang melarang adalah Allah, Nabi Muhammad dan Ijmak (konsensus ulama).
Dalam Alquran surat an-Nisa’: 43 dan al-Maidah: 6 disebutkan bahwa orang yang berhadas dilarang untuk salat. Oleh sebab itulah, para ulama menyatakan dalam seluruh kitab fikih bahwa di antara syarat sah salat adalah harus suci dari hadas.
Haid sendiri adalah jenis hadas dan seorang yang haid terus menerus mengeluarkan darah sehingga tidak mungkin wudhunya dianggap sah. Dengan demikian, dia dilarang salat.
Lalu, dalam hadis shahih, Nabi Muhammad pernah memberikan pertanyaan yang sekaligus menjadi pernyataan yang menjadi pedoman bagi umat islam. Beliau mengatakan:
ألَيْسَ إذا حاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ولَمْ تَصُمْ؟
“Bukankah perempuan ketika haid tidak shalat dan tidak berpuasa?” (HR. Bukhari)
Andai salat dan puasa tetap wajib bagi wanita haid, maka mustahil ada pertanyaan demikian. Kewajiban itu pun gugur ketika ada larangan atau keringanan. Dalam kasus haid yang ada adalah larangan sebab haid adalah hadas.
Konsensus ulama
Para ulama seluruhnya sudah sepakat bahwa wanita haid tidak wajib salat. Tidak ada sama sekali perbedaan pendapat soal ini.
Syaikh Ibnu al-Mundzir dalam kitabnya yang berjudul al-Awsath Fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilat (Vol. II hlm. 202) menjelaskan:
ذِكْرُ إسْقاطِ فَرَضِ الصَّلاةِ عَنِ الحائِضِ أجْمَعَ أهْلُ العِلْمِ لا اخْتِلافَ بَيْنَهُمْ عَلى إسْقاطِ فَرْضِ الصَّلاةِ عَنِ الحائِضِ فِي أيّامِ حَيْضِها وإذا سَقَطَ فَرْضُ الصَّلاةِ عَنْها فَغَيْرُ جائِزٍ أنْ يُلْزِمَها قَضاءُ
“Keterangan gugurnya kewajiban shalat dari wanita haid. Para ahli ilmu seluruhnya bersepakat, tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka, atas gugurnya kewajiban salat dari wanita haid di hari-hari haidnya. Ketika kewajibannya sendiri sudah gugur, maka tidak bisa diwajibkan mengqadla’.”
Dalam ilmu ushul fikih, ijmak atau konsensus ulama adalah sumber hukum ketiga selain Alquran dan hadis. Jadi siapa yang berpendapat menyelisihi ijmak berarti sesat.
Berpendapat mengenai salatnya wanita haid, boleh-boleh saja. Kebolehan ini berlaku selama tidak melanggar ketiga sumber utama hukum Islam, yakni Alquran, hadis, dan Ijmak.