Hakikat Harta dalam Perspektif Islam

 Hakikat Harta dalam Perspektif Islam

Benarkah Harta Istri adalah Harta Suami? (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Kebahagiaan kerap kali dikorelasikan dengan kepemilikan atas harta. Standarisasi harta yang melimpah atau kurang, menunjukkan manusia yang berbahagia.

Mengapa orang-orang cenderung berlomba-lomba untuk dapat memperoleh harta kekayaan dengan cara yang halal atau pun haram? Sebab mereka masih menyandarkan harta sebagai jaminan kebahagiaan.

Harta kekayaan seolah-olah memiliki posisi yang sama dengan kebutuhan manusia terhadap kehadiran seorang anak dalam keluarga.

Pengertian harta dalam bahasa Arab disebut al-mal yang berarti condong, cenderung, dan miring. Menurut Wahbah al-Zuhayli, harta ialah setiap barang yang benar-benar dimiliki dan dikuasai oleh seseorang, baik dalam bentuk ‘ain ataupun manfaat.

Contoh harta ‘ain seperti emas, perak, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan harta manfaat seperti kendaraan, pakaian dan rumah.

Harta pada asasnya merupakan segala sesuatu yang bernilai baik secara langsung maupun tidak langsung. Disukai oleh manusia secara umum untuk kemudian ingin dimiliki dan dapat disimpan.

Pandangan Islam tentang Harta

Para ulama ushul fiqh, harta dimasukkan ke dalam salah satu al-daruria al-khamsah (lima keperluan pokok), yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

  1. Harta merupakan cobaan

Harta adalah ujian hidup dan sekaligus dapat membawa musibah bagi orang yang berpaling dari-Nya dan kufur terhadap nikmat-Nya. Ini berarti, sekalipun seseorang diberikan harta oleh Allah tidak dibenarkan apabila ia berlaku sewenang-wenang terhadap orang lain.

Singkatnya berkaitan dengan cara mendapatkan dan memanfaatkannya. Harta hendaknya harus dapat memberikan kemaslahatan untuk orang lain disamping untuk kemaslahatan pribadinya.

Islam juga mengajarkan penggunaan harta senantiasa dalam rangka pengabdian kepada Allah dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Misalnya, digunakan untuk membantu saudaranya yang membutuhkan biaya untuk pendidikannya atau untuk kegiatan-kegiatan sosial lainnya.

Dalam hal ini sebagaimana hadist Nabi, “Dari Musa al-‘Asy’ari dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata. Nabi Saw. bersabda bahwa kewajiban bagi setiap muslim untuk bersedekah.” (HR. al-Bukhari). (Maktabah al-Samilah: Sahih al-Bukhari Juz. 20: hal. 139).

Dengan demikian menunjukkan bahwa terdapat hak orang lain dari harta yang dimiliki seseorang.

  1. Islam Melarang Membuang-buang Harta

Rasulullah s.a.w bersabda:

“Rasulullah s.a.w melarang membuang-buang harta.” (HR. al-Bukhari). (Maktabah al-Samilah: Sahih al-Bukhari Juz. 5: hal. 392).

Hal ini dapat dipahami bahwa tidak boleh seseorang membuang hartanya secara percuma. Meskipun hartanya sangat berlimpah karena didalam hartanya itu terdapa hak-hak orang lain yang memerlukannya. Jika tidak seseorang itu akan ditetapkan sebagai seseorang yang berada dibawah penahanan.

  1. Semakin Besar Harta Semakin Giat Beribadah

Dalam hadis, Nabi s.a.w bersabda. “Sebaik-baik harta adalah harta (yang dimiliki) oleh hamba yang shalih!” (HR. Ahmad).

Hal ini mengisyaratkan bahwa semakin banyak harta yang diperoleh itu akan menjadi bekal semakin besar pula seseorang beribadah kepada Allah. Bekerja dengan sungguh-sungguh dengan tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban sebagai muslim merupakan cara terbaik sebagai bentuk syukur atas harta yang diperoleh.

Menggunakan Harta dengan Sebaik-baiknya

Seringkali terjadi hawa nafsu yang menyamar dalam kebaikan. Misal, orang yang bekerja sampai alpa kewajiban sosialnya, apalagi ibadahnya. Jika demikian, realita yang didapatkan hanyalah rasa capek dan sangat jauh dari keberkahan.

Hawa nafsu yang mendorong untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya menjadikan seseorang serakah yang pada akhirnya akan muncul tabiat bawaannya yaitu pelit. Ini sebagai bukti bahwa bekerja yang awalnya fitrah berubah menjadi negatif ketika sudah dibelenggu oleh hawa nafsu.

Manusia hanya sebagai khalifah Allah yang diberikan tanggung jawab atas harta kekayaan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup dan kehidupan. Sangat tidak dianjurkan untuk berlebih-lebihan dalam penggunannya.

Pada akhirnya menyebabkan manusia menjadi angkuh, sombong dan membanggakan diri hingga lupa akan fitrahnya. Sebaliknya harta harus diperoleh dengan cara halal dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan bersama agar memperoleh keberkahan. Wallahu a’lam bishshawab.

Ulfa Ainun Nikmah

https://hidayatuna.com/

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *