Kisah Bu An’an, Pejuang Perempuan dari Tasikmalaya (Bagian Pertama)
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Siapa yang tak kenal Bu An’an? Seorang perempuan dari Tasikmalaya yang berjuang untuk sesama perempuan. Beliau adalah ketua harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Selain itu beliau juga aktif di Sekolah Perempuan.
Bu An’an dikenal sebagai mediator perdamaian. Ia berkali-kali berhasil menjadi mediator antara korban kekerasan seksual dan keluarganya dengan masyarakat atau tokoh masyarakat.
Salah satu kasus yang pernah ditangani Bu An’an adalah saat menghadapi korban pemerkosaan. Masyarakat telah menyetujui bahwa korban akan dinikahkan dengan pelaku.
Padahal tentu saja menikahkan korban dengan pelaku sama sekali bukanlah solusi yang tepat. Korban yang harusnya mendapatkan keadilan, justru dipersatukan dengan pelaku kekerasan.
Bukan tidak mungkin siklus kekerasan itu akan terus berulang. Trauma dalam diri korban juga tak kunjung sembuh karena harus menemui orang yang mencederai hidupnya setiap hari.
Saat itulah, Bu An’an datang untuk melakukan mediasi dengan masyarakat dan keluarga korban. Bu An’an menghadirkan tokoh agama, tokoh masyarakat, keluarga korban, dan beberapa masyarakat yang terkait dalam dialog.
Sebelum dialog dimulai, Bu An’an membuat kesepakatan bersama para masyarakat yang hadir.
Pertama, persetujuan bahwa peserta hadir sebagai diri sendiri, bukan sebagai perwakilan dari institusi tertentu.
Kedua, peserta dialog diberi kesempatan untuk berbicara selama dua menit setiap gilirannya dan tidak boleh menyela meskipun ada pernyataan yang aneh. Ketiga, peserta tidak boleh menghakimi pernyataan siapapun.
Keempat, peserta wajib menghormati dengan mendengar aktif saat ada yang berbicara. Kelima, peserta wajib merahasiakan apa saja yang dibicarakan selama dialog.
Selama proses dialog, Bu An’an mendengar refleksi dari masing-masing peserta. Ternyata, setiap orang menginginkan keadilan bagi korban dan pelaku dihukum seberat-beratnya.
Saya merasa kagum dengan hasil mediasi Bu An’an. Bagaimana mungkin masyarakat dapat mengubah keputusan hanya sekejap setelah pertemuan itu?
Ternyata sikap beliaulah yang banyak mempengaruhi hal itu. Bu An’an menganggap semua yang hadir setara sebagai manusia.
Beliau memimpin dialog dengan rendah hati. Berorientasi pada keadilan yang harus didapatkan korban dengan tetap mengutamakan kedamaian di masyarakat.
Kasus tersebut, hanyalah salah satu kasus yang pernah dimediasi oleh Bu An’an. Bu An’an juga pernah memediasi kasus pemerkosaan terhadap seorang siswi. Perkosaan tersebut mengakibatkan kehamilan korban.
Keluarga korban memutuskan untuk menikahkan dengan pelaku. Bu An’an melakukan mediasi dengan berdialog hanya dengan keluarga korban.
Bu An’an juga mengajak keluarga korban untuk mendengar apa yang diinginkan korban. Ternyata korban menginginkan pelaku mendapat hukuman. Sementara ia sendiri akan ikhlas membesarkan anak yang ia kandung.
Pada akhirnya keluarga korban bersepakat untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Sementara pelaku mendapat vonis hukuman 13 tahun penjara.
Masih banyak kasus yang telah berhasil dimediasi oleh Bu An’an. Jasa Bu An’an tentu sangat berharga bagi para korban kekerasan seksual.
Mendengar perjuangan Bu An’an yang tidak main-main, tentu kita penasaran apa yang melatar belakangi beliau untuk kukuh berjuang di jalan panjang ini.
Ternyata, ada cerita yang menjadi alasan kuat Bu An’an. Dahulu, beliau memiliki seorang sahabat sedari kecil. Sahabatnya itu diperkosa kemudian dibunuh.
Saat itu tahun 1956, kasus seperti itu belum bisa teratasi dengan baik. Perhatian publik pun juga tidak sebesar saat ini.
Pada akhirnya kasus itu tidak terselesaikan dan terlupakan begitu saja.
Cerita kedua pada tahun 2007, Bu An’an didatangi oleh seorang perempuan sekaligus seorang istri. Ia dianiaya suaminya.
Sayangnya, saat itu Bu An’an tidak bisa membantu banyak. Beliau juga belum bisa merespon dengan baik.
Pada tahun 2010, ada tawaran dari pemerintah setempat untuk menjadi relawan di P2TP2A. Tentu saja Bu An’an menerimanya dengan penuh semangat. Beliau benar-benar berniat untuk belajar.
Saya mengagumi kerja keras Bu An’an untuk tetap berdiri dan berjuang untuk para perempuan yang mengalami kekerasan.
Ternyata bukan hanya Bu An’an saja yang baik. Keluarganya menjadi support sistem terbaik.
Suami Bu An’an mendukung penuh perjuangan Bu An’an. Bahkan Bu An’an diperbolehkan meninggalkan urusan domestik.
Tak jarang suaminya turut mengantar saat akan memediasi kasus. Bu An’an juga sering bertanya pendapat suaminya apabila mengalami kebuntuan.
Banyak hal yang bisa kita teladani dari Bu An’an. Sebagai seorang ibu, beliau juga menerapkan keterbukaan, kepedulian, dan kelancaran komunikasi di keluarganya.
Menurut Bu An’an, sebelum kita berupaya mengubah atau mempengaruhi orang lain, kita harus lebih dulu berubah jadi lebih baik. Belajar menjadi pendengar serta berlatih untuk sabar.
Jika ingin didengar orang, kita juga harus mau mendengar kritikan dari orang lain sekalipun itu pahit.
Selama melakukan dialog, Bu An’an juga berupaya menjaga perasaan lawan bicara. Dengan demikian, orang akan percaya bahwa dirinya penting, suaranya juga penting. Jika orang sudah merasa dihargai, ia juga akan menghargai kita.
Itulah sepotong kisah tentang Bu An’an. Seorang perempuan dari Tasikmalaya yang gigih berjuang untuk sesama perempuan yang tertindas.
Dari beliaulah kita belajar contoh nyata dari women supporting women. []
Kisah tentang Bu An’an ini akan berlanjut ke Bagian Kedua.