Fashion Islami, Identitas Atau Realita?

 Fashion Islami, Identitas Atau Realita?

Pengadilan Tinggi Prancis Resmi Larang Pemakaian Abaya Muslim di Sekolah (Ilustrasi/Hidayatuna)

Hidayatuna.com- Apa yang ada dibenak kita ketika melihat orang lain atau teman mengenakan fashion atau pakaian islami tetapi trendy? Pasti akan berbeda ketika mendapati orang yang mengenakan pakaian islami tetapi tidak bermerk atau pakaian biasa. Tulisan ini bermula dari beberapa tempat baik di sekolah, kampus, toko, pasar, dan lingkungan masyarakat lain terjadi realita yang sangat unik.

Beberapa orang akan memandang dan memperlakukan orang lain dengan berbeda ketika melihat fashion yang dikenakannya. Misalnya, karyawan di toko berbahasa baik dan santun ketika pelanggan mengenakan pakaian bagus, bermerk atau fashionable. Sementara hal yang sangat disayangkan ia menggunakan bahasa kurang santun kepada pelanggan yang berpakaian ala kadarnya.

Realita lain orang akan berlomba-lomba mengenakan baju terbaiknya dan fashionable ketika pergi ke undangan, hajatan, arisan bahkan ke pengajian dengan tujuan tidak lain agar disukai oleh kawannya karena maraknya paradigma bahwa dengan penampilan yang fashionable tetapi islami akan dianggap sebagai orang yang kaya dan memiliki value lebih.

Bagi beberapa kalangan terntentu fashion menjadi salah satu parameter kecil tentang identitas seseorang bagi orang lain. Namun realita yang ada, hal-hal yang demikian akan membuat orang dari semua kalangan berusaha untuk memenuhi kebutuhan fashion dan menjadi kebutuhan setara dengan kebutuhan makan dan tempat tinggal baik kelas menengah, atas, maupun bawah.

Ungkapan yang mungkin cocok untuk menginterpretasikan ketertarikan manusia modern akan gaya yaitu “Kamu bergaya maka kamu ada!”. sehingga substansi dan fungsi dari pakaian tersebut menjadi hangus.

Islam, Fashion Islami dan Realita

Islam mengajarkan bahwa pakaian digunakan untuk menutup aurat baik laki-laki maupun perempuan. Berbeda dengan zaman sekarang, pakaian dan fashion menjadi kontestasi agar mendapat pengakuan dari orang lain. Tentu akan mendiskriminasi masyarakat kecil yang tidak mampu untuk memenuhi tren fashion yang berkembang pesat di masyarakat.

Sehingga tidak jarang mereka mendapat perlakuan yang kurang pantas dalam masyarakatnya dan mengkerdilkan mereka untuk bersosialisasi. Perlu diingat bahwa yang membedakan manusia dengan manusia lain hanya ketaqwaannya kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13, yang artinya:

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Permasalahan mengenai fashion dikalangan terntentu muncul dengan berlabel “islamisasi” menyebabkan perilaku komsumtif dan berlebih-lebihan. Disadari atau tidak terdapat nafsu besar yang terpendam untuk meraih pujian dari perilaku gaya hidupnya yang komsumtif. Membeli barang-barang yang bermerk secara berlebihan.

Artinya pada waktu yang sama orang membeli pakaian sebanyak 2 sampai 3 dengan model yang berbeda atau selalu membeli tas terbaru padahal di rumah sudah memiliki tas. Bahkan saat ini muncul budaya bahwa antara kerudung, baju dan rok atau bawahan serta sepatu/sandal harus sesuai warna dan modelnya. Sehingga ketika berbelanja tidak cukup hanya dengan membeli satu macam saja, melainkan harus sama-sama membeli fashion mulai dari kepala hingga kaki.

Perilaku konsumtif yang berlebihan untuk memenuhi tren fashionable ini akan membawa dampak buruk baik bagi dirinya dan keluarga. Segala sesuatu di muka bumi akan dimintai pertanggung jawabannya. Tren fashion akan membuat orang terlena akan tanggung jawabnya di akhirat kelak.

Kekayaan dan Fashionable Islami

Pakaian yang dikenakan melambangkan wibawa kekayaan yang kemudian wibawa itu harus diakui, dirayakan, dan diarak di ruang publik. Di kalangan umat Islam kini mulai menwabah toko berlabel Exclusive Moslem Fashion. Bukti kegandrungan masyarakat akan Moslem Fashion Show dan berdirinya pusat-pusat perbelanjaan yang memanfaatkan sensibilitas keagamaan untuk keuntungan bisnis.

Misal yang ditawarkan seperti mode, shopping, soal gaul, seks, pacaran yang pengelolaannya dibungkus manis dengan anggapan “Islami”. Kemudian slogan jadilah muslim yang gaul dan smart, dinamis dan trendi. Fenomena ini apakah dinamakan pemanfaatan sensibilitas keagamaan yang menjadi komoditas di pentas konsumsi massa atau kebangkitan keagamaan. Perilaku hidup sederhana seperti yang diajarkan Rasulullah kian mengalami pengikisan bersamaan dengan perkembangan zaman.

Kita sendiri yang harus bisa mengontrol mindset dan perilaku didalam kehidupan sehari-hari. Fashion-fashion yang dikenakan seseorang tidak melulu menunjukkan identitas orang tersebut. Sebaliknya substansi dan nilai kebermanfaatannya selalu diperhatikan agar tepat guna dan di akhirat kelak dapat mengurangi hisab sebagai pertanggungjawaban yang kita miliki.

Nyatanya, dibalik perilaku konsumtif terdapat hati yang merasa tidak nyaman dan selalu merasa gelisah baik gelisah karena harus bersusah payah mencari uang untuk dapat mengikuti tren fashion sehingga lalai dalam tanggungjawab yang sesungguhnya atau merasa tidak nyaman karena ternyata fashion yang terpaksa dikenakan tidak sejalan dengan syariat-syariat Islam.

Untuk itu, menjadi lebih baik dan bijaksana agar memberikan sebagian rejeki yang diperoleh kepada fakir miskin dan anak yatim. Sehingga dapat berbagi kebahagiaan bersama yang sesungguhnya sebagai bekal akhirat bukan kebahagiaan diri sendiri yang di dunia yang fana.

Ulfa Ainun Nikmah

https://hidayatuna.com/

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *