Jangan Melihat Kecilnya Ilmu

 Jangan Melihat Kecilnya Ilmu

Ilmu dan Wirid, Mana yang Lebih Utama? (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Setelah lulus dari Takhassus Fikih Pondok Ploso saya langsung ikut istri di Surabaya.

Kalau pulang ke pondoknya Kakek di Malang mungkin langsung bisa ngajar kitab-kitab besar.

Tapi tidak langsung bisa di Surabaya. Saya pernah diajak sowan ke Pondok Nurul Huda, Sencaki Surabaya, tapi saat itu sedang tidak memerlukan guru.

Juga ke Pondok Miftahus Sunnah di Kedungtarukan, Pondok Al-Fitrah di Kedinding dan beberapa pesantren lainnya. Saat itu sedang tidak ada “lowongan” pengajar Diniyah.

Sebuah langgar di Pogot III Surabaya saya diterima mengajar Iqra’, Alif Ba’ Ta’. Saya jalani cukup lama.

Berlanjut ke Madrasah Ibtidaiyah di Kedinding Lor, Yatabu yang menjadi cabang dari Pondok Rangkah.

Saat itu saya sempat terbersit: “Masak lulusan Fathul Wahhab, khatam ngaji Muhadzab mau ngajar Mabadi’?”

Setelah ngaji kitab Syarah Hikam saya menemukan maqalah ulama:

لا تنظر إلى صغر المعصية لكن انظر إلى عظم من عصيت

Artinya:
“Jangan lihat kecilnya dosa. Tapi lihatlah Agungnya Dzat yang engkau langgar.”

Jika bilang “ini kan dosa kecil”, maka cenderung terus mengulang dosa kecil dan akhirnya besar.

Tapi ketika meyakini keagungan Allah maka tidak akan berani berbuat dosa sekecil apapun.

Demikian pula ilmu. Ketika mengecilkan ilmu maka akan meremehkan untuk mengajar kitab-kitab dasar.

Padahal di kitab dasar itulah pondasi ilmu ditentukan. Bagi saya tidak ada ilmu yang kecil sebab saya menisbatkan ilmu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ngajar memaknai kitab metode pesantren “utawi iki iku” dan menulis Arab Pegon bersama santri PPs Raudlatul Ulum Suramadu yang lulus dari SD.

Dari awal inilah semoga kelak sampai kitab-kitab besar. []

Ma'ruf Khozin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *