Fazlur Rahman dan Gerak Ganda Penafsiran Teks Alquran

 Fazlur Rahman dan Gerak Ganda Penafsiran Teks Alquran

Fazlur Rahman dan Gerak Ganda Penafsiran Teks Alquran (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Alquran turun sebagai respon di masa lalu. Ia turun di tengah konteks dan realitas yang nyaris tidak sama dengan masa-masa selenjutnya. Dengan itu, ayat-ayat yang turun juga secara khusus merespon apa yang terjadi bertepatan dengannya.

Kandungan makna di dalam nash Alquran tersebut bisa mengalami perubahan-perubahan tersendiri ketika dihadapkan dengan realitas yang berbeda. Di bagian inilah yang terdapat persoalan serius.

Beberapa golongan mengartikan Alquran secara leksikal memang tidak bisa di hindari. Hal tersebut tentu berkonfrontasi dengan golongan yang dengan berani melakukan proses penafsiran yang progresif.

Dengan mencari-cari makna baru yang lebih segar daripada apa yang sudah telah dianggap baku dari teks. Fazlur Rahman (1919-1988 M.) adalah salah satu pemikir kontemporer yang menaruh perhatiannya terhadap interpretasi (tafsir) Alquran ini.

Namun, Rahman hendak keluar dari bayang-bayang mufassir sebelumnya yang menurut ia sendiri masih menafsiri Alquran secara sepotong-sepotong. Menurut Rahman, Alquran tidak bisa dipahami secara atomistik.

Metode Hermeneutika dalam Menginterpretasi Teks Alquran

Alquran merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan saling berkelindan erat. Dengan konsep seperti itu diharapkan menghasilkan sebuah interpretasi yang berarti dan sesuai dengan realitas mutakhir.

Ia juga menginginkan Alquran menjadi entitas yang universal dan fleksibel. Konsep yang ditawarkan Fazlur Rahman adalah gerak ganda penafsiran(double movement).

Jelas, ia menggunakan metode hermeneutika untuk melakukan interpretasi terhadap teks Alquran. Di sisi yang bersamaan—patut dicatat dan diingat— bahwa metode ini mengalami banyak penolakan dari kalangan agamawan.

Alasannya sederhana; karena hermeneutika berasal dari Barat dan digunakan untuk menguliti Bibel. Dengan alasan terburu-buru tersebut hermeneutika masih menjadi hal yang tabu dalam kacamata pihak yang keberatan.

Padahal, jika kembali ke era mufassir sebelumnya, realitanya juga tidak bisa lepas dari aspek hermeneutis, meski tidak secara eksplisit dinamai hermeneutika.

Rahman tumbuh besar di tengah situasi yang terpecah menjadi tiga golong; modernis, tradisionali, dan fundamentalis. Ketiga kelompok ini mengklaim kebenaran dari kelompoknya sendiri.

Pada puncaknya jatuh ketika Pakistan berhasil memisahkan diri dari India, yakni perdebatan ihwal bentuk negara Pakistan. Dari kondisi sosial seperti itu, Rahman berhasil menjadi pioner gerakan neo-modernisme.

Ini adalah sebuah upaya Rahman untuk memediasi antara golongan modernis dan tradisionalis. Hal tersebut juga bepengaruh terhadap corak tafsir yang ditawarkan Rahman.

  • Dari Masa Kini ke Masa Lalu

Garak pertama, yang ditawarkan oleh Rahman, yakni sebuah usaha berangkat dari masa kini menuju masa lalu, di mana ayat Alquran itu turun. Artinya, metode yang pertama berangkat dari situasi kontemporer dan kemudian diarahkan untuk mencari relevansi makna di masa lalu.

Ayat yang turun secara spesifik kemudian dicari “formasi umum”nya. Dengan itu, di gerak yang pertama ini jelas sekali butuh terhadap peran sejarawan.

Gerakan ini yang akan mengkaji lebih rinci bagaimana sosio-kultural bertepatan dengan turunnya ayat. Kemudian, dicarikan makna yang sesuai dengan konteks saat itu. Selanjutnya, mensistematiskan kerang-kerangka umum sebelum digenaralisir.

  • Dari Masa Lalu ke Masa Kini

Gerak kedua, yaitu berangkat dari masa lalu ke masa kini. Prinsip-prinsip umum di masa lalu mengenai suatu ayat harus direpresentasikan di masa sekarang.

Untuk lebih memepermudah ditanamkan kembali di masa sekarang. Dengan hal itu, sebuah keharusan mengkaji situasi kontemporer saat ini untuk mensistematiskan kerangka umum Alquran di masa lalu. Maka, perlu bantuan para saintis-sosial untuk mengkaji situasi yang berkembang belakangan.

Dengan kedua gerakan ini, Alquran akan kembali hidup dan tetap di poros shalil likulli zaman wa makan. Ia tidak akan mudah lekang oleh waktu dan keadaan, sebab ada upaya kontekstualisasi.

Rifki Ahda Sumantri, menuliskan perihal gerak ganda penafsiran Rahman sebagai; a new approach that emphasizes on awareness of the text, context, contextualization. Dapat dipahami jika gerak ganda penafsiran dari Rahman memang tidak bisa dilepaskan dari kesadaran kondisi di mana ayat itu turun.

Kemudian pemahaman terhadap teks dan makna (meaning), sampai sebuah usaha untuk mengkontekstualisasikan. Upaya Rahman ini terpantik dari kesadarannya bahwa sistem Alquran yang unik dengan kasus-kasus partikular bisa disistematiskan ke dalam kasus universal mutakhir.

 

Referensi:

Moh  Agus Sifa & Muhammad Aziz(2018). Telaah Kritis Pemikiran Hermeneutika “Double Movement” Fazlur Rahman(1919-1988). Al-Hikmah, 38(2), 113-127.

Rifki Ahda Sumantri(2013). Hermeneutika al-Quran Fazlur Rahman Metode Tafsir Double Movement. Komunika, 7(1).

M Rofqil Bazikh

Mahasiswa jurusan Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga dan bermukim di Garawiksa Institute Yogyakarta. Menulis di berbagai media cetak dan online. Bisa dijumpai di surel mohrofqilbazikh@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *