Hukum Ibadah Kurban

 Hukum Ibadah Kurban

Idul Adha (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Sebenarnya istilah kurban kurang tepat untuk menyebut ibadah penyembelihan kurban di hari Idul Adha. Istilah yang benar sesungguhnya adalah udhhiyyah (اْلأُضْحِيَّة), idhhiyyah (الْإِضْحِيَّة), atau dhahiyyah (الضَّحِيَّة).

Secara bahasa, ketiga kata ini memiliki arti yang sama yaitu kambing yang disembelih di waktu dhuha atau di pagi hari Idul Adha. Adapun secara istilah, udhhiyyah berarti:

مَا يُذَكَّى تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى فِي أَيَّامِ النَّحْرِ بِشَرَائِطَ مَخْصُوْصَةٍ

“Binatang yang disembelih di hari-hari an-Nahr (kurban) untuk bertaqarrub kepada Allah Swt dengan syarat-syarat tertentu.” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwait Jilid 5 hal 74).

Sementara istilah kurban (bahasa Arab: القُرْبَان ) sesungguhnya memiliki arti yang jauh lebih umum daripada istilah udhhiyyah (‘kurban’ dalam bahasa Indonesia). Secara bahasa, kurban berarti segala sesuatu yang dilakukan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. baik berupa sembelihan atau ibadah-ibadah lainnya (semakna dengan taqarrub التَّقَرُّب ).

Jika kurban (pendekatan diri pada Allah SWT.) yang dilakukan itu berupa sembelihan, maka dalam hal ini ia sama persis dengan udhiyyah. Tapi jika kurban yang dilakukan tidak berbentuk penyembelihan berarti ia berbeda dengan udhiyyah.

Jadi makna kurban sesungguhnya lebih umum dan lebih luas daripada udhiyyah. Namun karena sudah menjadi istilah yang umum dipakai maka kita ikuti saja.

Hukum berkurban

Ibadah kurban hukumnya sunnah mu`akkadah. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka salatlah untuk Tuhanmu dan berkorbanlah.”

Juga hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Barra` bin ‘Azib:

إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، مَنْ فَعَلَهُ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلُ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ

“Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan di hari ini (Idul Adha) adalah salat. Kemudian kita pulang lalu kita menyembelih kurban. Siapa yang melakukan seperti ini berarti ia telah mengamalkan sunnah kita. Tapi siapa yang telah menyembelih sebelum salat berarti itu hanya daging biasa yang diberikannya pada keluarganya, tidak termasuk kategori ibadah kurban sedikitpun.” (HR. Bukhari nomor 5545).

Sekilas ayat dan hadit di atas bisa saja dipahami sebagai dalil untuk kewajiban melakukan kurban. Tapi oleh mayoritas para ulama, nash ayat dan hadits tersebut tidak dipahami secara zhahir (tekstual).

Oleh karena ada hadit lain yang menjelaskan bahwa ibadah kurban hanya untuk siapa yang mau saja. Seperti hadits:

مَنْ كَانَ عِنْدَهُ ذَبْحٌ يُرِيْدُ أَنْ يَذْبَحَهُ فَرَأَى هِلاَلَ ذِي الْحِجَّةِ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ حَتَّى يُضَحِّي

“Siapa yang punya hewan sembelihan yang ingin ia sembelih, lalu ia melihat hilal Dzulhijjah maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sedikitpun sampai ia berkurban.”

Ibadah Sunnah Kifayah

Para ulama Syafi’iyyah mengatakan, ibadah kurban termasuk dalam kategori sunnah kifayah untuk satu keluarga. Artinya, jika sudah dilakukan oleh satu orang dalam satu keluarga maka tuntutan untuk berkurban terhadap anggota keluarga lainnya menjadi gugur.

Imam ar-Rafi’i mengatakan:

الشَّاةُ الْوَاحِدَةُ لاَ يُضَحَّى بِهَا إِلاَّ عَنْ وَاحِدٍ لَكِنْ إِذَا ضَحَّى بِهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتٍ تَأْتِى الشِّعَارُ وَالسُّنَّةُ لِجَمِيْعِهِمْ

“Seekor kambing hanya boleh untuk kurban satu orang. Tapi jika salah seorang anggota keluarga sudah berkurban. Maka syi’ar dan sunnah ibadah kurban telah mencakup seluruh anggota keluarga lainnya.”

Ibadah lain yang juga masuk dalam kategori sunnah kifayah adalah memulai mengucapkan salam, menjawab orang yang bersin dan sebagainya.

Dalil yang menunjukkan bahwa ibadah kurban ini termasuk sunnah kifayah adalah hadits:

ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ قَالَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

“Nabi saw berkurban dengan dua ekor kibasy dan ia berdoa: Ya Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad.”

Juga hadits dari Abu Ayyub al-Anshari, ia berkata:

كُنَّا نُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ يَذْبَحُهَا الرَّجُلُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ثُمَّ تَبَاهَى النَّاسُ بَعْدُ فَصَارَتْ مُبَاهَاةً

“Kami biasanya berkurban satu ekor kambing saja. Kambing disembelih oleh kepala rumah tangga, untuk dirinya dan juga untuk keluarganya. Tapi kemudian manusia berbangga-bangga sehingga ibadah ini menjadi seperti perlombaan.” (HR. Malik dalam kitab Muwaththa`, dan dihukum shahih oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’)

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *