Batas 4 Perempuan dalam Poligami adalah Ijmak

 Batas 4 Perempuan dalam Poligami adalah Ijmak

Menikah Itu Bukan Siapa Cepat, Tapi Siapa Siap (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Ijmak adalah kesepakatan (konsensus) seluruh ulama dalam satu masa. Dalam ushul mazhab Syafi’i, Ijmak menjadi sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadis sehingga posisinya sangat urgen. Bukan sekadar penafsiran biasa yang mudah diabaikan atas nama beda pendapat atau beda penafsiran.

Sebagian ulama yang merangkum ijmak-ijmak para ulama adalah Syaikh Ibnu Hazm (384-456 H) dalam kitabnya yang berjudul Maratibul Ijma’. Ini adalah kitab babon dalam hal pelacakan mana saja hal yang menjadi ijmak.

Di antara ijmak yang disebutkan oleh Imam Ibnu Hazm dalam kitab tersebut adalah:

واتَّفَقُوا على أن نِكاح أكثر من أربع زَوْجات لا يحل لأحد بعد رَسُول الله ﷺ

“Para ulama sepakat bahwa menikah lebih banyak dari empat istri tidak halal bagi seorang pun setelah Rasulullah SAW.”

Bisa dibilang bahwa apa yang ditulis oleh Ibnu Hazm di abad kelima tersebut merupakan konsensus akhir seluruh ulama sejak di masanya. Di masa sebelumnya ada satu-dua nama tokoh yang memperbolehkan poligami lebih dari 4 perempuan, sebagian menyatakan boleh 9 dan paling banyak hingga 18 perempuan.

Akan tetapi pendapat itu terbukti syadz (nyeleneh dan sangat lemah pendalilannya) sehingga secara kompak diabaikan oleh semua mazhab fikih di dunia Islam. Hanyalah ijmak yang tersisa, bahwa poligami maksimal 4 perempuan.

Batas Maksimal Poligami

Dua abad kemudian, Syaikh Ibnu Taymiyah (661-728 H) datang mengkritik beberapa poin dalam kitab Ibnu Hazm di atas. Menurutnya bukan ijmak, tetapi hal yang sebenarnya masih diperselisihkan ialah soal batas maksimal poligami, namun ini tidak termasuk yang dikritik.

Dengan ini kita tahu bahwa tentang jumlah batas poligami ini adalah konsensus yang tidak terbantahkan sama sekali. Hal ini berlaku sebagai sumber hukum yang mengikat hingga kiamat.

Bila ada yang berbeda pendapat tentang ini, artinya dia telah menyendiri dari seluruh umat Islam di dunia, selama—setidaknya sepuluh abad (sejak masa Ibnu Hazm hingga sekarang).

Apalagi bila menganggap bahwa di suatu masa di masa depan nanti seorang lelaki boleh menikah dengan puluhan perempuan. Maka dia telah menyendiri dari seluruh umat Islam sepanjang sejarah sejak masa Nabi Muhammad mungkin hingga kiamat.

Poligami Sesuai Syariat Nabi Muhammad

Senyeleneh-nyelenehnya orang dulu, paling banyak dia mengatakan batasnya adalah 18, tidak sampai puluhan. Lain lagi ceritanya bila kita membahas syariat Nabi sebelumnya.

Konon Nabi Sulaiman mempunyai 1000 isteri menurut satu versi pendapat, tapi ini syariat lama yang sudah terhapus dengan syariat Nabi Muhammad yang merupakan syariat terakhir. Tak ada lagi ceritanya bahwa syariat lama ini akan berlaku lagi di masa depan.

Syariat hanya bisa dibawa oleh seorang Nabi baru dan semua sudah ijmak bahwa Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad. Bahkan Nabi Isa yang akan turun di akhir zaman pun akan memakai syariat Nabi Muhammad dan tidak punya wewenang membawa syariat baru, apalagi orang lain.

Tentu punya penafsiran nyeleneh sendirian semacam ini bukan sebuah prestasi sebab menyimpang dari ijmak konsekuensinya sangat sangat sangat serius. Buku ushul fikih dari yang kecil hingga besar penuh dengan bahasan urgensi ijmak ini untuk dipatuhi.

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *